Sebuah ironi tercipta ketika Soneta X Dipha Barus memainkan Mirasantika --sebuah lagu yang tercipta sebagai kritik tajam atas peredaran minuman keras tanpa filter di Indonesia-- di depan banyak pengunjung berjoget liar dan agaknya tak sadar.
Namun disadari maupun tidak, Synchronize Festival selalu berhasil menyediakan spesimen layak uji yang membuktikan pretensiusnya kalangan elit (re: abang-abangan) yang kini harus berhadapan dengan realitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya akui, sukar memang untuk menyeimbangkan keberlangsungan karya dengan realitas yang harus dihadapi, terutama sebagai pelaku seni.
Beruntung Synchronize Festival 2023 masih tetap menyeimbangkan pola tersebut, meski harus bersaing dengan permintaan netizen yang kerap tak peduli soal pemaknaan karya seni.
Salah satu upaya yang saya acungi jempol adalah masih ada panggung XYZ Stage dan Gigs Stage di helatan ini. Saya pribadi merasa dua panggung itu adalah ruang paling nyaman di festival ini.
Berbagai nama teruji; sebut saja Pelteras, Kinder Bloomen, Zeke and The Popo, Santamonica, Zoo, Leipzig, Thee Marloes, taRRkam, Bedchamber, hingga Tigapagi hilir mudik memainkan set minim gimik ala televisi.
Bagi saya, para penampil terbaik di Synchronize Festival 2023 justru muncul di kedua panggung tersebut.
Sebagai penyelenggara pertunjukan musik, Synchronize Festival 2023 melakukan beberapa perubahan pendekatan.
Secara keseluruhan, festival ini masih berhasil menyuguhkan pemaknaan rasa bersenang-senang di sudut utara Jakarta. Namun sayang, mayoritas di antaranya masih minim esensi.
Mulai dari Konser Petualangan Sherina, 50 Tahun God Bless, Iwan Fals X Sawung Jabo, Diskoria, ataupun Soneta X Dipha Barus. Kesemuanya seolah muncul hanya sebagai pemenuh syarat menghargai permintaan tinggi, entah dari penggemar ataupun pemilik modal.
Beruntung pada malam penutup, pertunjukan Mesin Waktu 2.0: Teman-Teman Menyanyikan Lagu Naif sedikit memberikan penawar, sekaligus membuktikan jika pertunjukan penuh 'gizi' tetap dapat tersaji tanpa peduli pundi-pundi.
Namun jika perubahan pendekatan itu tak berubah, saya rasa edisi-edisi Synchronize Fest selanjutnya tak akan berbeda dengan pasar malam bertopeng wadah apresiasi seni.
Lihat Juga :![]() LAPORAN INTERAKTIF Dramaturgi Slamet Rahardjo |
Saya tak menampik Synchronize Festival 2023 masih menyenangkan, meski cukup melelahkan karena banyak waktu yang terbuang karena jalur utama yang macet lantaran disesaki pengunjung yang kebingungan.
Bila penyelenggara mempertimbangkan opsi untuk sedikit menaikkan harga tiket di helatan selanjutnya, maka saya memprediksi pengalaman festival dapat menjadi lebih optimal.
(end)