Pandemi Covid-19, Industri Musik Korea Merugi Rp1,51 Triliun

CNN Indonesia
Kamis, 20 Agu 2020 13:37 WIB
Meski sejumlah musisi besar merilis karya baru dan menggelar konser virtual, industri musik Korsel tetap merugi hingga Rp1,51 triliun di tengah pandemi.
Ilustrasi K-pop. (AFP Photo/Ed Jones)
Jakarta, CNN Indonesia --

Meski sejumlah musisi besar Korea Selatan merilis karya baru dan menggelar konser virtual, industri musik Negeri Ginseng secara keseluruhan ternyata merugi hingga 121,3 miliar won atau setara Rp1,51 triliun di tengah pandemi Covid-19.

Fakta ini terungkap dalam pemaparan Asosiasi Industri Label Rekaman Korea di salah satu seminar beberapa waktu lalu.

Kerugian tersebut sebagian besar akibat pembatalan ratusan konser dalam lima bulan terakhir. Selama pandemi, konser dan festival musik K-pop serta klasik memang dibatalkan dan beralih ke acara virtual. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka kemudian menjelaskan bahwa sejak Februari hingga akhir Juli, 162 konser di kawasan Hongdae dibatalkan dan menyebabkan kerugian 1,1 miliar won (Rp13,7 miliar).

Di tingkat nasional, sekitar 288 konser batal hingga menyebabkan kerugian 106,4 miliar won (Rp1,3 triliun). Sementara itu, 539 acara lainnya batal digelar dalam periode itu dan memicu kerugian 121,3 miliar won (Rp1,51 triliun).

Dari keseluruhan data tersebut, 89 di antaranya merupakan konser yang seharusnya digelar oleh perusahaan anggota asosiasi. Dengan pembatalan ini, total kerugian mereka mencapai 13,9 miliar won (Rp173,1 miliar).

"Ini merupakan situasi di mana biaya produksi album tak bisa ditanggung melalui penjualan album sebelumnya. Kami biasanya menutupi biaya produksi melalui sumber lain, seperti perilisan digital, konser, festival, dan dana perwakilan," kata Presiden Asosiasi Industri Label Rekaman Korea, Lee Gyu-young, seperti dilansir Financial News via Naver.

Dalam kesempatan itu, Presiden Asosiasi Korea Live Sound, Go Jong-jin, menyatakan bahwa konser virtual yang dijadikan alternatif di tengah pandemi tak memberikan keuntungan signifikan.

"Setelah beralih ke konser daring, perusahaan membuat penjualan dengan menggunakan peralatan video. Namun, perusahaan sistem audio sama sekali tidak mendapat keuntungan signifikan karena konser diadakan tanpa penonton," tuturnya.

[Gambas:Video CNN]

Hal serupa disampaikan perwakilan Sound Republica Inc Noh Geon-shik yang berkata, "Konser daring membutuhkan anggaran yang lebih tinggi daripada pertunjukan offline. Daring membutuhkan biaya siaran, tenaga kerja untuk pengembangan sistem, dan pengeluaran lebih besar untuk promosi online."

Oleh sebab itu, mereka saat ini berharap pemerintah bisa membantu mengatasi permasalahan tersebut demi menjamin agar industri musik tetap hidup.

"Kami berharap proyek dukungan pemerintah bisa berlaku jangka panjang. Setidaknya, kami berharap mereka menerapkan kebijakan yang akan menjaga fondasi industri musik," ucap Joo Sung-min dari V Entertainment.

(chri/has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER