Jakarta, CNN Indonesia --
Serial monolog Di Tepi Sejarah akan mulai tayang pada 17 Agustus. Musim kedua serial tersebut akan mengisahkan lima pelaku sejarah yang memiliki peran monumental dalam berbagai bidang di Indonesia.
Rangkaian kisah tersebut dikerjakan rumah produksi Titimangsa dan KawanKawan Media dengan dukungan dari Direktorat Perfilman dan Media Baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
"Dalam hal ini, kami menginterpretasikan sejarah melalui seni. Karena sejarah bisa diinterpretasikan oleh siapa saja," ungkap Happy Salma selaku pendiri Titimangsa di konferensi pers Di Tepi Sejarah di Creative Hall MBloc Space, Senin (15/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami juga ingin memantik ruang kritis bagi seluruh masyarakat agar tidak terlalu percaya dengan segala informasi yang beredar, termasuk sejarah," imbuhnya.
Produser KawanKawan Media Yulia Elvina Bhara menambahkan musim kedua serial Di Tepi Sejarah bertujuan memberikan diskursus atas pelaku-pelaku sejarah yang kerap terpinggirkan dalam kaidah sejarah Indonesia.
Lima tokoh sejarah yang akan ditampilkan dalam Di Tepi Sejarah 2, adalah Sjafruddin Prawiranegara (1911-1989), Kassian Cephas (1845-1912), Gombloh (1949-1988), Ismail Marzuki (1914-1058) dan Emiria Soenassa (1895-1964).
"Tujuan kami sebetulnya sampai di situ saja, membuka ruang-ruang diskusi mengenai sejarah Indonesia melalui pelaku-pelaku yang belum dikenal atau diketahui sepintas karena panggung sejarah kerap hanya memberi tempat bagi nama-nama besar," ujar Yulia Elvina Bhara.
Berikut lima episode serial monolog Di Tepi Sejarah 2022
1. Kacamata Sjafruddin - Sjafruddin Prawiranegara
Episode pertama Di Tepi Sejarah 2022 akan mengangkat kisah monolog dari Sjafruddin Prawiranegara sebagai Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Dalam menjalankan jabatannya, Sjafruddin Prawiranegara kerap berada di dua sisi koin yang berbeda. Ia dinilai sebagai pahlawan revolusi Indonesia, namun di sisi lain, Sjafruddin juga sering dianggap sebagai pengkhianat bangsa.
"Sjafruddin dipinggirkan dari sejarah kita dan bahkan disebut pengkhianat, padahal ia pernah memimpin pemerintahan Indonesia," ungkap Happy Salma menjabarkan peran penting Sjafruddin Prawiranegara.
"Kebesaran hati dan moral politik dari Sjafruddin Prawiranegara adalah salah satu hal yang dapat kita contoh. Karena suri tauladan seperti itu yang tidak dapat kita temui sekarang," jelas penulis naskah Ahda Imran.
[Gambas:Video CNN]
Episode Kacamata Sjafruddin diarahkan sutradara Yudi Ahmad Tajudin melalui naskah dari Ahda Imran. Dalam monolog ini, sosok Sjafruddin Prawiranegara akan diperankan tunggal oleh Deva Mahenra.
Kacamata Sjafruddin akan tayang pada 17 Agustus di Indonesiana TV dan kanal YouTube Budaya Saya.
2. Mata Kamera - Kassian Cephas
Episode kedua Di Tepi Sejarah 2022 akan mengangkat perjalanan hidup dari Kassian Cephas, sosok fotografer profesional dari kalangan bumiputera pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Lahir dan besar di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada 1845, Kassian Cephas kemudian diangkat sebagai anak misionaris Belanda Christina Petronella Philips.
Karier fotografernya dimulai berkat akses pendidikan ala Eropa yang memadai. Sejak itu, Kassia Cephas banyak terlibat dalam potret keluarga raja di kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Episode Mata Kamera diarahkan M.N Qomaruddin yang juga berperan tunggal sebagai sosok Kassian Cephas. Sementara itu, naskah monolog episode ini disiapkan Hasta Indriyana.
Mata Kamera akan tayang pada 18 Agustus di Indonesiana TV dan kanal YouTube Budaya Saya.
Lanjut ke sebelah...
3. Panggil Aku Gombloh - Gombloh
Episode 3 Di Tepi Sejarah ini akan mengantarkan penonton pada kisah hidup seorang pria cuek nan sederhana bernama Soedjarwoto Soemarsono.
Penyanyi yang lebih populer disebut Gombloh ini sangat dikenal berkat kobaran semangat di album Kebyar-Kebyar yang sarat dengan nilai patriotik.
Selain itu, kesuksesan komersial dari album itu tak membuat Gombloh bergabung dalam hingar bingar dunia hiburan. Ia jauh dari kata glamor dan tak ingin melepaskan kodrat sebagai pria sederhana sampai meninggal pada 1988.
"Gombloh mungkin belum terlalu jauh dengan kehidupan kita jika dibandingkan dengan tokoh sejarah lain," ujar produser Yulia Elvina mendeskripsikan Gombloh sebagai tokoh penting dalam sejarah Indonesia.
"Nah alasan mengapa Gombloh ini perlu diangkat karena apa yang selama ini diperjuangkan oleh mendiang Gombloh masih kita rasakan hingga hari ini," cetusnya.
Panggil Aku Gombloh akan diarahkan sutradara Joind Bayuwinanda dengan naskah yang ditulis bersama oleh Guruh Dimas Nugraha dan Agus Noor. Sosok Gombloh akan diperankan tunggal oleh Wanggi Hoed.
Panggil Aku Gombloh akan tayang pada 24 Agustus di Indonesiana TV dan kanal YouTube Budaya Saya.
4. Senandung di Ujung Revolusi - Ismail Marzuki
Episode ini akan mengisahkan perjalanan panjang sang maestro dalam menciptakan karya-karya pentingnya yang berada di balik kegelisahan dan kerseahan.
Menyoroti perjalanan Ismail Marzuki pada masa remaja, Senandung di Ujung Revolusi akan menceritakan lagu-lagu populer ciptaannya, seperti Rayuan Pulau Kelapa, Sapu Tangan dari Bandung Selatan hingga Indonesia Pusaka dapat menginspirasi para pejuang di garda terdepan.
"Kita sudah sepatutnya mengerti bahwa pahlawan itu bukan hanya berbicara dari seonggok senjata. Seperti kata Ismail Marzuki, 'Apakah aku akan dianggap sebagai pahlawan? Apakah mereka akan mengingatku? Walaupun mereka tidak mengingatku, ingatlah lagu-laguku," tutur Lukman Sardi mengutip dialog Ismail Marzuki yang ia pentaskan dalam episode ini.
"Jadi lagu-lagu yang dibuat Ismail Marzuki itu ternyata emang berdasar dari kegelisahan beliau tentang Indonesia dari mata dirinya," lengkapnya.
[Gambas:Video CNN]
Senandung di Ujung Revolusi diarahkan sutradara Agus Noor yang juga menulis naskah bersama dengan Putu Arcana. Dalam episode ini, sosok Ismail Marzuki akan diperankan Lukman Sardi yang juga menampilkan penampilan khusus dari Akiva Sardi.
Senandung di Ujung Revolusi akan tayang pada 25 Agustus di Indonesiana TV dan kanal YouTube Budaya Saya.
5. Yang Tertinggal di Jakarta - Emiria Soenassa
9 adalah salah satu perempuan yang menjadi pelukis pertama di Indonesia. Ia begitu berjasa dalam khazanah seni rupa di Indonesia era modern.
Berkat karya-karya yang berani dan mendobrak, Emiria Soenassa juga jadi salah satu anggota delegasi yang hadir di Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda untuk mewakili Indonesia.
"Ketika membaca naskah dan pengarahan dari seluruh tim kreatif yang terlibat, saya melihat sosok Emiria sebagai wanita yang sangat persisten," ungkap pemeran Dira Sugandi mengagumi Emiria Soenassa.
"Semangat beliau sangat terasa di diri saya. Dia itu orang yang keukeuh, tak kenal takut untuk menyuarakan pemikiran-pemikiran dia, sehingga itu memudahkan saya untuk masuk ke dalam karakter beliau," tutur Dira.
Yang Tertinggal di Jakarta diarahkan sutradara Sri Qadariatin melalui naskah yang ditulis oleh Felix K. Nesi. Sosok Emiria Soenassa akan diperankan oleh Dira Sugandi.
Yang Tertinggal di Jakarta akan tayang pada 31 Agustus di Indonesiana TV dan kanal YouTube Budaya Saya.