Plonco dan Saling Bantai Lawak di Panggung Srimulat

Muhammad Andika Putra | CNN Indonesia
Sabtu, 28 Sep 2019 14:44 WIB
Untuk mencapai ketenaran dan memenuhi 'standar' kelawakan Srimulat, para pemain kerap menghadapi 'pembantaian' di atas panggung.
Untuk mencapai ketenaran dan memenuhi 'standar' kelawakan Srimulat, para pemain kerap menghadapi 'pembantaian' di atas panggung. (Dok. Teguh)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tak ada yang menyangkal Srimulat adalah panggung yang penuh guyon dan canda. Namun siapa sangka di balik itu semua, para pelawak Srimulat banyak yang mengalami 'pembantaian' di atas panggung, dan di depan umum.

Seperti yang dialami Freddy Aris. Ia mati langkah ketika berhadapan dengan Mantang dan Subur di panggung Ketoprak Cokroiyo, Solo, pada 1977.

Ketika Freddy berusaha melawak agar penonton tertawa, selalu dijegal Mantang dan Subur yang jauh lebih senior darinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketoprak Cokroiyo merupakan cabang dari Aneka Ria Srimulat Solo yang didirikan oleh Kho Tjien tiong alias Teguh Slamet Rahadrjo. Mantang dan Subur juga pelawak Srimulat, namun sesekali diminta main di Ketoprak Cokroiyo.

Sebelum naik panggung Freddy sebenarnya pengrawit (pemain kendang) Ketoprak Cokroiyo. Saat Mantang dan Subur sedang melawak, ia sering menyeletuk dengan kata-kata yang lebih lucu.

Karena celetukan itu, sutradara Rustamhaji menjadikan Freddy pelawak. Tapi nyatanya tak mudah bagi Freddy untuk bisa bermain di atas panggung.

"Dia (Gepeng) bisa hidup karena di luar kandang, begitu masuk kandang enggak bisa apa-apa, dikeroyok berdua," kata Eko 'Koko' Saputro, putra Teguh, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di Solo, Juli 2019.

"Ibarat pertandingan tinju, yang teriak di luar ring lebih kencang dari petinju," lanjutnya.
Reuni keluarga besar Srimulat Jakarta di Taman Ria Senayan sekaligus penggalangan dana untuk keluarga Gepeng.Reuni keluarga besar Srimulat Jakarta di Taman Ria Senayan sekaligus penggalangan dana untuk keluarga Gepeng. (Dok. Herry Gendut Janarto)
Usai 'pengeroyokan' itu, Teguh memindahkan Freddy ke panggung Srimulat. Masalahnya, hal itu tak ada beda lantaran Freddy kembali berhadapan dengan duo Mantang dan Subur.

Freddy kembali 'KO' di atas panggung. Kesal. Sampai akhirnya ia cerita kepada Mbah Panggung, sosok pelawak senior.

Mengutip buku Indonesia Tertawa Srimulat sebagai sebuah Subkultur karya Anwari, Mbah Panggung tercatat pernah tergabung dalam grup lawak Urusan Moril di AJEN Korem 072 Angkaran Darat.

Kualitas Mbah Panggung melawak sudah tidak diragukan lagi di masanya. Namun sayang, tak ada yang tahu persis identitas aslinya.

"Sudah jangan khawatir. Nanti saya ngomong ke sutradara, pas kami keluar aku juga minta dikeluarkan biar ngikut. Aku pengin ngerti si Mantang sama si Subur seberapa sih," kata Mbah Panggung kepada Freddy, dituturkan oleh Koko.

Plonco dan Saling Bantai Lawak di Panggung Srimulat


Keadaan lalu berbalik. Giliran Freddy yang menggilas Mantang dan Subur dengan bantuan Mbah Panggung. Sejak saat itu, ia berguru kepada Mbah Panggung yang membuat kemampuan melawaknya membaik seiring waktu berjalan.

"Di Srimulat itu persaingan pasti terjadi. Tapi di belakang panggung baik-baik saja, hanya saling sikat di atas panggung," kata Koko.

Selain persaingan, sebenarnya panggung Ketoprak Cokroiyo dan Aneka Ria Srimulat Solo memang jadi wahana pemain berlatih. Hal ini dijelaskan dalam buku Teguh Srimulat Berpacu dalam Komedi dan Melodi karya Herry Gendut Janarto.

Latihan Freddy tidak sia-sia. Bakat lawaknya mulai terlihat sehingga Teguh memberikan peran pembantu atau biasa disebut batur. Peran ini tergolong sulit lantaran mesti siap melawak kapan pun, terutama saat pemeran utama kehabisan lelucon.
Cerita 'Perpeloncoan' di Panggung Srimulat'Pembantaian' serupa juga dialami Kadir Mubarak yang bergabung dengan Srimulat Solo pada 1983. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Freddy pun berhasil melewati perpeloncoan itu dengan baik. Pria kurus dan berambut cepak itu pun diberi nama panggung "Gepeng" oleh Teguh Slamet. Tak lama, Gepeng meroket menjadi pelawak terkenal dan terkaya di masanya.

'Pembantaian' serupa juga dialami Kadir Mubarak yang bergabung dengan Srimulat Solo pada 1983.

Saat melamar, Kadir bertemu dengan Mintarjo. Kadir kemudian diminta datang keeseokan harinya untuk dites melawak. Bukan hanya sekali, tapi Kadir diuji selama satu pekan.

"Kebetulan sekali selama di panggung sandiwara saya sudah pelajari lawakan-lawakan Srimulat," kata Kadir saat ditemui CNNIndonesia.com di Bekasi, akhir Agustus 2019.

"Tapi ternyata di Srimulat enggak bisa janjian bahan lawakan sama lawan main, harus improvisasi," lanjutnya.

[Gambas:Video CNN]

Selama pengujian, Kadir kerap dipasangkan dengan pelawak senior. Ia mengaku belum bisa melawak saat awal tes, tapi setidaknya ia bisa memberi umpan kepada pelawak lain. Menurutnya, hal itu sudah pencapaian yang bagus bagi anak baru.

Kadir menjelaskan pemain Srimulat tidak memiliki referensi yang rumit karena keterbatasan pendidikan mereka. Akan tetapi bukan berarti para pemain Srimulat tidak melakukan riset.

Para pemain Srimulat kemudian mencari referensi lawak dari keadaan sehari-hari yang dialami banyak orang. Ini kemudian menjadi keunggulan dari Srimulat, karena berhasil membuat penonton merasa terhubung dengan kisah yang dibawakan.

"Suatu kebanggaan tersendiri bisa masuk Srimulat. Tidak mudah bagi pemain yang sebelumnya main sandiwara, seperti saya, bisa masuk Srimulat," kata Kadir.

Tulisan ini merupakan bagian dari Liputan Khusus CNN Indonesia. Ikuti selengkapnya di sini: Srimulat Tak Pernah Tamat. (end/vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER