Lirik lengkap lagu 'Selamat Hari Lebaran' kembali viral di media sosial lantaran memuat deretan syair yang jarang terungkap, termasuk soal sindiran soal korupsi. Simak profil penciptanya, Ismail Marzuki.
Jelang Hari Raya Idulfitri, lagu 'Selamat Hari Lebaran' ciptaan Ismail Marzuki diputar tiap tahun di Indonesia, senasib dengan 'All I Want for Christmas is You'-nya Mariah Carey di periode Natal di AS.
Namun, tak banyak yang tahu lirik lain di luar bernuansa positif, "Minal aidin wal faidzin, Maafkan lahir dan batin. Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Sebuah video, yang sebenarnya diunggah beberapa warganet tiap tahun jelang lebaran, lantas menampilkan versi panjang lagu tersebut. Isinya beragam mulai dari ucapan selamat, masalah judi, pernikahan, hingga korupsi.
"Maafkan lahir dan batin, 'lang tahun hidup prihatin, kondangan boleh kurangin, korupsi jangan kerjain," demikian salah satu kutipan lirik lagu itu.
Ismail Marzuki merupakan komponis besar Indonesia asal Jakarta. Pencipta sederet lagu nasional dan lagu yang masih dinyanyikan hingga kini.
Ia lahir di Kwitang, Senen, Jakarta, pada 11 Mei 1914. Sejatinya, nama aslinya hanya Ismail. Nama 'Marzuki' diambil dari nama ayahnya.
Lihat Juga : |
Mengutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ismail Marzuki lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Marzuki, adalah wiraswasta kecil-kecilan di Kwitang.
Sementara ibunya meninggal saat melahirkan Ismail. Demikian pula dengan kedua kakaknya. Alhasil, ia cuma memiliki sang ayah di keluarga intinya.
"Sejak meninjakkan kakinya ke bumi, Ismail Marzuki tak pernah sekalipun melihat senyum dan merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu. Ia tumbuh besar dalam asuhan ayah."
Musik jadi dunianya sejak kecil. Sang ayah merupakan pemain rebana yang biasa dinamakan seni berdendang. Dia biasa tampil di acara sunatan, perayaan pengantin, cukuran anak.
Lihat Juga : |
Sambil melantunkan kalimat dzikir dan menabuh rebananya, "suara Marzuki begitu menggema. Ada pesona dengan gaya cengkoknya yang khas."
"Ibarat pepatah 'induk burik, anak beritik', lewat sang ayahlah benih-benih bakat Ismail Marzuki tumbuh," demikian dikutip dari situs Kemendikbud itu.
Namun, kemampuan Ismail Marzuki dalam bermusik tidak datang secara instan. Saat usia 17 tahun, pria yang sering disapa Ma'ing ini mengasahnya dengan berlatih.
Pada 1923, ia bersama teman-temannya menjadi anggota perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.
Dalam komunitas ini, bakatnya berkembang dengan baik sebagai instrumentalis, penyanyi, penyair lagu dan juga mulai mengarang lagu-lagu. Ia pun betah berlama-lama memutar seribu macam lagu pada gramofon dan mendengarnya tanpa bosan.
Sepanjang hidupnya, ia pun mampu menguasai delapan alat musik: harmonika, mandolin, gitar, ukulele, biola, akordeon, saksofon, piano.
Lagu pertamanya, O Sarinah, diciptakan pada usia 17 tahun atau pada 1931. Bakat dan ketenaran Ismail itu kian cemerlang kala ia bergabung dengan Lief Java pada 1936.
"Jika sebagian orang hanya mendengarkan lagu yang senatiasa baru, Ismail Marzuki lebih suka meresapi lagu selama puluhan kali dan berulang-ulang."
Sebagai inspirasi, ia biasa mendengarkan musik Hollywood, jazz, lagu-lagu daerah Maluku, Minahasa, Bugis, Melayu, Minang, tembang Cianjuran, gambus, kroncong, hingga karya klasik Schubert, Mozart, Schumann, Mendellshon.
Tak ketinggalan, inspirasi terbesarnya adalah sang istri, Eulis Zuraidah.
Hingga akhir hayatnya ia menciptakan 337 lagu, sembilan di antaranya dijadikan lagu wajib nasional, seperti Indonesia Pusaka, Ibu Pertiwi, Gugur Bunga, dan Sepasang Mata Bola.
Komponis besar Indonesia itu pun menghembuskan nafas terakhirnya pada pada 25 Mei 1958 di usianya 44 tahun saat tertidur di pangkuan istrinya.
"Eulis merasa Ismail Marzuki tertidur pulas. Dibelai rambut suaminya dengan penuh kehangatan. Namun ia tidak bergerak, tak ada pula sepatah kata yang diucapkan."
Berkat karya dan perjuangannya, ia dianugerahkan gelar pahlawan nasional pada tanggal 5 November 2004.
Namanya itu juga dikenang sebagai suatu taman cum pusat kebudayaan di wilayah Cikini, Jakarta Pusat. Pendirian Taman Ismail Marzuki itu digagas oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin pada 1968.
Taman Ismail Marzuki menjelma menjadi pusat kesenian yang lengkap, mulai dari pendidikan, pelatihan, pengembangan, pencarian inspirasi, hingga penyajian, dan terpadu dalam satu lokasi sehingga mampu menjadi ikon dari Jakarta.
(mnf/arh)