Kreator Ungkap Penyesalan 'Terlambat' dari Serial Friends
Marta Kauffman merasa ada yang ia sesali dari serial Friends yang ia garap. Ia kini menyadari dan mengakui bahwa serial legendaris tersebut kurang beragam dari segi karakter juga pemain.
Penyesalan itu kemudian membuat Kauffman menyumbang US$4 juta atau setara dengan Rp59,6 miliar (US$1=Rp14.923) kepada almamaternya, Brandeis University.
Dana tersebut digunakan untuk mendanai pendidikan di Departemen Studi Afrika dan Afrika-Amerika di kampus tersebut yang merupakan jurusan tertua terkait studi itu di negara tersebut.
Lihat Juga :CERITA DI BALIK LAYAR Susah Payah Kru Bentuk Set Asli Friends Demi Edisi Reuni |
Salah satu kreator Friends yang kini berusia 65 tahun itu mengaku awalnya berjuang untuk memahami kritik atas serial tersebut. Ia bahkan mengaku pengalaman itu "sulit dan bikin frustrasi".
Namun hampir dua dekade setelah acara tersebut rampung, Kauffman mengatakan kepada Los Angeles Times bahwa dirinya kini melihat apa yang menjadi bahan kritikan itu.
"Saya belajar banyak selama 20 tahun terakhir. Mengakui dan menerima rasa bersalah tidaklah mudah. Ini menyakitkan melihat dirimu di cermin," kata Kauffman.
"Saya malu bahwa saya tidak mengetahuinya lebih baik pada 25 tahun lalu," katanya.
Salah satu acara paling populer sepanjang masa yang tayang pada 1994 hingga 2004 tersebut sempat mendapatkan kritik karena dianggap tidak beragam juga tidak inklusif.
Friends mengisahkan perjalanan enam sekawan yang keseluruhannya adalah orang kulit putih dan heteroseksual yang tinggal di Greenwich Village, New York City.
Kawasan Greenwich Village merupakan salah satu kawasan yang terkenal ramah LGBT di New York City, kota yang begitu berisi keberagaman di Amerika Serikat.
Bukan hanya itu, selama 10 tahun serial itu berjalan, Friends jarang menampilkan karakter dengan pemain berkulit berwarna.
Friends hanya mengenalkan dua karakter berkulit warna dengan peran yang 'agak' penting, yaitu Charlie Wheeler (Aisha Tyler) dan Julie (Lauren Tom). Keduanya merupakan kekasih singkat dari Ross Geller (David Schwimmer).
Kauffman mengaku tragedi George Floyd pada 2020 adalah salah satu momen ketika dirinya menyadari betapa negaranya itu berkutat dengan masalah rasisme hingga akar rumput.
"Saya tahu kemudian saya perlu memperbaiki arah," kata Kauffman yang menyebut hal itu jadi alasan dirinya menyumbang jutaan dolar untuk almamaternya.
Beasiswa dari Marta Kauffman ini dilaporkan New York Post pada Rabu (29/6) akan mendukung peneliti yang luar biasa dengan konsentrasi studi masyarakat dan budaya Afrika dan diaspora Afrika.
Bantuan itu juga akan digunakan untuk merekrut lebih banyak ilmuwan dan dosen, membuat penelitian jangka panjang, dan menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa.
"Butuh waktu lama bagi saya untuk mulai memahami bagaimana saya menginternalisasi rasisme sistemik. Saya telah bekerja begitu keras untuk menjadi seorang pendukung, seorang anti-rasisme," kata Kauffman.
"Dan ini tampak bagi saya adalah cara saya dapat berpartisipasi dalam perbincangan ini dari sudut pandang seorang perempuan kulit putih." lanjutnya.
(far/end)