Ketentuan LMKN yang telah diatur Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musisi, royalti yang dikenakan karaoke dihitung per ruang/hari. Sementara untuk karaoke tanpa ruang (aula) tarif royalti sebesar Rp20 ribu per ruang/hari.
Karaoke keluarga senilai Rp12 ribu per ruang/hari dan karaoke eksekutif sebesar Rp50 ribu per ruang/hari. Royalti dibayarkan 50 persen untuk hak pencipta dan 50 persen hak terkait. Lalu, untuk karaoke kubus (booth) royalti dikenakan Rp300 ribu per kubus/tahun dan harga sama untuk hak terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Royalti yang telah dihimpun LMKN selanjutnya akan didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK. Selain itu royalti juga akan digunakan sebagai dana operasional dan dana cadangan.
Di sisi lain, pemerintah merumuskan kebijakan kenaikan pajak hiburan yang bakal naik sebesar 40-75 persen. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan berlaku pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Akibatnya wacana itu mengundang protes keras dari para pengusaha maupun pelaku bisnis UMKM di Indonesia, mulai dari berbagai pihak, mulai dari Inul Daratista, Hotman Paris, hingga para pegiat spa.
Asosiasi Spa Indonesia (ASPI) dan jajaran bahkan mengajukan judicial review UU HKPD kepada Mahkamah Konstitusi.
Imbas kisruh tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan "turun gunung" untuk ikut menyelesaikan polemik terkait. Ia memastikan bakal menunda pelaksanaan kebijakan baru tersebut.
"Jadi, kita mau tunda saja itu dulu pelaksanaannya. Itu kan dari Komisi XI, bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu," tutur Luhut dalam keterangan yang ia unggah di akun Instagram pribadinya, Rabu (17/1).
"Sehingga kemarin kita putuskan ditunda, kita evaluasi, dan kemudian judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan kita ke rakyat kecil sangat tinggi, karena itu banyak menyangkut pedagang-pedagang kecil juga," imbuhnya.