Seiring berjalannya waktu, pemerintah kawasan yang sudah disebut sebagai Jakarta itu pun berniat memperkuat keroncong Tugu sebagai budaya lokal.
Berdasarkan laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dirilis pada 2019, Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, menginstruksikan warga Tugu untuk meningkatkan potensi budaya setempat.
"Ali Sadikin menginstruksikan masyarakat Tugu untuk menunjukkan kembali potensi yang ada di Kampung Tugu, termasuk musik keroncong Tugu," tulis keterangan resmi Kemdikbud.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, instruksi itu tidak sejalan dengan antusiasme publik terhadap musik keroncong, bahkan dari warga Tugu. Hal ini diakui Guido Quiko, pemusik Keroncong Tugu Cafrinho, yang kini meneruskan fitrah klan Quiko dalam bermusik keroncong Tugu.
"Orang-orang Tugu ini kan dulu males (memainkan keroncong), kalau mau minum-minum malah mau, disuruh main keroncong susahnya minta ampun," cerita Quiko sembari tertawa kala berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Sejumlah upaya ia lakukan untuk memastikan eksistensi keroncong Tugu, seperti rutin latihan bersama tim hingga menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga pemerintahan untuk memelihara budaya tersebut.
"Mendekatkan diri kepada pemerintah DKI Jakarta, terutama di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di suku dinas kebudayaan di pemerintah Kotamadya Jakarta Utara, termasuk lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan kesenian keroncong Tugu," cetus Guido.
Upaya lain juga dilakukan Krontjong Toegoe, salah satu grup yang masih melestarikan musik keroncong Tugu hingga kini selain Keroncong Tugu Cafrinho.
![]() |
Juliette Angela Ermestine Bekkema atau Angel selaku vokalis mengatakan Krontjong Toegoe aktif mengikuti perkembangan zaman dan teknologi demi membuat keroncong bisa dinikmati semakin banyak orang saat ini.
"Dari musik-musik zaman sekarang, mungkin lagunya Pamungkas? Mungkin lagunya siapa, Maroon 5 atau siapa, kami kreasikan, aransemen ulang, bikin dengan irama keroncong. Kami taruh di YouTube! Gitu lho," kata Angel bersemangat.
Ia pun berharap banyak pihak mendukung hal itu, seperti membuat keroncong semakin masif, tak hanya dipertontonkan di acara-acara pemerintahan seperti yang terjadi saat ini.
"Aku pengin keroncong tuh jadi punya festival sendiri gitu. Aku pingin keroncong itu setara dengan pop dan R&B," ungkapnya.
Hal senada disampaikan peneliti musik tradisional dan etnomusikolog Rayhan Sudrajat. Menurutnya, Kampung Tugu perlu untuk disorot kembali untuk membuat keroncong Tugu semakin dikenal publik.
"Ikon keroncong Tugu ini harus disorot lagi, apakah itu mungkin Kampung Tugunya? Mungkin bisa dibuatkan mini museum yang berisikan ruang konser, foto-foto, dan juga sisa arsip ditampilkan sehingga ceritanya bisa diangkat kepada khalayak," kata Rayhan.
Pada akhirnya, Arthur Michiels juga buka suara, Ia berharap keroncong Tugu bisa terus dilanjutkan dari generasi ke generasi hingga bisa kembali berjaya seperti di masa lampau.
"Terus untuk masyarakat, terutama anak muda, silakan kalian bermain musik atau berbudaya apapun, tapi jangan lupakan budaya bangsa sendiri. Karena pertahanan terakhir kalian adalah mempertahankan budaya," sambungnya.
"Karena kami yakin, suatu saat, keroncong ini akan kembali berjaya seperti masanya," pungkas Arthur.