Terlepas dari berbagai pandangan usai melihat Ice Cold, saya mengakui bahwa film dokumenter ini dikemas dengan apik. Saking apiknya sampai bisa menjadi bahan perbincangan dan sukses membangkitkan kembali topik yang sudah terkubur tujuh tahun.
Secara naskah, Ice Cold sama sekali berbeda dibanding film dokumenter yang biasa saya tonton. Dokumenter ini mengisahkan hal yang menjelimet dengan cara yang ringan, meski dipandang berat sebelah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film ini dengan lantang menyuarakan begitu banyak permasalahan dihadapi perempuan segala generasi. Monolog America Ferrera membuat Barbie sangat layak untuk menjadi salah satu film terbaik pada 2023.
Meski memang ada adegan yang cukup menghabiskan durasi, hal itu tak mengurangi pesan dan kritik sosial terhadap situasi di masyarakat keseluruhan.
Lihat Juga : |
Saltburn meninggalkan kesan begitu kuat setelah film berakhir. Emerald Fennell menulis naskah dan menggarap Saltburn yang penuh layer dan slowpaced ini jadi film satire yang menarik ditonton setiap babaknya.
Pengisahan itu berpadu dengan akting sempurna dari seluruh pemain, terutama Barry Keoghan yang membuatnya sangat layak dilirik untuk nominasi Oscar 2024.
Film ini konsisten lewat plot yang begitu captivating sejak awal hingga akhir, terutama dalam memadukan dark comedy, action, hingga thriller. Sinematografi yang solid juga membuat The Childe sangat menghibur hingga akhir.
Penampilan Kim Seon-ho dengan microexpression yang patut diacungi jempol membuat The Childe jadi proyek debut sang aktor yang paripurna.
Lihat Juga : |
RWRB menjadi film yang amat saya nikmati tahun ini. Taylor Zakhar Perez dan Nicholas Galitzine membuktikan berhasil menghidupkan karakter Alex Claremont-Diaz dan Pangeran Henry dari novel karya Casey McQuinston.
Chemistry yang luar biasa dari keduanya membuat banter Taylor dan Nicholas terasa begitu natural dan witty bersamaan. Meski ada beberapa perubahan dari versi novel, inti kisahnya masih tersalurkan dengan baik dalam film.
Jatuh Cinta Seperti di Film-film menyuguhkan tontonan film yang beda daripada yang lain. Konsep filmnya pun begitu meta tapi tetap nyeleneh, terutama berani menyentil industri perfilman dalam negeri.
Dengan begitu, Yandy Laurens patut diberikan standing applause berkat penulisan dan penyutradaraannya. Tidak hanya dia, begitu pula dengan performa para aktor yang solid, yaitu Ringgo Agus Rahman, Nirina Zubir, Sheila Dara, dan Dion Wiyoko.
Lihat Juga : |
Makoto Shinkai kembali berhasil menciptakan karya yang solid di setiap lini lewat film anime Suzume.
Sang penulis dan sutradara berhasil menyajikan film lebih kuat di lini cerita yang terinspirasi dari bencana gempa bumi di Jepang. Aspek itu diperkuat dengan karakter dan visual yang tidak kalah cantik.
Lihat Juga : |
Kombinasi CGI dan ilustrasi gambar tangan menjadi hal yang paling membuat saya tergugah saat menonton The First Slam Dunk.
Selain itu, apresiasi untuk Takehiko Inoue sebagai penulis dan sutradara yang mengambil keputusan untuk membuat film anime itu berfokus pada karakter Ryota Miyagi, bukan begundal berambut merah Hanamichi Sakuragi.
Lihat Juga : |
Inovasi baru Hayao Miyazaki dan Studio Ghibli dalam membuat film animasi langsung terasa di adegan pembuka. Bahkan, saya merasa sutradara film animasi itu sedang 'teler' saat menggarap The Boy and the Heron.
Untung saja Hayao Miyazaki batal pensiun. Sayang jika menjadikan The Boy and the Heron film pemungkasnya karena ini bukanlah film terbaik yang pernah dia buat.
Lihat Juga : |
Lanjut ke sebelah...