Tiga Kali Digelar, LaLaLa Fest Masih Dapat Kritik Keras

CNN Indonesia
Senin, 25 Feb 2019 20:31 WIB
Acara musik Lalala Fest kembali mendapat kritik dan kecaman dari audiens terkait akses menuju lokasi, ketersediaan tempat sampah, sampai kualitas sound system.
Ilustrasi penonton di gelaran Lalala Fest 2018. (Foto: Muhammad Alif)
Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk kali ketiga, penyelenggaraan festival musik di tengah hutan Lalala Fest kembali menuai protes keras dari para pengunjung. Pada acara tahun ini yang diadakan Sabtu (23/2) malam lalu di Orchid Forest Cikole, Lembang, sejumlah pengunjung menyampaikan keluh kesah mereka atas buruknya manajemen penyelenggara festival itu lewat komentar di akun Instagram resmi @lalala_fest.

Sebagian besar dari pengunjung, menyoroti masalah sulitnya akses menuju dan keluar lokasi. Salah satunya Yuli, warga Jakarta yang turut datang ke acara festival musik tersebut mengungkapkan setidaknya ada empat hal yang membuatnya merasa terganggu.

"Saat acara berlangsung, memang ada beberapa hal yang membuat penonton kurang nyaman. Pertama, mekanisme penonton masuk ke tempat acara. Penonton harus jalan sekitar 2 kilometer dengan kondisi jalan yang tidak mulus dan menanjak. Sebenarnya kalau ini diumumkan sejak awal sih saya tidak masalah, tapi ini tidak diberitahukan," katanya saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Minggu (24/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan nada kecewa, Yuli kemudian mengatakan bahwa penonton juga dibuat terganggu karena akses yang dilalui pejalan kaki merupakan akses yang sama dengan kendaraan bermotor. Dia sendiri tak memungkiri bahwa kepadatan lalu lintas akan terjadi. Hanya saja, ia menyayangkan kurang tanggapnya pihak penyelenggara untuk membuat rekayasa lalu lintas.


"Akses ke sana itu hanya jalan kecil yang ketika dilintasi dua mobil secara bersamaan akan tertutup. Belum lagi, di pinggir-pinggir jalan itu terkadang ada mobil genset dan perlengkapan lainnya," paparnya lebih lanjut.

Bukan hanya masalah saat menuju lokasi, saat keluar lokasi acara ia pun mengatakan turut mengalami kesulitan yang sama. Dia dan penonton lain dibuat bingung saat mencari arah pintu keluar usai acara bubar.

"Dan lagi semua keluar di saat barengan, usai penampilan Honne [terakhir] beres, jalanan becek, gelap, banyak tanah jadi bikin susah untuk mobilitas keluar. Begitu dapet pintunya antrian panjang dan pas keluar dikasih tahu ada shuttle tapi ternyata shuttle-nya enggak bisa gerak karena jalanan penuh orang," ungkap Yuli yang datang bersama lima empat orang kawannya.

"Jalannya agak rusak, jadi harus pelan-pelan. Dan pas sampe bawah, keluar pintu venue terakhir ke jalan raya, itu semakin chaos sama warga sekitar, mungkin yang baru turun dari lokasi wisata di Lembang. Jalan raya sampai tempat parkir banyak banget orang, penuh motor karena jalan umum. Saya saja jalan kaki sampai ke tengah, nyelip di antara mobil dan motor," tambah Yuli.


Masalah ketiga, baginya adalah perihal suara musik yang terasa kurang pas dan mengganggu. Apalagi, kata dia, kondisi itu terjadi tepat saat salah satu penampil utama, Honne naik ke atas pentas.

Permasalahan sampah sehabis acara pun disebutkannya menjadi salah satu yang kurang jadi perhatian khusus dari panitia. Menurutnya, ia kerap menemui jas hujan bekas pakai dan sampah plastik bekas makanan yang berserakan di sekitaran lokasi. Meski itu juga harusnya jadi kesadaran dari penontonnya, tapi ia tak melihat ada persiapan dari penyelenggara untuk mengantisipasi hal tersebut.

"Sampah tempat makan plastik atau kertas itu semakin tak terkendali karena mungkin terinjak-injak penonton yang ingin keluar lokasi," katanya.

Di sisi lain, ia sendiri mengaku sebenarnya sudah tak berekspektasi banyak dengan penyelenggaraan festival ini semenjak dibatalkannya penampilan Y&Y beberapa hari sebelum acara. Dia pun sempat ingin batal menonton dan menjual tiketnya. Hanya saja ia memilih untuk terus lanjut ke lokasi dengan harapan bisa terhibur dengan penampilan bintang lain.


"Intinya ini jadi pengalaman saja walau banyak kurangnya, tapi kalau ditanya apakah akan datang lagi, tergantung peningkatan yang dilakukan panitia nanti sih. Kalau banyak yang diperbaiki, saya mau saja," ujar Yuli.

Selain Yuli, sejumlah penonton lainnya telah menumpahkan kekecewaan karena acara itu lewat kolom komentar di Instagram dan unggahan di Twitter.

"Lain kali tolong banget di bagian 'things to do' diingatkan buat seluruh penonton wajib makan asupan bergizi dan lari-lari kecil karena akan hiking sekitar tiga kilometer," tulis pemilik @nikenvnc.

"Manajemennya tidak memanusiakan manusia," tambah akun @agintatb di Instagram.

Tiga Kali Digelar, LaLaLa Fest Masih Dapat Kritik KerasKemeriahan Lalala Fest 2018 yang digelar di Orchid Forest Lembang, Jawa Barat. (Foto: CNN Indonesia/M Andika Putra)

"Ya lagian lo juga sih yang salah, mengadakan acara musik di bukit hutan musim hujan kek gini enggak bisa apa nunggu pas musim kemarau. Musim ujan = harus pake jas hujan = nyampah plastik jas hujan = tidak go green = tidak cocok dengan konsep panggung musik di hutan. Kayak tidak belajar taun lalu aja gimana atau emang kalian emang mengejar hujannya ya? biar dingin dingin romantis gitu ya? coba lagi taun depan ya. Ciao!" tulis Krisnaaryan.








Namun sebagian pengguna Twitter memiliki pandangan berbeda. Tak sedikit yang berpendapat, penonton seharusnya lebih matang mempersiapkan diri, misalnya tidak mengenakan kostum yang tidak sesuai seperti sepatu berhak tinggi atau pakaian terbuka, membawa payung serta membawa turun sendiri sampah-sampah pribadi seperti plastik bekas makan.



Sebelumnya, pada gelaran pertama di tahun 2016, acara ini telah mendapatkan banyak keluhan karena macetnya lalu lintas dari Bandung menuju Lembang. Disebutkan, butuh lima sampai tujuh jam untuk mencapai lokasi.

Berdasarkan laporan CNNIndonesia.com kala itu, kemacetan terjadi karena penyelenggara festival yang dipromotori The Group itu tidak berkoordinasi dengan polisi. Volume kendaraan menuju Lembang meningkat, tetapi tak ada rekayasa jalan untuk mengurai kemacetan.

Bukan hanya dari segi akses menuju lokasi. Pengunjung juga mengeluh soal berbagai hal mulai venue yang berubah dari rumput menjadi lumpur, panitia yang kurang informatif, sampai perubahan jadwal tampil musisi yang mendadak dan membuat kecewa.


Sementara, untuk gelaran kedua pada 2018 lalu, LaLaLa Fest ini sempat mengalami peningkatan. Lalu lintas tidak terlalu macet dan tak ada hujan besar yang membuat panitia kelimpungan menyusun acara seperti tahun lalu.

Hanya saja festival yang saat itu ditutup dengan penampilan Blonde terasa antiklimaks. Pengunjung lebih tertarik melihat penampilan Oh Wonder yang tampil sebelum Blonde ketimbang sang pamungkas.

Sebagian besar pengunjung yang meninggalkan panggung setelah Oh Wonder pun membuat penampilan Blonde tak banyak yang menonton. Padahal festival belum selesai.

Meski cukup meningkat dan meriah LaLaLa Fest saat itu pun masih tidak luput dari kekurangan. Terutama soal keamanan dan kurangnya tempat sampah di area festival juga menjadi kekurangan yang fatal. Masalah yang tak jauh berbeda dengan kasus tahun ini.

CNNIndonesia.com masih berusaha menghubungi pihak penyelenggara untuk memberikan tanggapan atas keluhan pengunjung. (agn/rea)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER