Kesenian budaya Reog baru-baru ini menjadi perbincangan hangat di media sosial. Hal itu disebabkan rencana pemerintah Malaysia mengajukan Reog sebagai kebudayaan negaranya ke UNESCO.
Reog merupakan salah satu budaya khas Indonesia yang lebih dikenal dengan sebutan Reog Ponorogo, lantaran berasal dari daerah di Jawa Timur tersebut.
Platform Indonesiana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan mencatat Reog Ponorogo sudah ada sejak zaman kerajaan Kediri sekitar abad XI. Sejarah kesenian itu juga menjadi cerita rakyat yang turun temurun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diceritakan terdapat sebuah kerajaan bernama Bantarangin di wilayah Ponorogo yang waktu itu bernama Wengker. Kerajaan itu dipimpin Raja bernama Prabu Klana Sewandono, dengan Patih bernama Pujangga Anom.
Suatu hari, Raja bermimpi menemui putri cantik bernama Putri Songgolangit dari Kerajaan Kediri. Prabu Klono Sewandono kemudian jatuh cinta dan mengutus patihnya untuk melamar Putri Songgolangit.
Sang Putri bersedia menerima lamaran Prabu Klana Sewandono, dengan syarat Sang Prabu dapat mempersembahkan pertunjukan yang belum pernah ada.
Prabu Klana Sewandono akhirnya menyanggupi permintaan sang putri dengan menampilkan pertunjukan dengan memanfaatkan Raja Singo Barong. Raja Singo Barong disebut berkepala harimau dengan seekor Merak bertengger di atasnya.
Penampilan itu diiringi bunyi-bunyian sehingga menghasilkan pertunjukan seperti yang diinginkan Putri Songgolangit.
Pertunjukan itulah yang hingga saat ini dikenal sebagai kesenian Reog.
Pertunjukan Reog umumnya dimainkan sebuah kelompok berisi 20 hingga 30 orang. Kelompok itu terdiri dari seorang warok tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong (Patih Pujangga Anom), dan Prabu Klono Sewandono.
Pementasan Reog Ponorogo tidak digelar di atas panggung, melainkan di sebuah halaman atau lapangan yang luas. Pertunjukan yang terbagi menjadi empat bagian itu selalu diawali dengan arak-arakan menuju tempat pementasan.
Lanjut ke sebelah...