Jakarta, CNN Indonesia -- Aktor Antonio Banderas seakan sudah ditakdirkan untuk memainkan seniman besar Pablo Picasso. Ia masih ingat betul setiap pagi ketika masih kecil ibunya menggandeng tangannya ke sekolah, melewati rumah Picasso di Plaza de la Merced. Baginya Picasso pahlawan.
Banderas memang satu kampung dengan Picasso. Mereka lahir, selain terpisah tahun, hanya terpisah empat blok jalan. Ia, dengan rambutnya, juga disebut mirip dengan Picasso.
Putri Picasso sendiri bahkan menyebut suara dan gaya bicara Banderas mirip ayahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu terjadi saat Banderas pertama kali tiba di Los Angeles. Paloma, putri Picasso, memejamkan mata mendengar Banderas berbicara bahasa Spanyol. Sang aktor sendiri memang saat itu belum terlalu mahir berbahasa Inggris. Melihat lawan bicaranya memejamkan mata, Banderas khawatir. "Ya Tuhan, saya membuatnya bosan," begitu ia membatin dalam hati.
Namun saat ditanya, jawaban Paloma justru mengejutkan sekaligus menyanjung Banderas.
"Ketika saya menutup mata, saya bisa melihat ayah saya, karena kau bicara pada saya dengan dialek yang sama seperti dia. Itulah bagaimana ayah saya bicara, dia bicara sepertimu," tutur Paloma saat itu. Namun Banderas tidak langsung besar kepala.
Ia bodoh dan konyol jika membandingkan dirinya dengan "seniman paling penting di abad ke-20 itu." Maka dari itu Banderas berkali-kali menolak saat diminta memerankan Picasso.
Ia merasa akan dipandang dengan kaca pembesar oleh semua orang.
"Seseorang seperti Picasso, tak peduli sebaik apa pun kau memerankannya, kau tetap akan menghadapi kritik," ujar aktor 57 tahun itu dalam wawancaranya dengan kantor berita AFP.
Namun kini ia akhirnya menganggukkan kepala terhadap tawaran itu. Dua kali bahkan.
Ia memainkan Picasso dalam serial televisi yang dibikin sineas Hollywood Rob Howard, dan sebuah film karya sutradara Spanyol Carlos Saura. Serial televisi itu bercerita tentang rumitnya kehidupan Picasso, sementara filmnya soal hari-hari ia melukis 'Guernica.'
Untuk memerankan Picasso, ia menghabiskan lima jam berdandan sebelum melangkah ke set.
"Film bagus untuk momen. Tapi untuk [menggambarkan] kehidupan seseorang, serial televisi sepanjang 10 jam adalah kendaraan yang sangat menarik," ia membandingkan dua hal itu.
Salah satu alasannya menerima tawaran itu, kata Banderas, karena itu tak seperti biopik biasanya. Narasinya tidak linear, katanya. "Ini seperti lukisan tentang dia, sebenarnya. Kami bolak-balik secara terus-menerus masuk ke kehidupannya," katanya.
Kesulitan utamanya bukan riasan, melainkan mencoba memahami kehidupan sang seniman.
"Anda harus secara konstan membaca antardialog untuk mencoba memahami apa kebenarannya," ujar Banderas. Ia sampai bertemu dan berbincang dengan cucu Picasso, Olivier Widmaier untuk mencapai tujuannya. Widmaier menulis buku
Picasso: An Intimate Portrait.
(rsa)