Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian besar warga
Aceh familiar dengan seumapa. Seni tutur ini kerap ditampilkan dalam acara-acara formal di kalangan masyarakat Serambi Mekah.
Seumapa, yang artinya menyapa, merupakan salah satu seni tutur yang dimiliki Aceh dan Melayu. Seni tutur ini dipenuhi dengan syair pantun dan biasanya dikemas dengan bumbu jenaka.
Salah satu penyair senior asal Banda Aceh, Medya Hus, mengatakan bahwa meski jumlah penyair di Aceh semakin berkurang, tradisi menyenandungkan seumapa masih sering dihadirkan di berbagai acara, misalnya hajatan pernikahan, syukuran, khanduri laot, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam acara-acara itu, para penyair Aceh biasanya membuka hajatan dengan aksi seni tutur berbalas pantun. Medya bersama rekan-rekannya, Muhktasar dan Syeh Sofyan, pun mengaku sering diundang di acara pemda yang tamunya terdiri atas pejabat dari pemerintah pusat maupun tamu kehormatan luar negeri.
Selain menyalurkan bakatnya, Medya merasa bangga bisa memamerkan kebudayaan Aceh di hadapan banyak orang dari berbagai kalangan. Menurutnya, itu merupakan salah satu upaya untuk melestarikan warisan leluhur di bidang seni.
Medya mengaku menyenandungkan syair-syair yang ia ciptakan secara spontan. Ia mengungkapkan bahwa selama ini tidak pernah menulis syair yang akan dilantunkannya. Alih-alih, ia dan kedua rekannya selalu mengucapkan barisan syair dan pantun secara spontan.
"Itu spontan. Kami hanya diberi materi dan konsep saja mengenai apa yang harus disampaikan. Lalu kami melihat keadaan sekitar dan langsung spontan mengucapkannya," ujar Medya saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Medya menjelaskan, selama ini para penyair lebih memilih untuk menyampaikan syairnya secara spontan daripada menulis, karena kesulitan untuk menghafal.
"Kami ada kelebihan, ada kekurangan. Kami kalau menulis ya [berarti harus] dibaca, [padahal] tidak bisa hafal. Kalau spontan bisa, tapi kalau disuruh untuk mengulang [syair spontan itu] lagi tidak bisa," katanya seraya terkekeh.
Medya dan rekan-rekannya kini bahkan mencoba untuk melakukan regenerasi agar anak-anak muda di Aceh bisa meneruskan dan melestarikan tradisi seumapa ini.
"Kalau sekarang cuma bertiga, ada satu lagi sudah meninggal. Tapi kami sedang mencoba untuk meregenerasikan," ujarnya.
(res)