Komika Bintang Emon dan Ernest Prakasa baru-baru ini ikut membahas polemik Omnibus Law dengan banyolan-banyolan mereka, lewat sebuah unggahan di akun media sosial.
Dengan gaya komedi satir, Bintang berbicara soal dirinya yang semula tak ikut-ikutan berkomentar soal Omnibus Law tapi dituduh sebagai provokator. Selain itu, ia juga menyinggung soal kinerja pemerintah.
"Gue kemarin belum berkomentar soal Omnibus Law karena gue sadar gue belum segitu pahamnya soal Omnibus. Daripada gue bikin salah paham mending gue diem, anteng. Nah udah diem, udah anteng masih dituduh provokator," kata Bintang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Bintang memang sempat mengunggah tangkapan layar di YouTube dengan keterangan bahwa ia dituduh sebagai menjadi provokator kebakaran pos polisi.
Meski demikian, Bintang tetap mengajak pengikutnya untuk tidak takut bersuara di media sosial.
"Karena media sosial merupakan wadah perjuangan baru untuk kita. Jangan takut tapi tetap harus hati-hati, karena di situ ada UU ITE. Kalau mau aman dari UU ITE, jangan sebut nama, jangan sebut instansi, visual, jangan bersuara. Bercanda," katanya sembari tertawa.
Dia lanjut mengatakan, "Ini kan negaranya demokrasi banget, kebebasan bicara kita dijamin, aman, bener. Lagian lu kalau mau kritik pemerintah apa yang mau dikritik? Orang kerjanya udah bener banget, anggota dewan nyusun RUU kilat banget, bahkan ketuk palunya tengah malam saat orang pada merem. Itu bukti kerja keras."
"Walaupun enggak tahu kenapa ketok palunya malem-malem. Mungkin habis rapat agendanya nonton Liga Champion."
Selain itu, Bintang juga berkomentar bahwa sebenarnya para anggota dewan DPR begitu patuh dengan protokol kesehatan.
"Kita harus apresiasi pejabat, karena menerapkan protokol kesehatan dengan sangat baik. Pas rakyat turun, wakil rakyatnya sosial distancing, pejabat cuci tangan demi alasan kesehatan. Beberapa mahasiswa kita di-lockdown. Itu bukti pemerintah serius menangani Covid-19."
Di akhir, sembari tersenyum, Bintang pun berguyon membelokkan pendapatnya bahwa ia sedang membicarakan pemerintah Bulgaria.
Sementara Ernest Prakasa memilih menyampaikan pembahasan yang lebih serius dengan memberi beberapa poin yang ia nilai bermasalah dalam Omnibus Law.
"Mari bahas Omnibus Law, gue sebenernya males bahas ini bukan karena enggak penting tapi karena sudah ada semuanya informasinya kalau googling. Tapi dari komen di unggahan sebelumnya banyak yang belum aware (sadar) kenapa ini diributin," kata Ernest mengawali video berdurasi lima menit di Instagram.
"Buat gue secara personal, yang bikin resah, merasa perlu membahas adalah rasa ketidakadilan, buat gue pribadi ya."
Ernest kemudian mengupas tiga poin utama yang bermasalah dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker), di antaranya soal perubahan aturan soal pekerja kontrak dan outsourcing menjadi tanpa batas waktu, serta pengurangan nilai pesangon yang diterima pegawai ketika di PHK.
"Itu hanya sedikit, keep yourself inform (tetap cari informasi). Jangan hanya karena rame lo ikut komen tapi enggak benar-benar tahu," katanya.
Selain itu, Ernest juga menekankan tentang hal yang perlu diperhatikan pada orang-orang yang kerap fokus menanyakan soal sudah membaca drafnya secara utuh atau belum.
"Terakhir buat teman-teman yang nanya 'Udah baca semua?' Gini, gue tahu UU-nya enggak sepenuhnya jelek, pasti ada bagusnya, gue percaya. Tapi UU tidak sepenuhnya buruk enggak cukup, tidak sepenuhnya buruk doesn't qualify as something (tidak memenuhi syarat sebagai sesuatu) yang melindungi rakyat,"
"Yang kita perlukan tidak sepenuhnya buruk atau tidak sepenuhnya baik. Tapi sepenuhnya baik, itu yang layak kita dapatkan sebagai warga Indonesia. Mohon maaf kalau salah."
(agn/bac)