Menjawab Alasan Ada Banyak Pamali di Bulan Suro

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jul 2022 10:15 WIB
Ilustrasi perayaan tahun baru islam. (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pernahkah Anda mendapatkan informasi bahwa sebagian masyarakat 'pamali' menikah atau sunat saat bulan Muharam? Atau, Anda pernah dilarang sesuatu karena sedang berada pada masa bulan Muharam?

Berbagai pamali yang berkaitan dengan bulan Suro tersebut diyakini Akademisi Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ja'far Assegaf, sebagai bentuk dari "pemahaman parsial terhadap teks-teks keagamaan."

"Sebab tidaklah mungkin satu kebajikan untuk kepentingan individual seperti perkawinan, sunatan, terlarang di bulan Muharam, sementara kebajikan untuk kepentingan sosial tidak terlarang," tulisnya dalam artikel bertajuk Muharam dan Asyura Antara Ajaran Agama dan Tradisi yang rilis di situs UIN Raden Mas Said Surakarta pada 2015.

"Anjuran tentang menyantuni anak yatim, menolong fakir miskin, dan memperbanyak shadaqah, merupakan hal-hal yang sering kita dengar sebagai amalan-amalan utama yang patut bahkan dianjurkan di bulan Muharram." lanjutnya.

Kepada CNNIndonesia.com baru-baru ini, Ja'far menjelaskan bahwasanya tradisi di bulan Suro tidak bisa dilepaskan dari riwayat ritual-ritual tersebut dalam merayakan perjuangan, kesuksesan, dan pengorbanan nabi serta orang mulia pada dulu kala.

Ja'far menyebut berbagai referensi dan kitab, seperti al-firdaus bi Ma'tsur al-khitab karya al-Dailami (wafat 509 H), menuliskan bahwa banyak peristiwa monumental para nabi agama samawi terjadi pada bulan Muharam.

Berbagai peristiwa itu yang kemudian mengantarkan masyarakat pra-Islam melaksanakan puasa pada hari Asyura, atau hari ke-10 Muharam. Tradisi ini kemudian diadopsi dan disesuaikan oleh Nabi Muhammad untuk umat muslim.



Kemudian, peristiwa duka Tradegi Karbala yang menewaskan cucu Nabi Muhammad, Husain bin Ali, juga terjadi pada hari Asyura dan menambah arti sakral pada tanggal tersebut.

Meski merupakan peristiwa duka, kematian Husain yang dinilai syahid juga dianggap sebagai kesuksesan dan menggambarkan jalan juang para nabi, yaitu menghadapi diktator, tirani, dan pembela status quo demi kemaslahatan umat.

"Memang bulan-bulan itu kan bulan yang dalam sisi histori memberikan gambaran perjuangan para nabi. Maka di sini kita harus hilangkan ego individualisme kita dulu, kita berjuang secara kolektif bagaimana para nabi, setelah itu monggo. Kalau saya melihat seperti itu saja," kata Ja'far.

Pemahaman tersebut yang kemudian mendorong berbagai aksi kebaikan sosial dianggap sebagai perbuatan yang diutamakan pada Muharam, sementara tindakan individual "ditekan untuk dihilangkan" yang berbuah konsep pamali tersebut.

Misalnya saja, pada bulan Suro, mengadakan sunat massal dianjurkan untuk dilakukan. Sementara sunat untuk pribadi saat bulan Suro tidak dianjurkan oleh sebagian pihak, meski sunat sejatinya perintah dari Nabi.

Contoh lainnya adalah menikah. Menikah di bulan Muharam amat jarang dilakukan karena pernikahan dianggap bentuk kebaikan untuk individu. Sementara pada bulan Suro, kebaikan untuk sosial dianggap lebih mulia.

Lanjut ke sebelah...

Dua Kelompok


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :