Dalam menyikapi pertanyaan soal promotor yang ideal, Revie menekankan satu hal utama.
Menurut Revie, sebuah konser yang sukses harus didasari oleh kerja sama kedua pihak, yakni penonton dan promotornya itu sendiri.
Ketika berbicara tentang kegagalan sebuah konser, semisal penonton rusuh hingga menyebabkan korban meninggal, kambing hitam tidak bisa hanya ditempatkan pada sisi penonton saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, bentuk promotor yang ideal, menurut Revie adalah promotor yang memusatkan pertimbangan faktor risiko sebagai landasan utama melebihi kepentingan bisnis, terutama untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman penonton.
"Karena menjadi promotor bukan hanya sesederhana mendatangkan artis. Teknis, logistik, dan semuanya harus diperhatikan, karena mereka membawa merek promotor tersebut," kata Revie.
"Promotor harus menyadari kalau lama-lama ini kan bisa jadi risiko buat mereka."
Selain itu, Revie menilai jika persoalan semacam ini terus bergulir di lingkup promotor, maka imbasnya akan menjadi citra buruk untuk bangsa Indonesia.
Apabila kabar kisruh promotor dengan fanbase sudah tersiar hingga luar Indonesia, kerugian-kerugian materiil maupun non-materiil akan diperoleh berbagai pihak secara luas.
"Satu yang penting, promotor bukan soal bisnis saja. Banyak hal yang mesti dipertimbangkan. Terlebih ini kan dalam rangka membangun imej bangsa kita," kata Revie.
"Kalau persoalan-persoalan seperti ini sampai diketahui pihak luar, contoh agensi bandnya, itu kan jadi tidak mewakili Indonesia, menurut saya," lanjutnya.