Barbie Bikin Masyarakat Timur Tengah Terbelah

CNN Indonesia
Rabu, 23 Agu 2023 14:30 WIB
Setelah sejumlah negara kawasan Arab melarang penayangan Barbie, film tersebut kini membelah para penonton bioskop di kawasan itu.
Setelah sejumlah negara kawasan Arab melarang penayangan Barbie, film tersebut kini membelah para penonton bioskop di kawasan itu. (Warner Bros. Pictures)

Di sana, aktivis perempuan masih menghadapi tuntutan terkait unggahan di media sosial yang dianggap melanggar aturan berpakaian juga homoseksualitas.

Sejumlah restoran di Riyadh pun menampilkan hidangan makanan dan minuman yang terinspirasi Barbie. Namun tak semua pengunjung senang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang ibu empat anak bernama Hanan Al-Amoudi memilih untuk menonton film lain di Dubai, di tengah keriuhan euforia akan Barbie.

"Saya mendukung kemerdekaan dan keterbukaan, tapi dengan Barbie, saya dengar itu menentang maskulinitas," kata Al-Amoudi yang mengenakan pakaian bercadar warna hitam.

"Bagi seorang pria yang menyerupai perempuan dengan riasan, dan berpakaian feminin, ini adalah sesuatu yang saya tak suka," lanjutnya merujuk pada karakter Ken yang diperankan Ryan Gosling.



Feminisme kulit putih

Sementara itu di Bahrain, Barbie membuat tokoh agama Hassan Al-Husseini murka. Tokoh agama Islam setempat yang diikuti jutaan orang di media sosial itupun menyerukan boikot pada Barbie.

Dia menilai film itu "memberontak terhadap gagasan pernikahan dan peran sebagai ibu" dengan menampilkan laki-laki "tak jantan" atau menggambarkan mereka sebagai "monster".

Keberatan serupa juga muncul di Kuwait. Negara itu melarang Barbie dengan alasan "melindungi etika publik dan tradisi sosial".

Bukan cuma Barbie yang jadi korban Kuwait. Film horor Talk to Me juga dilarang tayang karena menampilkan aktor transpria meski tak menyebut satupun soal LGBT di dalam ceritanya.

Namun penonton di Kuwait masih bisa melihat Barbie lewat situs bajakan atau melipir ke tetangga mereka, Arab Saudi.

Jurnalis Kuwait, Sheikha Al-Bahaweed mengaku menonton Barbie secara daring. Namun ia kecewa dengan film itu karena merasa tidak cukup feminis dan inklusif.

"Ini menunjukkan feminisme kulit putih, kolonial, dan dangkal," kata Al-Bahaweed. "Feminisme tidak pernah berdasarkan pada penggantian sistem patriarki dengan sistem matriarki... tapi didasarkan pada persamaan, keadilan, dan kesempatan yang sama,"



Matriarki merupakan lawan dari patriarki, ketika sistem sosial didominasi oleh kepemimpinan perempuan. Salah satu contohnya adalah kekuasaan keturunan ditentukan menurut garis ibu.

Sementara itu bagi perempuan berusia 18 tahun asal Arab Saudi, Reefan al-Amoudi, Barbie ia nilai mendorong feminisme terlalu jauh.

"Bagus sih seorang perempuan bekerja dan mandiri," katanya di bioskop di Dubai. "Namun tubuhnya beda dari laki-laki. Perempuan bisa melakukan apapun seperti laki-laki, tapi dalam batasan."

(afp, aca/end)

HALAMAN:
1 2
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER