Perfilman China mulai yakin melangkah ke dunia film internasional pada 1990-an, ketika banyak sutradara mengikuti festival film dan sederet film China menang di ajang global.
Sebut saja Farewell My Concubine (1993) yang membawa pulang piala Golden Globes dan Cannes Film Festival walau tidak mendapat izin penayangan dalam negeri akibat konten homoseksual dan Revolusi Kebudayaan China.
Namun, kemenangan itu tak hanya memberikan energi pada industri film lokal tapi juga menampilkan gelombang baru perfilman China kepada dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, pemerintah China juga mulai membuka pasar film untuk investasi keuangan asing, seperti Hong Kong dan Taiwan. Padahal keduanya dilarang berpartisipasi dalam pasar China selama lebih dari tiga dekade.
![]() |
Di sisi lain, pemerintah China masih tetap memastikan uang penonton China tidak lari ke negara asing, terlebih lagi Hollywood. Sehingga, China lewat Kementerian Radio, Film dan Televisi membuat proyek 9550.
Proyek itu membuat China hanya mengizinkan 10 film asing untuk masuk setiap tahunnya sejak 1996-2000. Angka itu bertambah dalam dua dekade.
Namun, di tengah jalan, Kementerian Radio, Film, dan Televisi dibubarkan dan diganti dengan dua otoritas baru yakni Administrasi Negara, Radio, dan Televisi (SARFT) dan Kementerian Perindustrian Informasi pada 1998.
Sistem sensor atas konten-konten hiburan China, termasuk film, disebut lebih komprehensif dalam SARFT atau yang kini dikenal dengan Administrasi Radio dan Televisi Nasional (NRTA).
Lembaga itu dibentuk dengan tujuan memastikan film dibuat 'benar' secara politik dan tepat didistribusikan secara tepat. SARFT berhak melarang tayang produksi apa pun yang tak mendapatkan persetujuan sebelumnya.
![]() |
Ainhoa Marzol Araburu dalam The Film Industry in China yang terbit pada 2017 menuliskan dua cara yang biasanya digunakan studio film China memperbesar bisnis atau pundi uang.
Selain bekerja sama dengan Hong Kong atau Taiwan dalam menjangkau pasar tertentu, mereka juga bisa memproduksi film dengan biaya pemerintah. Apalagi, pemerintah memegang kendali atas China Film Group (CFG) Corporation yang paling banyak memegang rantai industri film China.
"Ini biasanya menjadi jalan yang dipilih studio-studio kecil," tulis Ainhoa.
Founding of a Republic menjadi contoh kesuksesan langkah itu. Film tersebut 'dipesan' pemerintah untuk memperingati hari jadi ke-60 Republik Rakyat China. Sekitar 177 bintang dan sutradara terkemuka, seperti Vicki Zhao, Vivian Wu, Donnie Yen terlibat di dalamnya.
Film yang dirilis pada 2009 itu menuai cuan hingga 400 juta yuan dan jadi pertanda China siap memasuki arus blockbuster komersial utama dengan film propagandanya.
Panduan dalam Memfasilitasi Pengembangan Industri Film diterbitkan Dewan Negara pada 2010 sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam mempromosikan film China di luar negeri sekaligus peningkatan soft power budaya nasional.
Di tahun yang sama, China juga mencetak rekor pendapatan box office. China Daily melaporkan box office pada 2010 meningkat 61 persen, menjadi hampir US$1,5 miliar.
SARFT mencatat China membuat 500 film pada 2010, peringkat ketiga setelah Bollywood dan Hollywood dalam produksi film tahunan. Angka produksi film dan jumlah bioskop di China terus meningkat sejak saat itu hingga pandemi melanda.
Pada 2020, China menyalip penghasilan tahunan Amerika Utara, box office terbesar di dunia, dengan kenaikan mencapai US$1,988 miliar pada Minggu (18/10).
Berdasarkan data Artisan Gateway yang dilansir Hollywood Reporter, angka itu membuatnya menyalip Amerika Utara yang mengumpulkan US$1,937 miliar.
Sejumlah film-film patriotik kerap mendominasi box office lokal dan memecahkan rekor, seperti Wolf Warrior 2 (2017) yang turut diproduksi China Film Group. Film itu menjadi yang terlaris di China sepanjang masa.
"Partai Komunis telah berhasil memperkuat persaingan dalam industri film China di pasar domestik sambil tetap mempertahankan cengkeraman kuat pada budaya umumnya dan secara khusus industri film," tulis Y. Yang.
(fby/chri/vws)