Jakarta, CNN Indonesia --
Saya sebenarnya tak pernah mengira bahwa kisah legendaris yang sudah berkali-kali dikisahkan dalam berbagai bentuk seperti Dracula akan muncul lagi pada 2023.
Terakhir kali saya melihat adaptasi novel berusia 125 tahun karya Bram Stoker tersebut adalah dalam serial Dracula yang dibuat BBC dan Netflix pada 2020 lalu, dan itu menjungkir-balikkan kisah Count Dracula.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, penggalan kisah perjalanan si penghisap darah dibuat dalam satu film panjang utuh selama 120 menit oleh sutradara horor asal Norwegia, André Øvredal.
Hasilnya? The Last Voyage of the Demeter membuat saya semakin sadar bahwa novel Bram Stoker memang sebuah karya yang tak lekang oleh zaman.
Kisah beberapa halaman itu berkembang begitu luas dalam film ini, lalu liar, dalam, dan terasa sebuah narasi baru, tapi dengan sentuhan yang sudah dikenal sejak lama.
Meskipun, saya harus jujur bahwasanya pengembangan oleh Bragi Schut Jr. yang dibantu Zak Olkewicz ini tidak sampai membuat saya berdecak kagum.
 Review: The Last Voyage of the Demeter membuat saya semakin sadar bahwa novel Bram Stoker memang sebuah karya yang tak lekang oleh zaman. (dok. DreamWorks Pictures/Reliance Entertainment/Storyworks Productions/Studio Babelsberg/Phoenix Pictures/Wise Owl Media via IMDb) |
Namun saya sungguh menghargai bagaimana Bragi Schut Jr. dan Zak Olkewicz mengembangkan beberapa halaman dari Bram Stoker itu menjadi sebuah perjalanan menegangkan dan detail.
Dibantu visualisasi apik dari André Øvredal, The Last Voyage of the Demeter menawarkan petualangan dan ketegangan sepanjang perjalanan.
Ketegangan itu jelas terbantu dari narasi psikologis terjebak berada dalam sebuah tempat terbatas macam film survival. Bedanya, penonton sudah mengetahui akhir dari film sejak awal diputar.
Perbedaan itu yang membuat intensitas ketegangan bukan berasal dari pertanyaan siapa yang akan hidup, tetapi dari bagaimana Dracula satu per satu menjadikan para awak menjemput maut mereka.
Tentu The Last Voyage of the Demeter tidak akan plek-ketiplek mengikuti The Captain's Log dari Bram Stoker. Mereka mengubah banyak hal dari cerita itu, termasuk soal cerita sang kapten dalam jurnalnya.
Namun, plot dasarnya masih sama, yakni bagaimana perjalanan kapal Demeter itu mengarungi Laut Hitam, menuju Laut Mediterania, lepas ke Samudera Atlantik, lalu menuju Inggris di utara dengan aura kematian di dalamnya.
Lanjut ke sebelah...
[Gambas:Video CNN]
Saya merasa perubahan itu sah-sah saja. Hanya saja, ada beberapa hal yang terasa janggal dari kisah atau narasi asli soal Dracula dari Bram Stoker. Terutama, bagaimana makhluk jahat ini kebal atas apapun.
Selain itu, bentuk Dracula dalam The Last Voyage of the Demeter bukan wujud yang akan saya favoritkan dari sekian banyak adaptasi bentuk Count Dracula.
Bentuk macam kalong raksasa malnutrisi itu memang mengerikan, tapi tak memiliki aura kebengisan apalagi kharisma jahat yang selama ini lekat dari sang Dracula.
Soal pemilihan karakter dan pemain saya sebenarnya tidak ada ganjalan. Hanya saja, perubahan baik dari karakter baru ataupun akhir versi Bragi Schut Jr. dan Zak Olkewicz terasa agak melenceng.
Hal itu sejujurnya mengganggu bagi saya. Bukan karena tidak logis ataupun tidak bagus, tetapi saya merasa perubahan itu akan merusak dari semesta jalan Dracula yang dibuat oleh Bram Stoker.
 Review fillm: bentuk Dracula dalam The Last Voyage of the Demeter bukan wujud yang akan saya favoritkan dari sekian banyak adaptasi bentuk Count Dracula.: (dok. DreamWorks Pictures/Reliance Entertainment/Storyworks Productions/Studio Babelsberg/Phoenix Pictures/Wise Owl Media via IMDb) |
Bila memang nanti ada pengembangan selanjutnya dari The Last Voyage of the Demeter yang masih diambil dari bab lain dalam novel Bram Stoker, sudah pasti akan ada 'jembatan-jembatan' baru yang dikarang untuk menyambungkan semesta.
Bragi Schut Jr. sebagai si empunya ide mesti berhati-hati dalam bermain-main dengan kisah tersebut bila tak ingin terjebak dalam perangkap Dracula dan menjadikan kisahnya menjemukan.
Selain itu, saya apresiasi visualisasi André Øvredal yang memang lihai bermain-main dengan ketegangan, jumpscare, dan horor dalam set yang terbatas seperti dalam The Autopsy of Jane Doe (2016).
Meski begitu, saya rasa The Last Voyage of the Demeter bukan karya terbaik sutradara Norwegia yang lebih sering mengerjakan film gelap, horor, dan fantasi tersebut.
Terlepas dari itu, saya menyukai bagaimana sajian sinematografi, efek visual, komputerisasi, hingga desain produksi dari film The Last Voyage of the Demeter ini.
Hanya satu yang rasanya kurang dari produksi The Last Voyage of the Demeter, yakni visualisasi rute perjalanan yang sebenarnya mungkin akan membantu penonton memahami betapa lama perjalanan para awak ini menjemput kematian mereka di taring Dracula.
[Gambas:Youtube]