Tak PeduliKeterbelakangan empat tahun tersebut mungkin kecil secara angka. Namun dampaknya, masyarakat lebih awam dengan istilah asing dibanding padanannya dalam bahasa Indonesia.
Kondisi masyarakat tersebut diperparah dengan sosialisasi yang minimalis dan penegakan berbahasa Indonesia yang melempem. Hal ini pun berujung pada memudar dan menurunnya keterampilan berbahasa Indonesia di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situasi itu juga pernah ditulis oleh pegiat bahasa Indonesia Ivan Lanin dalam sebuah esai bertajuk Bahasa Indonesia dan Generasi Kini yang sempat dibawakan dalam sebuah diskusi di Komunitas Salihara pada Oktober 2018.
Dalam esai itu,Ivanmenyebutbahwamemudarnya bahasa Indonesia terjadi karena banyak masyarakat yang menyisipkan bahasa asing saat berbicara hingga menamakan sebuah lokasi.
Selanjutnya, salah satu yang menunjukkan penurunan keterampilan adalah nilai ujian bahasa Indonesia yang lebih rendah dari bahasa Inggris di sekolah. Pun terlihat dari tugas akhir mahasiswa, pemberitaan media massa, pengumunan pemerintah, dan surat resmi.
Ivan juga pernah mengadakan sebuah survei melalui Twitter tentang penyebab utama kesalahan berbahasa Indonesia.
Hasilnya, sebanyak 50 persen memilih penyebab utama kesalahan berbahasa Indonesia adalah karena tidak peduli. Kemudian sebanyak 31 persen karena tak tahu aturannya dan 19 persen karena tidak cermat.
"Ketidaktahuan tentang kaidah bahasa Indonesia disebabkan oleh kurangnya sumber rujukan dan minat orang untuk belajar. Ketidakcermatan bersumber dari kurang pedulinya penutur terhadap mutu. Ketidakpedulian berakar dari mentalitas bangsa sendiri," kata Ivan dalam esainya.
Butuh DanaDadang mengakui memang ada kendala dalam mengimplementasikan tugas pengembangan bahasa Indonesia. Kendala tersebut ia sebut berupa tidak banyak masyarakat yang aktif memberikan usulan, dana, dan sumber daya manusia (SDM).
"Untuk pengembangan kita butuh dana yang sangat besar. Para pekamus masih bekerja ketika yang lain sudah pulang, kerja mereka butuh keahlian, kesabaran dan biaya. Kendala biaya ada, tapi masih bisa berjalan," kata Dadang.
Dadang membantah Badan Bahasa lambat mengembangkan bahasa Indonesia. Namun ia terdiam kala CNNIndonesia.com menanyakan padanan kata untuk istilah 'single' yang akrab di dunia musik.
Single dalam pengertian dunia musik bermakna jenis dari rilisan karya yang biasanya berupa sebuah lagu dan merupakan bagian dari album atau berdiri sendiri dengan tujuan mempromosikan sang musisi atau album si musisi.
Wikipedia bahasa Indonesia yang ikut dikelola Ivan Lanin memilih kata singel sebagai padanan untuk
single. Namun KBBI yang merupakan sumber rujukan resmi dan ilmiah, tak punya saran sama sekali.
Dadan mengatakan bahwa bisa jadi padanan
single ada di kamus bidang ilmu seni. Ia pun mengakui banyak kosa kata dalam kamus berbagai bidang ilmu belum masuk dalam KBBI. Alasannya, masyarakat belum menguasai kata-kata dalam kamus tersebut.
Dadang pun mengatakan bahwa saat ini banyak kata dalam beberapa kamus bidang ilmu sedang mengantre masuk KBBI. Namun ia tak bisa memastikan kapan kata-kata itu sah dianggap sebagai bahasa Indonesia.
Hal tersebut cukup kontradiktif dengan pemaparannya bahwa akan selalu ada kata baru setiap enam bulan dan kata yang sering digunakan media massa akan bisa masuk dalam KBBI.
Single jelas sebuah kata yang sering digunakan media massa untuk mengabarkan perilisan karya musisi.
"[Coba] usulkan saja. Coba melalui aplikasi KBBI misalnya. Kalau punya pikiran mengenai terjemahan bahasa bisa saja usulkan, nanti dimunculkan juga seperti album solo. Itulah prosesnya," kata Dadang.
(end)