Review Film: Blood Red Sky

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Jumat, 27 Agu 2021 19:48 WIB
Review Red Blood Sky menyebut film ini tak cukup meyakinkan untuk dipertahankan dalam daftar putar film yang mungkin akan ditengok lagi.
Review Red Blood Sky menyebut film ini tak cukup meyakinkan untuk dipertahankan dalam daftar putar film yang mungkin akan ditengok lagi. (dok. Rat Pack Filmproduktion/Sirena Film/Netflix via IMDb)

Maaf saja. Di balik tampang yang polos dan akting Carl Anton Koch yang luar biasa untuk bocah belum puber, keberadaan Elias sebenarnya merepotkan dan membuat situasi semakin kacau.

Ia hanya hilir mudik ketakutan memanggil ibunya, yang mana membuat situasi semakin sulit, dan membantu ibunya yang sudah jadi vampir pun tak bisa karena ia masih bocah. Walaupun penulis Peter Thorwarth dan Stefan Holtz mempersiapkan peran khusus untuk bocah tersebut, namun tetap saja bikin kesal.

Namun di situlah aspek pintar dari film ini. Elias adalah satu-satunya sosok yang mampu menyeret emosi penonton untuk masuk ke dalam film dan merasakan degup adrenalin ceritanya, terlepas apakah ada penonton yang terkesan atau justru kesal seperti saya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Film Blood Red Sky (2021)Review Film Blood Red Sky (2021) menyebut di balik tampang yang polos dan akting Carl Anton Koch yang luar biasa untuk bocah belum puber, keberadaan Elias sebenarnya merepotkan dan membuat situasi semakin kacau. (dok. Rat Pack Filmproduktion/Sirena Film/Netflix via IMDb)

Saya memang kesal saat melihat beragam aksi dalam film ini, namun saya juga cukup menikmati film ini meski berisi beragam adegan kekerasan yang membuat orang seperti saya memejamkan mata secara refleks. Saya terbawa oleh ceritanya yang klise, entah karena saya rindu akan film 'receh' atau karena kemampuan film ini membawa saya ke dalam ceritanya.

Kesamaan konsep dengan Train to Busan namun memiliki after-taste yang jauh berbeda itulah yang membuat saya yakin tak akan memilih film ini, setidaknya hingga saya lupa bahwa saya pernah menyaksikan film ini.

Efek Train to Busan yang sungguh membuat jantung berdegup cepat namun bisa membuat menyentuh rasa kemanusiaan itulah yang tak bisa diikuti Blood Red Sky. Meski film garapan Peter Thorwarth ini sudah menampilkan berbagai drama penyanderaan, pengorbanan ibu-anak, hingga kenangan asmara.

Terlepas dari keengganan saya kembali melihat film ini di kemudian hari, saya memberikan nilai tambah atas sejumlah isu yang coba disinggung dalam Blood Red Sky.

Beragam isu tersebut seperti rekayasa pelaku pembajakan, ketika pembajak sesungguhnya justru memaksa penumpang muslim untuk membacakan pernyataan aksi pembajakan yang akan dipublikasikan.

Hal itu seolah menyinggung stigma bahwasanya aksi terorisme selalu dikaitkan dengan muslim, yang mana memicu islamofobia di tengah-tengah masyarakat Barat.

[Gambas:Youtube]



Selain itu, ada pula beragam konspirasi yang mencengkeram benak masyarakat dan mengaburkan fakta yang sebenarnya. Hal ini terlihat ketika para penumpang panik dengan aksi pembajakan pesawat dan mereka mulai berspekulasi, mulai dari dari masalah saham hingga pemilu. Padahal aslinya pembajak hanya ingin uang.

Belum lagi tingkah para penumpang pesawat yang amat beragam, mulai dari biasa saja hingga tengil minta ditonjok. Ragam kisah yang biasanya kita ketahui dari berbagai forum di internet.

Namun tetap saja, segala sisipan dan bumbu cerita tersebut tak bisa membuat saya merasa film ini masuk dalam "daftar tengok kembali". Masih ada film serupa yang lebih bagus dan sama tegangnya tanpa harus membuat saya merasa heran ketika daftar kredit masuk ke dalam layar.

Blood Red Sky tayang 23 Juli 2021 di Netflix.

(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER