Pandangan serupa telah diutarakan Sejarawan Robert Rosenstone bahwa dokumenter merupakan upaya membuka cara pikir berbeda dari masa lalu. Penilaian itu dikutip Desmond Bell dalam buku Documentary Film and History.
"Tujuannya bukan untuk menceritakan segalanya, tetapi untuk menunjukkan peristiwa masa lalu, atau untuk berbicara tentang sejarah, atau untuk menunjukkan mengapa sejarah harus bermakna bagi orang-orang di masa sekarang," tulis Desmond mengutip Robert.
Sehingga, potongan-potongan gambar atau klip yang ditampilkan dalam film dokumenter tidak selalu menawarkan akses secara langsung dan tepat ke masa lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bisa dari klip atau foto yang memang diambil ketika peristiwa sejarah atau terjadi di masa lalu, mengunjungi dan meminta keterangan saksi sejarah, atau dengan 'menghidupkan kembali' sejarah di masa kini.
Film dokumenter, tulis Desmond Bell, dibangun dengan prinsip montase, yakni percampuran unsur beberapa sumber untuk melukiskan gagasan yang berkaitan.
"Tidak peduli seberapa teliti penelitian sejarah, dengan tidak adanya kesaksian yang terekam atau gambar, kita hanya bisa mewakili masa lalu dengan membuat serangkaian asumsi tentang hal itu," tulis Desmond.
Pada akhirnya, film dokumenter adalah bidang inovasi kreatif menarik karena memiliki banyak elemen penting dalam pembuatannya, terutama sisi kreatifnya, seperti pengumpulan gambar, arsip, pengisi suara, terutama urutan rekonstruksi.
"Dalam mengolah kembali sumber daya naratif ini sebagai alat merepresentasikan dan menginterogasi sejarah, saya yakin pembuatan film dokumenter yang kreatif juga melakukan sejarah penting," tulis Desmond Bell.
Penjelasan lebih lanjut mengenai film dokumenter, mulai dari alasan sineas membuat dokumenter, proses pembuatannya, hingga nasib dokumenter di Indonesia akan dibahas lebih lanjut dalam Fokus edisi Februari 2022: Secuplik Cerita Film Dokumenter.
(chri)