Jakarta, CNN Indonesia --
Perhelatan Synchronize Festival 2023 di kawasan Gambir Expo Kemayoran rupanya memiliki banyak hal yang berubah bila dibandingkan dengan edisi awalnya pada enam atau tujuh tahun lalu.
Pagelaran musik lokal ragam musisi dan genre tersebut bahkan bagai "toko serba ada" untuk versi dunia musik Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mudah, meriah, dan terjangkau. Apa hal lain yang bisa mengalahkan formula-formula tersebut untuk menggaet pasar terbesar di Indonesia? Maka wajar acara ini jadi rujukan favorit dewasa muda ibu kota.
Selama sekian tahun, acara ini jadi wadah para dewasa muda melepas penat dari tekanan ibu kota. Dengan tiket yang 'cuma' ratusan ribu rupiah, beragam sajian musik dan perintilan 'hiburan sampingannya' bisa didapat.
Namun memang tampak jelas ada pergeseran demografi pengunjung yang hadir di Synchronize Festival setiap tahunnya, terutama setelah pandemi.
Seingat saya, Synchronize Festival dulu kala jadi ajang bergengsi bagi sekelompok 'orang penting' dalam skena musik untuk unjuk gigi. Entah pamer fashion statement terkini, diskusi musik tanpa henti, sampai jadi disjoki.
[Gambas:Video CNN]
Fenomena itu memang masih muncul dalam helatan tahun ini. Beruntung, mereka yang dikenal para 'abang-abangan' itu semakin tergerus oleh umur atau gelombang pasar terbaru yang tak bisa mereka halangi.
Namun toh sikap belaga berkuasa dan eksklusif itu masih ada, terutama terhadap gelombang baru yang berbeda persepsi. Hingga kemudian, sebenarnya mereka melanggengkan sikap eksklusif di balik janji sajian musik inklusif.
Synchronize Festival 2023 juga tak melulu soal siapa grup musik bergengsi yang 'layak' tampil di panggung-panggung akbar tersebut.
Memang, Synchronize Festival 2023 pasti memerlukan strategi mengeruk untung tanpa mengurangi marwah sebagai salah satu patron penyedia panggung lintas genre dan generasi.
Dulu, Synchronize Festival menciptakan ruang eksklusif sekaligus mencetak 'abang-abangan' baru. Kini, eksklusivitas itu akhirnya runtuh, berganti dengan inklusivitas yang justru terasa semu demi elemen penting pascapandemi: yang penting happy.
Hasilnya? Pertunjukan TikTok friendly menjadi asupan yang tak lagi asing di panggung-panggung besar Synchronize Festival 2023. Mulai dari duet ayah-anak Sule ft. Rizky Febian, koplo Trio Macan ataupun Dewi Perssik, hingga kolaborasi Soneta X Dipha Barus yang kikuk tak bertaji.
Lanjut ke sebelah...
Sebuah ironi tercipta ketika Soneta X Dipha Barus memainkan Mirasantika --sebuah lagu yang tercipta sebagai kritik tajam atas peredaran minuman keras tanpa filter di Indonesia-- di depan banyak pengunjung berjoget liar dan agaknya tak sadar.
Namun disadari maupun tidak, Synchronize Festival selalu berhasil menyediakan spesimen layak uji yang membuktikan pretensiusnya kalangan elit (re: abang-abangan) yang kini harus berhadapan dengan realitas.
Saya akui, sukar memang untuk menyeimbangkan keberlangsungan karya dengan realitas yang harus dihadapi, terutama sebagai pelaku seni.
Beruntung Synchronize Festival 2023 masih tetap menyeimbangkan pola tersebut, meski harus bersaing dengan permintaan netizen yang kerap tak peduli soal pemaknaan karya seni.
Salah satu upaya yang saya acungi jempol adalah masih ada panggung XYZ Stage dan Gigs Stage di helatan ini. Saya pribadi merasa dua panggung itu adalah ruang paling nyaman di festival ini.
Berbagai nama teruji; sebut saja Pelteras, Kinder Bloomen, Zeke and The Popo, Santamonica, Zoo, Leipzig, Thee Marloes, taRRkam, Bedchamber, hingga Tigapagi hilir mudik memainkan set minim gimik ala televisi.
Bagi saya, para penampil terbaik di Synchronize Festival 2023 justru muncul di kedua panggung tersebut.
[Gambas:Photo CNN]
Sebagai penyelenggara pertunjukan musik, Synchronize Festival 2023 melakukan beberapa perubahan pendekatan.
Secara keseluruhan, festival ini masih berhasil menyuguhkan pemaknaan rasa bersenang-senang di sudut utara Jakarta. Namun sayang, mayoritas di antaranya masih minim esensi.
Mulai dari Konser Petualangan Sherina, 50 Tahun God Bless, Iwan Fals X Sawung Jabo, Diskoria, ataupun Soneta X Dipha Barus. Kesemuanya seolah muncul hanya sebagai pemenuh syarat menghargai permintaan tinggi, entah dari penggemar ataupun pemilik modal.
Beruntung pada malam penutup, pertunjukan Mesin Waktu 2.0: Teman-Teman Menyanyikan Lagu Naif sedikit memberikan penawar, sekaligus membuktikan jika pertunjukan penuh 'gizi' tetap dapat tersaji tanpa peduli pundi-pundi.
Namun jika perubahan pendekatan itu tak berubah, saya rasa edisi-edisi Synchronize Fest selanjutnya tak akan berbeda dengan pasar malam bertopeng wadah apresiasi seni.
Saya tak menampik Synchronize Festival 2023 masih menyenangkan, meski cukup melelahkan karena banyak waktu yang terbuang karena jalur utama yang macet lantaran disesaki pengunjung yang kebingungan.
Bila penyelenggara mempertimbangkan opsi untuk sedikit menaikkan harga tiket di helatan selanjutnya, maka saya memprediksi pengalaman festival dapat menjadi lebih optimal.