Selain pandemi yang mengubah setiap sendi kehidupan, termasuk perfilman, cerita Pixar juga kini banyak dirasa berubah. Dulu, kisah Pixar mudah disukai anak-anak serta orang dewasa karena berisi keajaiban dan sentuhan emosional.
Banyak judul-judul film singular dari Pixar kini mulai menjauh dari premise hubungan antar anggota keluarga, persahabatan, pendewasaan diri seperti era dulu. Seperti pada Elemental yang jadi kisah komedi romantis.
Hal itu membuat banyak penonton tak terhubung secara emosi dengan Elemental. Apalagi, film-film singular ini mesti berjuang sendirian untuk promosi bila dibanding geng saga seperti Toy Story atau Monster Inc.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kritikus Variety, Pete Debruge, mengkritik Elemental saat tayang di Cannes. Bagi Debruge, masalah karakter utama yang disorot Elemental tak dipahami oleh anak-anak.
"Premis yang terlalu rumit menciptakan segala macam aturan baru yang membingungkan untuk dipelajari anak-anak," tulis Pete. "[Sutradara] Sohn seharusnya membuat plot lebih sederhana."
Beda lagi dengan Lightyear. Menjadi spin-off dari waralaba Pixar paling dicintai nyatanya bukan jaminan kesuksesan. Fokus pada kisah Buzz Lightyear ternyata tak sanggup mendatangkan lebih banyak fan Toy Story karena tak ada karakter lainnya.
Tak hanya itu, film tersebut pun fokus pada genre fiksi ilmiah. Hal-hal itu yang membuatnya jadi terasa "tak lagi sama" seperti yang dirasakan penikmat waralaba Toy Story selama ini.
Kepada The Wrap, Pete Docter berdalih mereka membuat Lightyear karena mencintai karakter dan premisnya. Namun mereka sadar, tak semua penonton berpikiran sama dengan mereka.
"Saya pikir mungkin hal yang pada akhirnya salah adalah meminta terlalu banyak dari penonton," kata Pete Docter seperti diberitakan The Wrap beberapa waktu lalu.
"Karakter dalam 'Toy Story' jauh lebih luas, jadi menurut saya ada batasan antara apa yang diinginkan/diharapkan orang dan apa yang kami berikan kepada mereka," lanjutnya.
Obsesi Disney untuk bisa inklusif menjadi bumerang di sejumlah negara yang sebenarnya pasar terbesar mereka. Konten dengan unsur LGBTQ+ dari Disney, yang akhirnya merembes ke Pixar, membuat banyak film mereka menuai penolakan.
Sejumlah negara meminta adegan itu dihilangkan dengan beragam alasan, salah satunya adalah audiens yang tak sesuai seperti yang diajukan Lembaga Sensor Film RI. Namun Disney ogah manut.
Merasa tak digubris Disney, LSF pun tak menerbitkan surat bebas sensor yang biasanya jadi andalan bisa tayang di bioskop. Lightyear pun akhirnya tak tayang dan cuma mengandalkan pendapatan di Amerika Utara.
Larangan serupa juga telah diserukan banyak negara terhadap Onward. Film itu menampilkan karakter LGBT lewat percakapan Specter, karakter gay pertama yang terang-terangan ditampilkan Disney Pixar.
Kuwait, Oman, Qatar, dan Arab Saudi melarang penayangan film itu. Sedangkan Rusia memilih mengubah narasi tersebut baru menayangkannya.
Lihat Juga : |
Pada akhirnya, penampilan film-film Pixar di box office setelah Toy Story 4 (2019) tak ada yang benar-benar gemilang. Hal itu yang membuat Pixar tampaknya sadar dan memilih mengerjakan proyek waralaba dibanding bikin cerita baru.
Seperti yang dibilang Pete Docter sebelumnya, ia mengonfirmasi Pixar sedang mengerjakan Inside Out 2 dan Toy Story 5. Pengumuman itu bagai tanda Disney dan Pixar sungguh sedang memeras otak membawa penonton kembali ke bioskop.
Namun bila sejumlah poin di atas tak ditanggapi dengan serius, pada akhirnya konten Disney dan Pixar hanya akan menjadi tayangan segelintir kelompok yang sepaham, bukan lagi jadi sajian untuk 'semua umat' seperti dulu.
(chri)