Review Serial: The Idol

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Jumat, 07 Jul 2023 21:10 WIB
Review serial The Idol: semoga serial ini dan sekualitasnya tak lagi dilanjutkan.
Review The Idol: Jalan cerita The Idol versi Sam Levinson ini terbilang
img-title Endro Priherdityo
1
The Idol is beyond any dreadful imagination of misogynist ideas. Ever.
Jakarta, CNN Indonesia --

Ungkapan "sukses di satu tempat belum tentu akan berulang di tempat lain" saya sarankan disematkan Sam Levinson dan Abel Tesfaye di bio media sosial mereka usai menggarap The Idol.

Butuh waktu untuk memahami apa yang sebenarnya sudah saya saksikan di serial berisi lima episode ini. Apakah ini yang ada di isi pikiran Levinson dan Abel Tesfaye alias The Weeknd? Serial yang cabul?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejujurnya, saya tak pernah melihat serial yang begitu cabul, toksik, dan misoginis seperti yang saya lihat di The Idol. This series is beyond any dreadful imagination of misogynist ideas. Ever.

Bahkan saya merasa iba dengan para pemain perempuan di serial ini. Mereka sungguh seperti perempuan yang dikontrak, dibayar, untuk berperan dengan mengandalkan pamer puting dan hanya bercelana dalam di sebagian besar cerita.

Ini menjadi perenungan besar bagi saya --seorang laki-laki-- apakah otak laki-laki di industri hiburan Amerika Serikat memang sekotor ini? Apakah seks harus jadi inspirasi utama dari semua karya?

Tiba-tiba saya teringat banyak karya The Weeknd yang memiliki makna tersirat akan seksualitas, yang membuat saya makin tidak tertarik menaruh lagunya di playlist saya.

Serial televisi The Idol (2023)Review Serial televisi The Idol (2023): Sam Levinson, Abel Tesfaye, juga Reza Fahim memilih untuk memakai ide usang di tengah gagasan dan kesadaran publik akan pelecehan, kesetaraan, kesehatan mental, dan feminisme. (HBO Max)

Mari berpikir positif sejenak soal serial ini -- yang sesungguhnya saya tak paham mengapa HBO setuju untuk merilis ini.

The Idol pada dasarnya menggambarkan perjuangan seorang bintang untuk bisa bertahan di industri musik Hollywood.

Perjuangan itu dibumbui dengan pergulatan mental dari sang bintang utama, Jocelyn (Lily-Rose Depp), usai ibunya meninggal setahun sebelumnya. Selama setahun pula, ia mengalami turbulensi mental yang berpengaruh ke kariernya.

Jocelyn memang digambarkan sebagai boneka industri Hollywood. Good girl gone bad, sebuah gagasan yang sempat ramai digunakan industri Hollywood pada awal 2000-an silam. Rihanna, Katy Perry, dan Kesha pun pernah pakai citra ini di awal karier mereka.

Namun gagasan itu sudah dua dekade lalu, dan tak disangka Sam Levinson, Abel Tesfaye, juga Reza Fahim memilih untuk memakai ide usang itu di tengah gagasan dan kesadaran publik akan pelecehan, kesetaraan, kesehatan mental, dan feminisme.



Sejujurnya gagasan itu mungkin tak akan mengganggu saya bila visualisasinya dibuat seriil mungkin dengan kondisi di lapangan atau nilai humanisme yang kuat. Namun ketiga lelaki itu justru memberi bumbu dengan adegan seks SM yang butut, apalagi citra pria berkuasa yang dibawakan dengan akting buruk oleh Tesfaye.

"Don't forget, sex sells!" kata Tedros (Abel Tesfaye).

Saya mencoba untuk tetap objektif dan tak judgemental terhadap Abel Tesfaye, tapi jujur saja saya tak tahan untuk tidak julid terhadap musisi itu usai melihat serial ini. Astaga.

Lanjut ke sebelah...

Review Serial: The Idol

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER