Jakarta, CNN Indonesia -- Mendengar
The Panturas seperti melihat keburukan-keburukan maritim Indonesia. Mulai dari perdagangan manusia yang tergambar dalam lagu
Tenggelamkan!, sampai penangkapan ikan menggunakan bom yang tergambar dalam lagu
Fish Bomb.
Band asal Jatinangor ini awalnya tidak memiliki niat khusus untuk menuangkan kekelaman maritim Indonesia dalam lagu. Dengan mengusung genre rock selancar mereka ingin membuat lagu-lagu bertema liburan atau tropis, kurang-lebih seperti The Beach Boys.
Seiring berjalannya waktu, The Panturas yang saat ini dihuni Abyan Zaki alias (vokal/gitar), Rizal Taufik (gitar), Surya Fikri alias Kuya (drum) dan Bagus Patrias (bass) merasa tema tersebut tidak cocok. Akhirnya mereka banting setir memotret sisi kelam maritim Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nama kita The Panturas, pas kita tilik Pantai Utara (Pantura) itu enggak bagus pantainya. Meski awalnya plesetan dari The Ventures, tapi Pantura tetap identik dengan nama tempat," kata Kuya saat berkunjung ke kantor
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Lagu instrumental
Tenggelamkan! juga membahas soal laut.
Tenggelamkan! bercerita tentang kapal asing yang memasuki perairan Indonesia. Beruntung dalam empat tahun terakhir Indonesia menindak tegas kapal tersebut dengan penenggelaman.
Tak lain band yang terbentuk sejak 2012 ini terinspirasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Manajer The Panturas Iksal Riqi Harizal mengaku sempat menghubungi Susi untuk bertemu, namun hingga kini belum terealisasi.
Perlakuan berbeda diterapkan pada lagu
Gurita Kota, bukan membahas soal laut melainkan membahas soal lalu lintas perkotaan. Kata
'gurita' diumpamakan sebagai truk yang ugal-uagalan di lalu-lintas ibu kota dan menyemburkan asap hitam dari knalpot.
[Gambas:Youtube]Berikut penggalan lirik
Gurita Kota:
Lautan rodaAsap hitam meninju telak di muka Membabi butaTak tahan ku teriak semua jadi gilaDia belah udaraMulai menantang Musa dengan tongkatnyaMenari-nariTak sadar caci maki datang bertubi dan,Berenang dan tenggelamKu terhempas dalam karang penuh bimbang,Dan lampu merah padamTak sadar ku telah ditabrakGu-ri-ta"Semua lagu yang kami buat itu sebenarnya bukan kritik. Kami menangkap apa yang kami lihat dan mendeskripsikan ulang. Kalau orang mau anggap lagu kami kritik sosial ya sah-sah saja," kata Kuya.
Gogon menambahkan berkelakar, "Kami alirannya musikalisasi berita ya. Kami buat lagu
Tenggelamkan!,
Fisherman's Slut dan
Fish Bomb karena baca berita. Kebetulan kami semua kuliah jurusan Jurnalistik."
[Gambas:Youtube]Lewat musik, The Panturas hanya ingin menjelaskan bahwa tak semua laut Indonesia seindah iklan pariwisata. Ada sejumlah laut yang bermasalah dan perlu diperhatikan.
Mereka yakin musik berperan dalam menyuarakan perbaikan lingkungan. Terlebih band-band yang memiliki banyak penggemar. Gogon mencontohkan sejumlah musisi Bali yang bersatu menolak reklamasi Teluk Benoa, hingga akhirnya reklamasi tersebut dibatalkan.
The Panturas mengaku meski akan selalu ada tema laut dalam karya-karya selanjutnya, tetapi mereka tidak berniat mengkomoditaskan isu lingkungan demi eksistensi. Namun kemungkinan besar porsi lagu tentang laut pada karya selanjutnya tidak sebanyak dalam album perdana
Mabuk Laut yang dirilis Februari lalu.
Dalam waktu dekat The Panturas akan merilis karya terbaru secara digital. Karya tersebut merupakan single yang belum bisa dijelaskan secara rinci.
"Rencananya akhir tahun ini kita akan rilis itu. Tunggu saja," kata Rizal.
Musik rock selancar kontemporer The Panturas dapat disaksikan pada
CNNIndonesia.com Music At Newsroom Special Edition, Rabu 24 Oktober pukul 14:00 WIB.
(adp/rea)