Pergeseran Napas Sinetron Religi, dari Komedi Jadi Ngeri
Tiga penggali kubur gagal menggali sejak pertama kali mengayunkan pacul. Alih-alih tergali dengan mudah, di balik tanah itu justru terdapat batu besar. Mereka coba menggali di tempat lain, lagi-lagi batu menghalangi bagian yang hendak digali.
Puncak masalah terjadi ketika keluar kobaran api dari tanah tersebut. Penggali kubur sontak menghindar dan berhenti menggali. Mereka menyerah dan tak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Petaka itu membuat Ramdan yang meninggal akibat tersambar petir sulit dimakamkan sebagaimana jenazah umat Muslim dimakamkan. Meski pada akhirnya anak durhaka itu berhasil dimakamkan setelah ibunya memaafkan kesalahannya.
Kisah tersebut merupakan inti dari episode pertama sinetron religi Hidayah yang bertajuk Jenazah Dihanyutkan Ke Sungai. Dalam proses pemakaman yang sulit, jenazah Ramdan memang sempat dihanyutkan melewati sungai.
Hidayah sendiri pertama kali mengudara pada Juli 2005 silam, setelah itu berlanjut sampai 2012 dengan total 150 episode. Premis setiap episode kurang lebih sama, orang yang tidak baik dalam kehidupan akan mendapat ganjaran ketika meninggal.
Hidayah hanyalah satu dari sekian banyak sinetron religi dengan cerita yang mengerikan alias azab. Sinetron lainnya adalah Rahasia Ilahi (2004-2007), Pintu Hidayah (2005-2007), dan Iman (2005-2006).
Bahkan, sinetron drama komedi pun beralih menjadi sinetron azab pada musim ketiga, yaitu Si Yoyo 3 (2005-2007).
Bila diperhatikan, premis cerita sinetron azab di atas jauh berbeda dengan sinetron religi pendahulu pada dekade 1990-an sampai awal 2000an. Sebelumnya, cerita sinetron religi bermuatan komedi, seperti Kiamat Sudah Dekat (2003).
Ada pula yang bermuatan fiksi ilmiah seperti Lorong Waktu (1999-2006). Dalam sinetron yang berlangsung selama enam musim tersebut terdapat perjalanan ruang dan waktu yang dioperasikan melalui komputer dan sejumlah gawai pendukung.
Akademisi Fakultas Film dan Televisi (FFTV) Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Satrio Pamungkas, menilai pergeseran premis cerita setidaknya terjadi karena dua hal. Pertama, pada medio 2000-an pola pikir manusia cenderung berubah dari tradisional menjadi kontemporer.
"Karena pemikiran itu agama tidak hanya dilihat dari secara syariat pada umumnya, tetapi dengan cara lain. Akhirnya sinetron religi mengubah pola cerita dengan memasukkan cerita yang mengerikan namun tetap menarik," Kata Satrio saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Kedua, keleluasaan sineas dalam membuat sinetron yang berkaitan dengan agama pasca rezim Orde Baru. Pada masa itu agama Islam dan pemeluknya ditampilkan selalu positif sehingga terbilang superior.
Satrio mencontohkan dengan film Pengabdi Setan pada 1980 silam. Dalam film itu diperlihatkan setan sebagai sosok yang mengerikan kalah dengan ustaz yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, sangat hitam putih. Begitu pula dengan sejumlah film horor lain.
"Kalau di sinetron azab ini terbalik, bahwa manusia sebagai pemeluk agama Islam bisa melakukan kesalahan juga yang pada akhirnya berujung mengerikan. Dulu setan yang mengerikan, kemudian berubah menjadi manusia yang mengerikan," kata Satrio.
Selain itu, Satrio menilai cerita sinetron azab tidak sepenuhnya orisinal. Pasalnya, cerita-cerita itu terinspirasi atau diadaptasi dari majalah Hidayah. Majalah religi yang mengisahkan berbagai azab mengerikan terhadap orang yang sudah meninggal.
Lihat juga:Memori Manis Sinetron Ramadan Lorong Waktu |
Bukan hanya Satrio, sineas Deddy Mizwar yang konsisten membuat sinetron religi turut memantau sinetron-sinetron azab itu. Menurutnya, sinetron tersebut kurang ideal dan seperti memperlihatkan bahwa Islam adalah agama yang mengerikan.
"Kalau begitu Islam bukan agama rahmatan lil alamin, tertutup semua pintu robat. Padahal ada ruang untuk bertobat. (Sinetron seperti itu laku) karena dikasih terus, seribu kehobongan akan menjadi sebuah kebenaran," Kata Deddy.
Ia melanjutkan, "Kita jangan menjadi rombongan itu, biarkan saja orang itu, kan motivasi (membuat sinetron) lain-lain. Yang bikin pun bukan orang Islam, dia enggak mengerti dan apalagi motivasinya hanya duit."
Dari sudut pandang agama Islam, Ustaz Wahyul Afif melihat sinetron religi dari dulu sampai sekarang sebagai sarana dakwah pada era modern. Baik sinetron religi yang bermuatan komedi mau pun yang bermuatan kisah-kisah mengerikan.
Sinetron religi, katanya, merupakan salah satu bentuk dari metode dakwah bil hikmah. Artinya, berdakwah dengan baik melalui pendekatan yang sesuai dengan sasaran, dengan begitu dakwah bisa sampai ke sasaran.
Tentunya tidak setiap sasaran bisa ditembus dengan cara dakwah yang sama. Misalnya anak kecil, mereka lebih cocok dengan Lorong Waktu karena ceritanya tergolong fantasi. Sementara, sinetron azab tidak cocok untuk anak kecil.
"Saya pikir bahwa pembuat sinetron ini ingin agar orang tahu bahwa ada manusia yang mengalami kejadian tidak biasa karena melakukan apa. Itu memang nyata, apalagi bagi kami yang sering berurusan dengan mayat," kata Wahyul.
"Tetapi bagi kami enggak layak untuk diceritakan, yang penting adalah mengambil sisi positifnya. Jadi ketika ada sinetron azab, selalu ambil positifnya saja, jangan ambil sisi negatif karena kita enggak tahu alam kubur seperti apa," tutup Wahyul.
(adp/fjr)