Jakarta, CNN Indonesia --
Pengawasan penuh pemerintah pada masyarakat seperti menjadi atribut yang melekat pada Partai Komunis China selama ini. Semua sektor kehidupan masyarakat --termasuk industri hiburan-- tak pernah diserahkan sepenuhnya pada pasar dan harus tunduk pada regulasi dan nilai-nilai komunal.
Meski dalam dua bulan terakhir isu ini semakin mencuat dengan berbagai pembatasan mulai dari bayaran artis hingga larangan pria kemayu tampil di televisi, sesungguhnya pengawasan ketat pada intelektual China sudah berlangsung sejak Dinasti Ming (1368-1644)
Represi terjadi dalam perbedaan pendapat politik dalam sejarah sastra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gao Qi, seniman yang dikenal sebagai Empat Raksasa Sastra Suzhou, bersama tiga penyair lainnya dieksekusi di depan umum di masa pemerintahan Kaisar Hongwu, Zhu Yuanzhang, karena dianggap terlibat konspirasi perlawanan.
KONTROL DAN SENSOR PEMERINTAH CHINA |
Situasi serupa juga terjadi di masa-masa emas perfilman China pada awal 1920-an.
Ironinya, saat itu begitu banyak pengusaha berlomba-lomba investasi dalam bisnis tersebut.
Sekitar 176 studio film berdiri pada pertengahan 1920 dengan 146 di antaranya berada di Shanghai. Sebagian besar studio itu menghasilkan uang dengan cepat dengan meminjam peralatan, kemudian membuat film berkualitas rendah, dan masuk ke bioskop.
Situasi itu kemudian meresahkan studio film besar.
Dengan tudingan merusak pertumbuhan industri film yang sehat dan menurunkan kualitas produksi, studio film besar mendorong pemerintah membentuk kontrol resmi atas sektor perfilman.
Berdasarkan Encyclopedia of Chinese Film yang disunting oleh Yingjin Zhang dan terbit pada 2002, pemerintah Kuomintang (KMT) pada akhir 1920-an resmi memulai operasi penyensoran.
Mereka menyensor film-film yang berhubungan dengan bela diri, legenda, dan mitos karena studio-studio kecil sepenuhnya bergantung pada genre tersebut. Pemerintah menyebut genre tersebut mempromosikan takhayul, serta tidak memiliki akurasi sejarah.
Kejadian itu menjadi salah satu tonggak historis pembatasan industri hiburan di China. Kontrol terhadap publik yang begitu ketat ini kemudian masih berlangsung hingga sekarang.
Kontrol negara atas film, serta sektor hiburan lainnya seperti televisi, radio, hingga telekomunikasi semakin ditegaskan pada 1998, seiring dengan pendirian Administrasi Negara Radio, Film, dan Televisi (SARFT).
Seperti dalam jurnal History of the Chinese Film Industry oleh the Media Entertainment and Arts Alliance yang dipublikasikan pada 2002, SARFT melapor langsung ke Dewan Negara dan bertanggung jawab menyetujui konten film, program televisi, dan radio.
Lembaga ini terdiri atas 30 orang bersama staf dengan berbagai latar belakang dan dibagi dalam beberapa bidang kewenangan, seperti produksi bersama internasional yang ditangani tiga hingga empat orang.
Mereka juga menetapkan alokasi proporsi waktu untuk program televisi asing sesuai dengan syarat Departemen Propaganda Partai Komunis China.
Tujuan utama sistem sensor adalah mempromosikan moralitas konfusianisme, stabilitas politik, dan harmonisasi sosial.
Proses sensor perfilman di China di halaman selanjutnya...
SARFT atau yang kini dikenal dengan Administrasi Radio dan Televisi Nasional (NRTA) dalam menerapkan sistem sensor perfilman akan menjunjung tinggi nilai-nilai Partai Komunis, yang bahkan bisa dimulai dari naskah.
Seperti dilansir IndieWire beberapa waktu lalu, beberapa tahap harus dilalui tim produksi sebelum karyanya bisa disaksikan masyarakat luas.
Mereka menyerahkan skenario atau film ke badan sensor untuk ditinjau. Komite atau dewan memiliki waktu 15 hari untuk memberikan tanggapan. Namun, pada kenyataannya tanggapan bisa keluar lebih dari batas waktu itu.
SARFT kemudian memberikan komentar agar film itu bisa memenuhi semua persyaratan sensor. Mereka tidak memberi tahu hal yang harus diperbaiki, melainkan menyebutkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
Beberapa hal yang dianggap tabu adalah seks, kekerasan, percabulan, agama, takhayul, perjudian, penyalahgunaan narkotika, merokok, aktivitas kriminal, tidak memiliki fakta ilmiah seperti perjalanan waktu atau hantu.
Hal yang juga sangat dilarang adalah kritik terhadap partai komunis, kepemimpinannya, atau legitimasinya.
 Film dokumenter China Behemoth (Bei Xi Mo Shou) yang dirilis pada 2015 dilarang tayang di bioskop lokal tapi berjaya internasional. (Foto: Arsip Institut National de I'Audiovisuel via IMDb) |
Tim produksi lalu diberi kesempatan mengubah atau memodifikasi film. Setelah itu, naskah atau film itu diserahkan kembali pada SARFT untuk ditinjau ulang, hingga mendapatkan persetujuan.
Namun, pembuat film bisa mengajukan peninjauan tambahan jika tidak setuju dengan hasil tinjauan komite.
Sebuah film yang tidak disetujui SARFT untuk tayang di layar lebar tidak langsung 'mati dan dikubur' begitu saja. Film-film itu masih berpeluang tayang di layar kaca jika mendapat persetujuan Administrasi Umum Pers dan Publikasi (GAPP).
Rebecca E. Harvey dalam jurnal Cinesteshia Vol. 9, A Short History of Film and Censorship in Mainland China, yang dipublikasikan pada 2019 mencatat film-film yang dilarang tayang di China memiliki daya pikat tertentu di luar negeri.
"Sehingga beberapa film yang tidak lolos sensor masih dirilis dalam bentuk DVD di dalam negeri dan dapat menggunakan status 'terlarang' sebagai taktik promosi di luar negeri," tulis Rebecca.
 Film China A Touch of Sin (Tian Zhu Ding) kesulitan mendapatkan izin penayangan di bioskop lokal karena menampilkan banyak kekerasan. (Foto: Arsip Xstream Pictures via IMDb) |
Beberapa film juga diizinkan pemerintah diputar di festival film internasional, walau di saat yang bersamaan dilarang tayang di dalam negeri. Hal itu dinilai untuk mempromosikan citra positif demi menjaga hubungan yang baik.
Salah satunya adalah film dokumenter Behemoth garapan Zhao Liang. Film itu tidak bisa didistribusikan di dalam negeri karena mengkritik penambangan batu cara di China dan Mongolia lewat dampak lingkungan, sosiologis, serta kesehatan masyarakat.
Namun, film tersebut memenangkan penghargaan festival internasional seperti Best Documentary Stockholm International Film Festival Suède, Special Jury Prize TOKYO FILMeX, serta Firebird Awards of Documentary Competition Hong Kong International Film Festival.
Sistem sensor yang ketat telah membatasi film yang bisa dinikmati penonton China. Namun, pada dasarnya, produksi film di China masih tinggi dan film-film lokal serta bertema nasionalisme selalu menguasai box office setiap tahunnya.