Jakarta, CNN Indonesia -- Berbeda dengan film horor Indonesia kebanyakan,
Gerbang Neraka tidak hanya menyajikan hantu menyeramkan. Rizal Mantovani meramu film itu dengan sentuhan petualangan dan fantasi. Kata Rizal, ia memang merasa tertantang menggarap film paduan berbagai genre.
Gerbang Neraka sekilas seperti
National Treasure, Indiana Jones dan
The Mummy.“Ada tiga hal besar yang harus digarap dengan baik, yaitu cerita terkait dramatisasi, lalu misteri yang sangat penting bagi horor petualangan dan ketiga tentang artistisk dari situs piramida Gunung Padang," kata Rizal saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gerbang Neraka atau
Firegate merupakan kisah yang diangkat dari penemuan situs piramida di Gunung Padang, Jawa Barat. Berlatar penemuan situs purbakala itu, penulis naskah Robert Ronny membuat cerita fiksi dengan bumbu petualangan dan fantasi.
Kisah fiksi itu berkembang dari tiga tokoh utama yang berbeda latar belakang. Ada Doktor Arni yang digambarkan sebagai pencari ilmu pengetahuan, Tomo seorang jurnalis sebagai lambang dari pencari kekayaan dan paranormal Guntur simbol pengejar kejayaan.
Tiga karakter utama dalam
Gerbang Neraka itu diperankan bintang kenamaan Indonesia yakni Julie Estelle sebagai Arni, Reza Rahadian melakoni Tomo dan Dwi Sasono menjadi Guntur.
Tiga tokoh yang sebenarnya berbeda haluan itu dipaksa bekerja sama memecahkan misteri kejadian-kejadian buruk seperti kematian dalam rangka eskavasi piramida Gunung Padang.
"Dengan plot seperti itu, ada berbagai misteri kejadian yang terjadi tidak hanya berpusat pada satu tempat berhantu," kata Robert yang juga merangkap sebagai produser.
Mengangkat genre fantasi membuat film ini membutuhkan bantuan
computer generated imagery (CGI) demi menciptakan bentuk dan latar yang terlihat sungguhan. Itulah yang membuat produksi
Gerbang Neraka berlangsung lama, bahkan hingga dua tahun.
Rizal menjelaskan, pengambilan gambar sebenarnya sudah selesai sejak 2015. Film itu baru ditayangkan pada 20 September 2017, karena proses penyuntingan yang panjang.
Bermain film yang disunting menggunakan CGI menjadi pengalaman baru bagi beberapa pemain, seperti Julie Estelle. "Ini pengalaman pertama main yang banyak green screen-nya, jadi lebih bermain dengan imajinasi, membayangkan latar sesuai arahan sutradara," tutur Julie.
Pendapat yang sama diutarakan Reza. Ia bercerita, syuting dilakukan di sebuah studio dengan setting piramida yang tampak nyata. Mereka tidak sungguhan berada di Gunung Padang.
Lewat film horor ini, Robert dan Rizal berharap situs Gunung Padang dikenal masyarakat.
"Seperti film
Mummy yang mengangkat kisah piramida di Mesir dan menarik wisatawan untuk datang ke sana, semoga film ini juga membuat Gunung Padang makin banyak dikunjungi orang-orang," tutur Robert.