The Fantastic Four: First Steps menjejakkan kaki untuk pertama kali di semesta Marvel Cinematic Universe (MCU) dengan langkah meyakinkan. Langkah ini tidak hanya penting untuk Fantastic Four, tetapi juga dibutuhkan untuk mengangkat MCU menuju puncak The Multiverse Saga.
Setelah empat kali percobaan, kisah Marvel's First Family itu akhirnya diadaptasi secara fantastis dan sebanding dengan popularitasnya. Grup superhero legendaris itu rilis sebagai film pertama dari Phase Six The Multiverse Saga yang sebentar lagi selesai dengan Avengers: Secret Wars (2027).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
First Steps juga menjadi karakter legendaris Marvel Comics terbaru yang akhirnya kembali dipegang Marvel Studios. Karakter itu sempat diadaptasi dalam berbagai versi, tetapi semuanya relatif flop hingga menuai kritik pedas.
Latar belakang ini membuat ekspektasi terhadap Fantastic Four: First Steps melambung. First Steps dituntut menjawab harapan hingga keraguan para penonton, baik dari segi cerita maupun kualitas secara teknis.
Untungnya, The Fantastic Four: First Steps memberi tontonan yang selama ini didambakan penggemar setianya. First Steps mempunyai nyaris semua yang dibutuhkan dalam adaptasi FF: cerita solid tentang keempat anggotanya, villain ikonis, dan pertaruhan bertema keluarga yang emosional.
![]() |
Membawa Reed Richards (Pedro Pascal), Sue Storm (Vanessa Kirby), Ben Grimm (Ebon Moss-Bachrach), dan Johnny Storm (Joseph Quinn) ke Earth-828, semesta alternatif yang beda dari semesta utama MCU, adalah pilihan tepat Matt Shakman bersama barisan penulisnya.
Langkah itu semakin sempurna berkat keputusan mengusung latar 1960-an dengan nuansa retro-futuristik. Pilihan ini membuat The Fantastic Four: First Steps tersaji dalam kemasan visual mencolok--dalam konteks positif--dibanding rilisan MCU.
Matt Shakman dan pengarah sinematografi Jess Hall totalitas menciptakan semesta alternatif itu agar kontras dengan semesta Earth-616. Nuansa retro-futuristik juga memberikan kesegaran baru, seolah penonton tidak sedang menyaksikan kisah MCU pada umumnya.
Eksplorasi First Steps terhadap latar New York City versi Earth-828 juga menawan. First Steps masih menampilkan tempat ikonis seperti Patung Liberty hingga Times Square, tetapi juga membangun kota itu dengan imajinasi apik yang membuatnya terasa beda dari biasanya.
Estetika The Fantastic Four: First Steps yang mampu memanjakan mata semakin terasa berwarna karena alunan musiknya ikut memikat telinga. Michael Giacchino yang sudah masyhur sebagai komposer meracik alunan scoring megah, dengan lagu tema utama Fantastic Four yang begitu ikonis.
Keindahan dunia The Fantastic Four: First Steps itu pun dengan mulus mengantar penonton menuju kisah keluarga legendaris yang hidupnya berubah setelah mengalami peristiwa kosmis.
Matt Shakman, yang namanya harum setelah jadi sutradara WandaVision (2021), kembali unjuk gigi ketika dipercaya Feige menukangi Fantastic Four: First Steps.
Rekam jejak dan visi Matt Shakman saat membuat WandaVision ternyata cocok untuk diterapkan lagi dalam First Steps. Ia menyulap The Fantastic Four: First Steps sehingga bersandar kepada dinamika Reed, Sue, Ben, dan Johnny.
Dinamika itu digali semakin jauh saat Reed dan Sue dikaruniai anak laki-laki bernama Franklin Richards. Shakman kemudian memeras elemen emosional itu lewat kisah motherhood Sue Storm dan Franklin.
![]() |
Satu poin lain yang mencolok dari cerita First Steps adalah kelugasan cerita. Film ini fokus mengisahkan Fantastic Four di semestanya, tidak tergesa untuk menampilkan karakter semesta lain atau crossover yang rumit.
Plot tidak berbelit itu membuat The Fantastic Four: First Steps terasa seperti menghidupkan satu buku komik, fokus mengisahkan Mr. Fantastic, Invisible Woman, The Thing, dan Human Torch melawan Galactus.
Namun, saya menghadapi sedikit dilema setelah menikmati tontonan 114 menit tersebut. Metode yang membuat First Steps menjadi salah satu film tersingkat MCU itu ternyata membuat saya hanya seperti berkenalan singkat dengan karakternya.
Fantastic Four memang sudah populer. Saya pun sepakat bahwa film ini tidak perlu menjadi origin story pasaran. Namun, rasanya saya juga butuh mengenal lebih dalam para karakter utama, juga Galactus dan Silver Surfer.
Film ini belum banyak mengulas sejauh mana Sue mampu mengendalikan kekuatannya, pandangan Ben terhadap perubahan tubuh atau kisah cintanya yang kerap pilu, atau lapisan-lapisan lain dari dalam diri Reed Richards hingga Johnny Storm.
Penggambaran teror Galactus juga masih terasa gamang meski sudah dijelaskan betapa fatalnya akibat yang dapat dipicu dari perbuatan villain kosmis tersebut.
Keresahan itu untungnya dapat terobati dengan penampilan menawan para pemeran. Kevin Feige dan departemen casting mengambil keputusan tepat dalam memilih bintang The Fantastic Four: First Steps.
Kuartet First Family tampil solid dengan chemistry yang langsung terbangun sejak awal. Penonton bisa merasakan bahwa mereka bukan superhero yang kebetulan bersatu, tetapi memang sudah bersama begitu lama dan menjadi satu keluarga utuh.
Di antara keempat pemeran utama, Vanessa Kirby menjadi yang paling bersinar dalam First Steps. Ia sebenarnya punya tugas besar karena plot utama film ini dibangun di sekitar Sue Storm.
Akting memukau Vanessa Kirby lantas membuat kisah itu menjadi bernyawa hingga menampilkan banyak adegan emosional ketika Sue bertaruh di antara tugasnya sebagai ibu dan pahlawan super.
Penampilan Pedro, Vanessa, Ebon, dan Johnny itu didukung akting tak kalah brilian dari barisan aktor pendukung. Julia Garner dan Ralph Ineson menjadi duo villain yang bisa mencuri perhatian setiap kali muncul.
![]() |
Bahkan, pemeran pendukung lainnya seperti Sarah Niles, Mark Gatiss, Natasha Lyonne, dan Paul Walter Hauser tetap ikut bersinar meski durasi munculnya singkat.
The Fantastic Four: First Steps kemudian berakhir dengan final battle yang dramatis. Film ini selesai dengan tuntas, meski mid-credits scene memberi isyarat bahwa ancaman lebih besar akan segera datang.
Namun, sebelum perang genting di multisemesta MCU itu tiba, The Fantastic Four: First Steps patut disinggahi lebih dulu untuk menikmati keindahan yang tidak pernah ditemukan sebelumnya.
Semesta Earth-828, dengan nuansa retro-futuristik di dalamnya, rasanya juga akan dirindukan karena belum tentu muncul kembali di proyek-proyek MCU mendatang.
(end)