Jakarta, CNN Indonesia --
Echow pergi ke tukang jahit yang biasa membuat kostum badut. Kostumnya selesai ala kadarnya. Lalu, rambut aslinya ia tata dengan hairspray seadanya. Echow sama sekali tidak mau dandan, tapi ia harus.
Hingga akhirnya ia berhasil bertransformasi menjadi karakter Sora dari gim Kingdom Hearts.
Itulah awal mula kisah Echow berkenalan dengan dunia cosplay pada 2006. Percobaan pertamanya menjadi seorang cosplayer ternyata membuat Echow ketagihan. Sejak saat itu, Echow semakin tenggelam dalam dunia cosplay.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Echow bertransformasi menjadi Sailor Venus dari anime Sailor Moon. (Foto: CNN Indonesia/Muhammad Hirzan Ibnurrusyd) |
Cosplay, jika menjabarkan maknanya dari padanan katanya, terdiri dari dua kata serapan bahasa Inggris, yaitu costume dan play. Namun, cosplay sesungguhya memiliki makna yang lebih dalam sehingga identik dengan kebudayaan Jepang.
Dari beberapa teori yang menjelaskan asal muasal cosplay, salah satunya datang dari penulis Fukiko Mitamura. Dalam bukunya yang berjudul "Cosplay Naze Nihonjin wa Seifuku ga Suki na noka" (Cosplay, Mengapa Orang Jepang Menyukai Seragam?), Mitamura mengatakan bahwa cosplay itu memiliki berasal dari budaya masyarakat Jepang itu sendiri.
Secara sederhana, Mitamura menjelaskan bahwa dalam budaya masyarakat Jepang, seseorang dapat dengan cepat menjalani sebuah peran ketika orang tersebut memakai kostum dari peran tersebut.
Pengamat budaya Jepang dari Universitas Al-Azhar Aji Yudistira memberikan contoh dari teori Mitamura. Misalnya, seorang pegawai negeri yang memiliki tata cara berpakaian layaknya seorang pegawai negeri.
"Setelah pakai baju pegawai negeri ini, dia merasa dia menjadi bagian dari pegawai negeri. Sehingga dia bisa melakukan hal tersebut dan secara psikologis dia jadi bisa melakukan hal tersebut," jelas Aji Yudistira kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Sehingga, apa yang dilakukan Echow berubah menjadi Sora dari Kingdom Hearts sudah termasuk cosplay karena ia mengenakan kostum karakter dan berusaha menjalani perannya sebagai Sora.
Begitu pula dengan cosplayer lain bernama Rikku. Saat pertama kali cosplay pada 2010, Rikku menirukan vokalis band Versailles yang bernama Kamijo.
Band tersebut memiliki konsep visual kei dengan tampilan yang dramatis. Sehingga, Rikku menirukan Kamijo dengan rambut yang ditata heboh, berpakaian seperti zaman Victoria, dan memakai makeup tebal.
Terkadang Riku pun menirukan gitaris Versailles yang bernama Hizaki. Meskipun seorang laki-laki, Hizaki sendiri manggung bersama Versailles menggunakan gaun perempuan era Victoria.
Dan, ketika cosplay Hizaki, Rikku lebih totalitas karena turut bermain gitar ketika tampil di atas panggung.
"Saya benar-benar live main gitar. Saya sering menang lomba cosplay karena itu," kata Rikku saat berkorespondensi dengan CNNIndonesia.com.
 Hasil akhir transformasi Rikku menjadi Dr. William Birkin dari Resident Evil 2 Remake. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Tren cosplay di Jepang telah merambah ke Indonesia. Aji mengungkapkan, awal mula munculnya tren cosplay di Indonesia berasal ketika sekolah dan kampus mulai menggelar acara budaya pop Jepang yang terjadi era awal 2000-an.
Puncak cosplay menjadi sebuah tren di Indonesia, berdasarkan pengamatan Aji, terjadi sekitar tahun 2010-an.
"Ketika muncul berbagai macam festival, akhirnya memengaruhi budaya cosplay juga, termasuk budaya cosplay di Indonesia," kata Aji.
Masuknya tren cosplay di Indonesia sejalan dengan masa Echow dan Rikku mulai menyicip cosplay.
Lanjut ke sebelah...
Selain itu, Echow dan Rikku memiliki kesamaan dalam menentukan karakter pertama yang mereka mainkan ketika terjun ke dunia cosplay, yaitu mereka suka dengan karakter yang mereka perankan. Hal tersebut yang menjadi alasan umum para cosplayer dalam menentukan karakter.
Namun, pemilihan karakter cosplay tidak hanya sekadar suka dengan karakternya.
Bagi Echow dan Rikku, keduanya tidak hanya sekadar memakai kostum dari karakter yang ingin mereka mainkan. Mereka tertantang memerankan karakter lain berdasarkan kostum yang dipakai karakter tersebut.
[Gambas:Instagram]
Termasuk, jika harus crossplay menjadi karakter yang berbeda gender dari mereka sendiri. Echow dan Rikku dikenal sebagai crossplayer. Mereka tidak takut untuk memerankan gender yang berseberangan.
Bahkan, Rikku sudah melakukan crossplay ketika awal-awal terjun ke dunia cosplay dengan bertransformasi menjadi Hizaki.
"Awal mula pakai baju perempuan karena jadi dia [Hizaki]. Saya jadi dia dan heboh banget. Di situ saya ikut lomba cosplay dan sering menang," kata Rikku.
Karena merasa tertantang dengan berbagai macam karakter yang bisa dimainkan lewat cosplay itulah Echow dan Rikku membuka kesempatan dari cosplay untuk menjadikannya ladang mencari nafkah.
Kini keduanya juga membuka bisnis masing-masing untuk membuat kostum cosplay. Mereka mulai belajar membuat kostum cosplay sendiri agar bisa memerankan karakter-karakter lainnya.
"Keseluruhan alasan itu harus suka [dengan karakternya]. Itu yang menjadi dorongan utama untuk membuat sesuatu-karena passion, 'kan," ujar Echow.
"Jadi, usahanya lebih banyak dan maksimal. Kalau dari awal enggak suka, itu cuma jadi pekerjaan," imbuhnya.
Cosplay identik sebagai hobi yang mahal. Harga satu kostum cosplay bisa mencapai jutaan rupiah.
Bagi cosplayer yang tidak bisa membuat sendiri kostumnya, mereka terpaksa membeli atau menyewa kostum. Tidak hanya pakaiannya, tapi juga harus wig, sepatu, hingga aksesoris tambahan agar semakin mirip dengan karakter yang mereka mainkan.
Daripada hanya menghamburkan uang tanpa menerima kembali, Echow dan Rikku memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membuka bisnis.
"Buat saya, cosplay adalah sesuatu yang menantang dan enggak cuma menghabiskan uang seperti yang sebagian orang pikir," kata Echow.
"Saya selalu berpikir untuk bisa memutar modal dari cosplay menjadi kostum dan karya lagi," lanjutnya.
 Echow menunjukkan koleksi kostum cosplay hasil buatannya. (Foto: CNN Indonesia/Muhammad Hirzan Ibnurrusyd) |
Lanjut ke sebelah...
Menjadi pembuat kostum cosplay pun tidak bisa bisa dikerjakan oleh satu orang saja. Echow sangat bersyukur dapat berkenalan dengan banyak teman dari komunitas cosplay sejak pertama kali berkecimpung dalam dunia tersebut.
Perkenalannya dengan teman-teman baru itu membuat Echow belajar banyak hal tentang pembuatan kostum cosplay. Ia tidak hanya bisa membuat kostum dari bahan kain, tapi ia juga menciptakan kostum armor, robot, hingga aksesoris cosplay.
"Kalau kita berada di antara orang-orang hebat, kita bakal jadi orang yang hebat juga," ucap Echow.
Begitu pula dengan Rikku. Ia mengaku mesti menabung saat awal-awal menggeluti cosplay. Rikku mengalami masa-masa yang sulit ketika pertama kali terjun ke dunia cosplay.
Untuk dapat bertransformasi menjadi karakter yang dimainkan, ia sempat menyicil satu per satu bagian kostum karakternya, mulai dari beli wig, lalu mencari sepatu, hingga menyicil bajunya.
Lama-kelamaan, Rikku mendapatkan uang jajan sendiri dari pekerjaan sebagai cosplayer. Ia juga belajar membuat kostum cosplay sendiri hingga akhirnya turut membuka bisnis jasa pembuatan kostum cosplay bersama rekan-rekannya.
"Cosplay itu harus punya kemampuan seni walaupun enggak terlalu mahir di bidang itu. Tapi, harus bisa," kata Rikku.
"Makanya dari luar terlihat sepele cuma pakai kostum. Setelah diceritakan dan menjalani proses itu, ternyata tidak gampang," imbuhnya.
 Cosplayer Rikku Tachibana berdandan di workshop Gondrong-Gondrong Cosplay. Jakarta, Jumat, 13 Mei 2022. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Menggeluti hobi cosplay juga bisa membuka kesempatan bagi para cosplayer untuk bepergian ke belahan dunia lain, termasuk Echow. Ia mengungkapkan hobinya kini dapat menerbangkannya ke Jepang, Swiss, hingga Amerika.
Echow tidak masalah apabila ikut kompetisi cosplay di luar negeri tidak membuahkan hasil apapun. Yang penting, katanya, ia sudah memberikan yang terbaik.
"Buat saya yang penting lakukan yang terbaik. Urusan menang atau enggak itu rezeki masing-masing. Dan, rezeki enggak cuma menang saja," ucap Echow.
"Dari cosplay saya bisa jadi host, costume maker, event organizer, dan juri. Banyak yang bisa dieksplor," sambungnya.
Menjadi cosplayer juga dapat berpengaruh ke psikologis, menurut Rikku. Ia berpesan agar jangan melihat cosplay sebagai suatu hal yang aneh, karena hobi cosplay pun pada dasarnya sama seperti hobi-hobi lainnya.
"Karena sebenarnya seru menjadi sesuatu yang kita inginkan, dan itu memupuk rasa percaya diri," katanya.
"Kalau dianggap bagus, dipuji, pasti kita percaya diri dan pasti mau cosplay lagi," sambung Rikku.