Keberadaan Nyoman amat membantu kegiatan Masayo dalam menghasilkan hyotan lamp. Apalagi kala awal milenium, kerajinan ini belum terlalu dikenal. Dengan seluruh proses dikerjakan seorang diri, Masayo hanya bisa mengenalkan karyanya di pameran seni.
Namun usahanya tidak sia-sia. Meski pameran hanya berlangsung tiga-empat kali setahun di Jepang, Masayo berhasil mengenalkan hyotan lamp hingga ke Boston, Amerika Serikat.
Hyotan lamp juga menjadi penerang hubungan Masayo dan Nyoman. Keduanya bertemu kala Masayo liburan di Bali dan menjadi dekat karena kisah usaha hyotan lamp. Mereka kemudian jatuh cinta dan menikah pada 2004 silam. Kini, keduanya tinggal di kawasan Gumino, Kumamoto, Jepang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nyoman dan Masayo mengisi waktu perkawinan mereka dengan proyek ini dan menamakan karya ini Hyota Lamp. Sebagai pembeda dengan lampu labu lainnya, mereka menggunakan pola ukiran yang memiliki cerita, mulai dari ala Cinderella hingga pengalaman pribadi.
Cerita itu juga disampaikan kepada pembeli atau pengunjung secara lisan kala pameran. Kini, mereka menuliskan kisah-kisah di balik ukiran lampu labu pada kertas kecil kala membeli karya keduanya.
![]() |
Satu set hyoyan lamp berukuran kecil karya Nyoman dan Masayo dijual mulai dari 15 ribu yen atau sekitar Rp2 juta. Sementara, satu set hyotan lamp berukuran besar dijual mulai dari 30 ribu yen atau sekitar Rp4 juta. Setahun, keduanya bisa menjual 100-200 set dengan 80 persen datang dari pameran.
Nyoman dan Masayo mengaku sempat merasakan kesulitan pada 2014, justru ketika lampu labu ramai di pasaran. Nama Hyotan Lamp yang mereka pilih rupanya dipatenkan oleh pengrajin lainnya. Bukan hanya itu, keduanya mengaku pola lampu mereka juga dicuri.
Hal itu membuat keduanya frustrasi dan berhenti dari bisnis ini selama dua tahun. Selama itu, mereka mengikuti banyak seminar bersama seniman lainnya. Dari pertemuan-pertemuan itu, seorang seniman menyemangati keduanya untuk kembali berkarya. Nyoman dan Masayo pun kembali ke karya seni lampu labu dengan nama baru, Gumino Lamp.
"Seiring berjalannya waktu, Hyotan Lamp tidak lagi dikenal sebagai sebuah merek karena semakin banyak seniman yang membuat. Hyotan lamp akhirnya menjadi sebutan umum untuk lampu yang terbuat dari hyotan," kata Masayo.
![]() |
Kini, pandemi membuat penjualan Gumino Lamp menurun 50 persen dan keduanya tak bisa lagi mengikuti pameran yang menjadi lapak terbesar bisnis mereka. Penjualan secara daring pun tak bisa jadi andalan utama karena harganya lebih mahal dari biasanya akibat komisi kepada market place.
Masayo menyebut masalah itu ditambah dengan sikap sebagian pedagang yang mengenalkan hyotan lamp sebagai jimat alih-alih seni demi menarik pembeli. Padahal, ini 100 persen seni.
"Kami memang sedang melakukan pengembangan lain agar berbeda dan tak kalah bersaing. Seperti membuat cerita pada kertas kecil. Kami juga sedang berpikir untuk mengimpor lampu ini ke luar negeri," kata Nyoman.
(adp/end)