Jakarta, CNN Indonesia --
Snowdrop, drama baru Jung Hae-in dan Jisoo BLACKPINK, kembali terlibat kontroversi karena dituding mendistorsi sejarah gerakan pro-demokrasi Korea. Kali ini, drama tersebut harus berhadapan dengan petisi yang ditandatangani lebih dari 200 ribu orang.
Seperti diberitakan Korea Times pada Senin (20/12), lebih dari 267 ribu orang telah meneken petisi baru Snowdrop dalam satu hari. Petisi baru itu diajukan ke situs Cheon Wa Dae dengan meminta serial tersebut henti tayang.
Pemohon menilai drama Snowdrop mengurangi sejarah gerakan pro-demokrasi di negara itu dengan menggambarkan mata-mata Korea Utara sebagai seorang pengunjuk rasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fakta sejarahnya, pengunjuk rasa gerakan demokrasi disiksa, dibunuh, dan secara keliru dituduh sebagai mata-mata. Namun, terlepas dari sejarah itu, serial ini memiliki plot yang mendistorsi nilai gerakan pro-demokrasi," tulis pemohon petisi itu.
"Korea adalah demokrasi yang diperoleh lewat kerja keras, rasa sakit, dan pengorbanan banyak orang tak bersalah."
"Karena pengaruh budaya Korea yang berkembang baru-baru ini, sekarang saatnya mempertimbangkan kembali beban distorsi sejarah di media," tulisnya.
Pemohon petisi juga menyoroti Snowdrop yang tayang di layanan streaming Disney+. Sehingga, drama itu berpotensi menyampaikan gagasan yang keliru tentang sejarah Korea Selatan kepada penpnton di luar negeri.
Ini bukan kali pertama Snowdrop diminta setop tayang oleh netizen karena dinilai distorsi sejarah. Drama tersebut pertama kali mendapat kecaman pada Maret 2021, setelah secuplik plot dan deskripsi karakternya bocor.
Plot itu dinilai mengagungkan mata-mata Korea Utara dan badan intelijen negara, yang dituduh menyalahgunakan kekuasaannya untuk menekan pembangkang politik dan aktivis pro-demokrasi di bawah rezim militer terkenal diktator, Chun Doo-hwan pada 1980-an.
Beberapa orang mengatakan karakter utama Snowdrop yang menjadi mata-mata dan menyamar sebagai aktivis pro-demokrasi menyesatkan.
Hal itu disebut menyiratkan keterlibatan Korea Utara dalam Pemberontakan Gwangju 1980, seperti klaim Chun Doo-hwan untuk 'membenarkan' penindasan brutal pemerintahnya terhadap gerakan tersebut.
Selain itu, netizen juga menyoroti nama awal karakter perempuan, Eun Young-cho, yang mirip dengan tokoh simbolis aktivis pro-demokrasi, Chun Young-cho.
Di dunia nyata, Chun Young-cho dipenjara dan disiksa. Suaminya juga disiksa hingga meninggal karena dituding sebagai mata-mata.
Pemilihan nama Young-cho mendapat kritik keras netizen hingga membuat jTBC mengganti nama tersebut menjadi Young-ro dan memastikan mereka tidak bermaksud mendistorsi sejarah.
Lanjut ke sebelah...
Sebelumnya, Profesor Bahasa dan Sastra Korea dari Universitas Nasional Chungnam, Yun Suk-jin, mengatakan terasa prematur untuk menuding Snowdrop sudah pasti mendistorsi sejarah bahkan di saat belum tayang di layar kaca.
"Ini adalah masalah sensitif, tetapi sampai sekarang, kami memiliki terlalu sedikit informasi untuk menilai serial ini, yang bahkan belum menayangkan episode pertamanya," kata Yun Suk-jin kepada The Korea Times Kamis (9/12).
Dalam konferensi media baru-baru, Sutradara Snowdrop Jo Hyun-tak menepis kekhawatiran netizen atas distorsi sejarah dengan menekankan serial tersebut menceritakan fiksi.
"Meskipun berlatar tahun 1987, semua yang ada di serial itu, seperti karakter dan agensi, dan kecuali situasi rezim militer dan pemilihan presiden, dibuat secara fiktif," katanya.
Ia juga memastikan plot yang bocor sebelumnya tidak mewakili plot serial yang sebenarnya.
"Penulis telah mengerjakan serial ini dengan rasa tanggung jawab dan akuntabilitas sehingga tidak akan ada hal-hal yang dikhawatirkan orang. Saya harap mereka menontonnya sendiri."
Namun, petisi baru malah muncul setelah episode pertama dan kedua Snowdrop tayang pada 18 dan 19 Desember 2021.
Tak hanya itu, netizen juga kini menyoroti karakter lainnya yakni ayah pemeran utama pria drama itu yang diduga terinspirasi dari musisi Korea Yun Isang di dunia nyata.
Dalam episode 2 Snowdrop, Yun Isang dikisahkan sebagai musisi terkenal di Berlin. Sehingga sang anaknya juga belajar di kota itu. Yun Isang juga disebut sebagai pemenang medali.
Namun, ia menghadapi penindasan dan tidak bisa kembali ke Korea. Hal tersebut membuat hanya sang anak yang bisa kembali ke negara tersebut.
Hal itu serupa dengan musisi Yun Isang di dunia nyata yang juga mendapatkan beberapa penghargaan musik. Berdasarkan laman Internationale Isang Yun Gesellschaft E.V, Yun Isang diculik dari Berlin ke Seoul pada 1967.
Ia diculik polisi rahasia Korea, disiksa dan didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi. Dalam persidangan, ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tingkat pertama.
Banyak artis dan pekerja seni di dunia menandatangani petisi untuk pembebasannya. Yun Isang kemudian dibebaskan pada 1969 setelah protes internasional tersebut.
Hingga pada 1971, Yun Isang memutuskan menjadi warga negara Jerman.
Hal-hal tersebut membuat penonton mengkritik klaim sutradara yang mengatakan Snowdrop sepenuhnya fiksi.
Seiring seruan agar serial tersebut ditarik dari penayangan, beberapa sponsor Snowdrop, seperti P&J Group dan merek fashion Ganisong, menarik iklannya.
"Kami meminta maaf kepada siapa pun yang terluka oleh distorsi sejarah. Perusahaan kami tidak diberitahu tentang naskah atau sinopsis acara ketika kami ditawari untuk mensponsori itu," kata Ganisong.
"Kami telah meminta agar merek kami dikeluarkan dari serial tersebut. Karena serial tersebut telah difilmkan, kami tidak dapat sepenuhnya menghentikan mereka untuk menunjukkan merek kami, tetapi kami akan mencoba yang terbaik."