Selain itu, Weintraub lewat buku Dangdut Stories: A Social and Musical History of Indonesia's Most Popular Music (2010) menjabarkan bahwa kepopuleran funkot ini terjadi karena gelombang musik elektronik dan disko a la Barat merangsek ke Indonesia.
"Diskotek-diskotek kota besar seperti di Jakarta memulai musik disko untuk para pengunjungnya, berbarengan dengan musik dangdut yang mencapai popularitas tertinggi di era 1990-an saat musik dangdut ini ditahbiskan sebagai musik nasional oleh rezim Soeharto," tulis Weintraub.
Lihat Juga :![]() GALERI INTERAKTIF Aduh, Aduh, Koplo |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak ayal, funkot yang tadinya populer di kalangan pencinta pesta, kemudian menjadi "suri tauladan" bagi para artis koplo.
Kini, kakak beradik koplo dan funkot ini masih hidup berdampingan. Tak terkecuali di Surabaya. Di tangan Tessa Morena, kedua saudara sub-genre dangdut ini kini bersanding akrab sebagai pemantik orang untuk berdansa.
Untuk menyiapkan remix lagu, Tessa bertugas untuk memilih lagu populer lalu menyerahkan sisanya kepada seorang remixer yang mengubah lagu tersebut menjadi funkot. Tugas itu diemban oleh seorang pria bernama Jipank yang ternyata merupakan pemain kibor Orkes Melayu (OM) New Monata besutan Cak Sodiq.
"Iya! Itu sama Jipank itu, anak buahnya Cak Sodiq," ujar Tessa penuh antusiasme.
![]() Tessa Morena, Biduan Koplo di Diskotik. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim) |
Menurut Tessa, pembagian tugas ini merupakan bentuk simbiosis mutualisme. Kedua belah pihak bisa sama-sama mendapatkan untung dengan cara tersebut.
"Remixer kalau sama DJ itu take and give. Mutualismelah, sama-sama butuh," kata Tessa. "Remixer enggak bisa garap lagu kalau enggak ada DJ. DJ pun butuh remixer."
Dalam menyiapkan set-nya, Tessa menyisipkan lagu-lagu koplo populer demi memuaskan para penonton agar lebih menggila. Katanya, agar penonton "lebih asik dan enjoy".
Namun, Tessa bukan satu-satunya DJ funkot yang melakukan ramuan tersebut. DJ dan klab malam lain di Surabaya pun meramu hal yang serupa.
Lihat Juga : |
Satu alasannya. Koplo merupakan senjata utama untuk meramaikan suasana.
"Kebetulan di Surabaya ini banyak yang funkot. Funkotnya itu macam-macam. Ada koplo, ada lagu-lagu band juga," kata Tessa. "Cuma, memang banyak ke koplo gitu. Terus ada lagi breakbeat. Kadang breakbeat juga ada koplonya."
Ramuan itu pun terbukti. Di diskotek tempat Tessa memimpin pesta, para pengunjung yang didominasi oleh komunitas keturunan Madura di Surabaya itu "menggila" berkat lagu-lagu koplo yang populer.
(pra/vws)