Tim penulis film Nussa dengan cermat memasukkan beberapa keegoisan anak kecil dalam karakter ini, seperti kecemburuan ketika tak lagi menjadi pusat perhatian, hingga sifat kekanak-anakan yang ia miliki menghadapi situasi orang tuanya.
Hal itu membuat Nussa lebih down to earth tanpa kehilangan sifat karakter itu yang memang memiliki keluhuran budi.
Bahkan sejumlah adegan seperti dibuat sebagai pembeda dari serialnya, seperti saat Nussa tampil tanpa kopiah. Keputusan ini terbilang riskan, ketika memodifikasi karakter yang telah dikenal baik oleh penggemarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun justru hal itulah yang membuat film Nussa terasa lebih moderat dibanding versi serial dan memungkinkan siapa pun bisa menikmati, tanpa harus merasa tak nyaman dengan konten Nussa.
Lihat Juga : |
Terkait dengan kostum yang sempat menjadi perdebatan, nyatanya pakaian itu hanya digunakan oleh Nussa dan memang jadi ciri khasnya.
Karakter lain dalam film ini pun berpakaian selayaknya masyarakat pada umumnya. Lagi pula, masih lebih sopan animasi ini dibanding animasi anak Barat.
Akan tetapi bagaimana dengan tanggapan penggemar Nussa versi serial? Sejatinya, ini merupakan konsekuensi yang mesti diambil oleh Visinema. Namun saya rasa, penggemar versi serial tak akan keberatan dengan modifikasi ini.
![]() |
Selain dari karakter Nussa yang lebih moderat, film ini memiliki pesan lebih luas dan banyak dibanding hanya sekadar memberikan ajaran agama.
Pada serial, Nussa lebih didominasi pengetahuan agama dan budaya Islam yang dinarasikan dalam kehidupan sehari-hari. Namun kali ini, narasi itu bukan jadi sajian utama.
Bahkan film ini memuat pesan pengasuhan kepada orang tua soal memahami anak hingga inspirasi kemanusiaan yang bisa jadi teladan bagi anak-anak.
Segala pesan itu dikemas dengan cara yang halus, santai, dan terasa dekat, tanpa ada kesan menggurui. Bahkan, tim penulis dengan sengaja membuat cerita ini mampu menggetarkan kantung air mata.
Hanya saja, alur cerita film ini terasa amat lambat dan bertele-tele pada bagian awal.
Agaknya, tim penulis sengaja memberikan waktu lebih banyak bagi penonton awam untuk mengenal Nussa sebelum memulai cerita inti. Namun ketika sudah masuk ke inti cerita, semua berjalan dengan mulus.
Selain itu, hal menyenangkan dari film ini bukan cuma dari segi cerita tetapi juga kehadiran karakter-karakter lain sebagai penyegar.
Mereka adalah Opie Kumis sebagai Babe Jaelani, Bibi Mur yang diisi oleh Asri Welas, Rarra yang diisi oleh Aysha Raazana Ocean Fajar. Mereka lah yang mampu membuat film Nussa terasa lebih menyenangkan dan ringan.
Dengan komposisi pada film ini, Nussa layak menjadi salah satu rekomendasi tontonan pada anak-anak.
Film ini juga memperkaya khazanah animasi anak Indonesia, sehingga konten animasi anak di Indonesia tidak lagi harus bergantung dari luar negeri yang berpotensi punya kultur gap dengan penonton.
Meski begitu, Nussa tetaplah harus ditempatkan sebagai tontonan dengan bimbingan orang tua. Bagaimana pun juga, orang tua adalah guru pertama dan contoh yang paling mungkin ditiru anak untuk kehidupannya.
(end)