Review Drama: Twenty Five Twenty One
Akhir Twenty Five Twenty One mungkin tak memuaskan hati banyak penonton, namun tak berlebihan rasanya jika Twenty Five Twenty One dianggap sebagai salah satu drama Korea terindah sekaligus realistis.
Kisah Twenty Five Twenty One tidak hanya berkutat dengan kehidupan remaja yang penuh keceriaan dan kebebasan, atau hanya sekadar cinta monyet yang kebanyakan disajikan oleh drama atau film remaja lainnya. Drama ini memperlihatkan pergulatan batin para remaja akan pilihan dalam hidup mereka.
Baek Yi-jin, Na Hee-do, Ko Yu-rim, Moon Ji-woong, dan Ji Seung-wan membuat penonton larut dalam manis pahit kehidupan mereka. Secara garis besar, 'Taeyang squad' mengajarkan bahwa setiap orang memiliki jalan masing-masing dalam memperjuangkan impian.
Lihat Juga : |
Ambil contoh Baek Yi-jin, yang semula hidup nyaman dalam keluarga yang kaya raya, mendadak harus berjuang dari titik nol. Kondisinya sebagai anak pertama membuat ia tak hanya berjuang untuk impiannya, tetapi juga bagi keluarganya.
Mulai dari berjualan koran, siapa sangka Baek Yi-jin mampu menjadi pembawa berita yang disaksikan jutaan penonton televisi Korea. Kondisi psikologis Baek Yi-jin selama menjalani profesi sebagai jurnalis digambarkan dengan apik oleh Nam Joo-hyuk.
Keistimewaan Twenty Five Twenty One juga terletak dalam karakter Na Hee-do, atlet anggar yang tak mau berhenti meraih impian meski dunia seolah tak mendukungnya. Keceriaan dan semangat yang dimilikinya membuat penonton jatuh hati setiap kali melihat aksinya.
Twenty Five Twenty One tak hanya soal mengejar impian. Drama ini juga mengajarkan makna keluarga. Setidaknya hal itu digambarkan dalam sosok Ko Yu-rim yang rela 'berkorban' demi kebaikan keluarganya.
Di sisi lain, karakter Ji Seung-wan juga menjadi daya tarik Twenty Five Twenty One. Dengan kecerdasannya, ia tak hanya mementingkan diri sendiri tetapi juga bagi lingkungannya. Ia berani menentang sistem yang salah, meski harus menanggung konsekuensi atas tindakannya.
Lanjut ke sebelah...