Makoto Shinkai kembali ke layar lebar setelah tiga tahun terakhir sejak Weathering with You (Tenki no Ko) pada 2019. Kali ini, Shinkai bertutur melalui Suzume no Tojimari alias Suzume.
Selama tiga tahun tak merilis karya, Shinkai tak kehilangan kepekaan dirinya akan masalah sosial di negaranya, Jepang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kali ini, masalah depopulasi dan gempa menjadi kisah utama yang disampaikan di balik cerita fantasi yang terjalin antara Suzume dan seorang pria misterius yang mencari sebuah pintu.
Shinkai sudah menyoroti masalah depopulasi sejak awal cerita, seperti ketika pria misterius yang bernama Souta Munakata itu mencari sebuah pintu dan bertanya soal lahan kosong kepada Suzume.
Pintu menjadi sebuah portal yang dipilih oleh Shinkai untuk menggambarkan ancaman bencana yang dihadapi oleh negaranya. Pintu ke dimensi lain yang juga memiliki ancaman bencana itu pun ditempatkan di lokasi 'bencana' lainnya, depopulasi.
Dua hal itu yang membuat seolah Jepang perlahan tapi pasti menghadapi mimpi buruk dari sebuah negara maju menjadi lahan yang ditinggalkan.
![]() |
Masalah depopulasi di Jepang memang mulai menimbulkan masalah. Bukan hanya sekadar penduduk berkurang, tapi banyak pula tempat-tempat yang kini menjadi terbengkalai.
Tempat yang kalau di Indonesia itu sudah dicap sebagai lokasi angker tersebut, dikenal sebagai haikyo. Haikyo bukan cuma hanya dalam bentuk satu-dua rumah, tetapi bisa terjadi di satu wilayah seperti yang lebih besar seperti desa.
Beragam haikyo yang menjadi reruntuhan itulah yang menjadi latar utama berbagai petualangan fantasi Suzume dengan Souta. Pintu ajaib banyak berada di sana.
Namun beragam haikyo itu bukan hanya berkaitan dengan depopulasi, melainkan juga bencana alam berupa gempa yang sebenarnya alamiah terjadi di Jepang.
Shinkai pun memamerkan bagaimana Jepang sudah begitu ahli dan serius dalam menghadapi bencana alam seperti gempa bumi yang sering terjadi di negara itu.
Beragam tindakan seperti alarm peringatan gempa ke ponsel warga beberapa jam sebelum terjadi agaknya bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, bahwa mitigasi bencana di negara ini masih belum maksimal bila dibanding Jepang.
Meski gempa sejatinya tak bisa diprediksi, tetapi pengelolaan mitigasi seperti peringatan hingga penanganan pengungsi sudah sepatutnya dipikir secara mendalam dan matang, serta serius, karena berkaitan dengan nyawa manusia.
Lanjut ke sebelah...