Jakarta, CNN Indonesia --
Sebenarnya, saya juga bingung apa lagi yang harus dibahas dari saga 365 Days ketika mereka merilis babak terakhir dari trilogi film tersebut, The Next 365 Days, hanya beberapa bulan setelah saga keduanya.
Pada awalnya, saya memulai tombol play dengan malas. Namun seiring dengan cerita dan gambar berjalan, saya merasa penutup saga film Fifty-Shades-wannabe ini ada sedikit perbaikan. Sedikit.
Mengejutkan? Memang. Dari segi cerita sebenarnya tak ada yang banyak berubah, tapi bila dibanding dengan saga kedua, babak ketiga ini lebih terasa sebagai "film". Drama dalam ceritanya terasa lebih ada dibanding babak-babak sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara garis besar, The Next 365 Days lebih mengeksplorasi emosi dari Laura (Anna-Maria Sieklucka) dan Massimo (Michele Morrone), yang memang harusnya sudah dilakukan sejak awal.
Eksplorasi emosi ini lebih terasa dibanding dua film sebelumnya, yang mana ketika di film pertama lebih terasa seperti fantasi-halusinasi erotis, sementara pada film kedua tak lebih dari sekadar film yang menjaja adegan panas tanpa cerita berarti.
Pada babak ketiga ini, kehadiran Mojca Tirs menggantikan Tomasz Klimala dalam tim penulis agaknya cukup berfaedah. Meski hanya berganti satu pemain penulis naskah, perbedaan ceritanya nyatanya cukup terasa.
 Review Film The Next 365 Days (2022): Dari segi cerita sebenarnya tak ada yang banyak berubah, tapi bila dibanding dengan saga kedua, babak ketiga ini lebih terasa sebagai "film". Foto: (Arsip Netflix) |
Pada film pertama dan kedua, naskah digarap oleh tim yang terdiri Tomasz Klimala, Barbara Białowąs, Tomasz Mandes, dan sang empunya cerita, Blanka Lipińska. Namun kali ini, tim penulis hanya terdiri dari Lipinska, Mandes, dan Tirs.
Selain dari aspek emosi, eksplorasi dari ranah seksualitas juga menjadi area bermain baru dalam The Next 365 Days. Meskipun saya harus mengakui bahwa saya cukup terkejut saat adegan eksplorasi orientasi itu muncul.
Keputusan itu tak bisa disebut "salah" dari sudut pandang kreativitas. Walaupun rasanya agak ekstrem, mengingat cerita saga 365 Days yang dibangun sejak awal sudah kadung kental pada spektrum orientasi seksual tertentu.
Di sisi lain, saya cukup menghargai upaya tim penulis untuk menjadikan adegan erotis sebagai simbol dari gejolak emosi karakternya, baik dari sisi Laura maupun Masimo, dan bukan hanya sekadar pelampiasan nafsu belaka.
Hal itu terlihat dari berbagai kegalauan yang terlihat saat Massimo datang ke klub, atau ketika Laura memimpikan dua pria yang hadir dalam hidupnya.
Lanjut ke sebelah...
[Gambas:Youtube]
Eksplorasi cerita tersebut pun ditangkap dengan cukup baik oleh Barbara Bialowas dan Tomasz Mandes yang masih ditunjuk menjadi sutradara untuk saga terakhir 365 Days ini.
Duo Bialowas dan Mandes agaknya sudah menemukan "posisi pas" untuk menggarap kisah 365 Days, usai caci maki menghujani dua film sebelumnya. Memang tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri walaupun baru muncul di proyek terakhir.
Meski begitu, hasil visualisasi dari karya Bialowas dan Mendes ini masih sama seperti dua film sebelumnya. Dengan tiga film yang sudah rilis, saya lebih melihat saga 365 Days adalah film yang direkam dengan kamera berfilter terlalu banyak.
Untuk urusan sinematografi, saya pribadi lebih menyukai versi Mateusz Cierlica yang menggarap film pertama.
Saya melihat film kedua dan ketiga yang digarap oleh Bartek Cierlica hanya mengandalkan filter dan tone warna yang terlalu jingga, sehingga seolah film ini direkam di gurun, bukan di Sicilia. Kesan film ini jadinya bukan hangat dan 'hot', tapi gersang.
Terkait dengan performa para pemain, rasanya tak perlu ada banyak komentar selain saya lebih merasakan ada kemajuan dari Michele Morrone. Ia kini sudah mulai luwes di depan kamera, ekspresinya kini tak sekaku saat pertama kali muncul meski tuntutannya memang tak banyak.
 Review Film The Next 365 Days (2022): Michele Morrone kini sudah mulai luwes di depan kamera, ekspresinya kini tak sekaku saat pertama kali muncul meski tuntutannya memang tak banyak. (Netflix/ Karolina Grabowska) |
Selain itu, peran karakter-karakter samping, terutama Olga (Magdalena Lamparska), Nacho (Simone Susinna) jadi lebih terlihat dalam film ini dibanding film-film sebelumnya.
Setidaknya, dalam The Next 365 Days, mereka bukan hanya sekadar 'bebek' yang mengikuti ke mana Laura berada, tetapi juga bisa memberikan sedikit rasa berbeda pada cerita.
Terlepas dari berbagai ulasan buruk soal saga 365 Days, mengetahui bahwa serial film ini akhirnya sampai pada ujung yang mungkin tidak bisa memuaskan banyak pihak, sebenarnya patut diapresiasi.
Saga 365 Days tampaknya bukan hanya sekadar film yang menjual fantasi erotis, tetapi mungkin bagi sebagian orang, ini adalah kesempatan untuk berkarya bahkan hiburan bagi mereka yang berselera dengan jenis film ini.
Namun bila saya pribadi ditanya soal apakah perlu ada The Next 365 Days, saya dengan tegas menolak ide itu. Enough is enough.