Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FeSMI) Candra Darusman memberikan tanggapan usai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Undang-Undang Hak Cipta yang diajukan PT Musica Studio. Ia merasa lega atas putusan MK tersebut.
"Tentunya kami sebagai organisasi pencipta dan pemusik merasa lega sekali atas hasil keputusan ini, serta hak-hak dari pencipta dan penyanyi masih utuh sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Hak Cipta itu," kata Candra Darusman kepada CNNIndonesia.com via telepon, Jumat (2/2).
"Kita tahu bahwa gugatan itu tadinya mau menghapus beberapa pasal, alhamdulillah keputusan MK tidak mengabulkan tapi mempertahankan itu. Masih utuh hak-hak kami, itu melegakan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Musica Studio sebelumnya meminta MK untuk membatalkan pasal 18, 30, dan 122 UU Hak Cipta. Ketiga pasal tersebut mengatur perlindungan hak cipta bagi pencipta karya.
Pada gugatan itu, Musica Studio ingin MK membatalkan pasal-pasal tersebut. Mereka menilai pasal-pasal itu merugikan karena membuat label hanya berstatus sebagai penyewa karya dan tidak bisa beli putus hak cipta lagu.
Pasal 18 UU Hak Cipta mengatur hak cipta buku, lagu, musik, atau karya lainnya yang dialihkan dengan perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu dikembalikan ke pencipta setelah 25 tahun.
Sementara itu, pasal 30 mengatur pengembalian hak ekonomi karya pertunjukan kepada pelaku pertunjukan setelah 25 tahun. Adapun pasal 122 mengatur ketentuan peralihan aturan mengenai hak cipta.
Menurut Candra, batas waktu yang telah ditetapkan undang-undang tersebut sudah ideal karena hak ekonomi bagi pencipta karya tersebut sudah bisa terlihat dalam 25 tahun, bahkan lebih cepat.
"Sangat ideal karena kalau suatu master, CD, atau kaset dijual, itu sudah ketahuan balik atau tidak dalam 25 tahun. Dalam 3-4 tahun pun sudah kembali," katanya.
"Seharusnya setelah itu (masa 25 tahun habis) royalti berjalan lagi, tapi ini enggak gitu 'kan? Tetap dijual flat untuk master-nya itu," lanjutnya.
Sementara itu, Candra Darusman menilai, sebenarnya pembaruan perjanjian antara musisi dengan label bisa dilakukan tanpa harus menggugat undang-undang.
Hal itu merujuk pada pengalamannya sendiri, yaitu ketika karyanya semasa masih bersama Chaseiro pada dekade '80-an silam dilakukan pemutihan perjanjian karena master sudah berusia 25 tahun.
Perjanjian baru untuk menjadi digital dengan royalti itu terjadi sebelum Musica menggugat UU Hak Cipta.
"Itu membuktikan bahwa pemutihan, perjanjian baru, itu bisa dilakukan one-to-one tanpa harus mengubah undang-undang," kata Candra.
"Tapi 'kan produser pada enggak sabaran. Intinya [pihak penggugat], 'Sudahlah, kita hapus aja tuh, gara-gara pasal-pasal itu jadi harus minta izin'," lanjutnya.
Pada Kamis (1/12), MK menilai permohonan pemohon dalam hal ini Musica Studio untuk menghapus tiga pasal UU Hak Cipta tak beralasan menurut hukum. Mahkamah menyatakan pasal 18, 20, dan 122 sesuai dengan UUD 1945.