Terjebak Pola Pikir Struktural

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 19 Jul 2016 11:28 WIB
Betapa hierarkisnya organ intra kampus seakan-akan menggambarkan birokrasi korporat, menyatakan hubungan kerja dengan kata bos dan stafnya.
Ilustrasi (Thinkstock/LuckyBusiness)
Surabaya, CNN Indonesia -- "Hei gimana kabarnya pak ketua?"
"Prokernya dijalankan ya pak menteri"
"Pres saya minta waktu bentar ya"
"Sebentar saya lagi menunggu staf saya"

Celetukan beberapa mahasiswa yang berorganisasi kurang lebih seputar yang di atas. Betapa hierarkisnya organ intra kampus seakan-akan menggambarkan birokrasi korporat, menyatakan hubungan kerja dengan kata bos dan stafnya.

Meletakkan pandangan secara struktural akan berakibat pada orientasi profit atau keuntungan, bahkan mengesampingkan esensi atau kebermanfaatan di balik suatu kondisi. Sedikit hemat saya mengatakan mengapa kapitalisme ini sudah mendarah daging sedemikian rupa, karena kita mengidealkan organisasi semacam korporasi.

Tatanan ini menciptakan perbedaan kelas yang pada akhirnya bersifat tunduk satu sama lain. Relasi produksi yang terjadi pada hubungan kerja didasarkan siapa aku dan kamu, sehingga determinisme terjadi secara paksa bahwa struktur akan menciptakan wewenang besar hingga kecil. Di sinilah lingkup berekspresi direnggut.

Kebiasaan ini menjamur di pikiran setiap orang yang berujung pada sifat pragmatis akan orientasi jabatan. Coba perlahan kita tekankan kata amanah sebagai bentuk tanggung jawab dan kata mengabdi sebagai bentuk ketulusan. Terlebih ada pula sumpah yang diperuntukkan para organisatoris untuk memantapkan komitmennya dalam mengabdi secara amanah.

Sebagai organisatoris yang menuliskan ini, saya tergolong berhasrat (palusodipal) untuk menggencarkan betapa pentingnya berorganisasi, sekat pemikiran dibenturkan satu sama lain, mempertanggungjawabkan pada mahasiswa yang memilih secara demokrasi serta mengabdi pada nusa dan bangsa dalam menimba ilmu setinggi-tingginya untuk kembali pada masyarakat.

Ketika kita masih terjebak pada pola pikir struktural maka hal di atas hanya bersifat utopia semata. Selamanya organisasi intra kampus dikatakan menjadi sebuah kue lezat yang besar, tentu hasrat yang timbul adalah menghabiskan kue itu baik sendiri atau bersama-sama, itupun dalan porsi yang disepakati. Profesionalitas itu tidak harus berlatar merah, kuning, hijau pun putih bahkan abu-abu yang terpenting adalah tahu untuk berbuat, paham untuk berkontribusi.

Mungkin ini hal kecil tapi saya percaya bahwa dari hal kecil inilah kebiasaan berorganisasi semacam BEM, BLM, DEMA, DPM, maupun LEM, akan ditunjukkan pada semangat kekeluargaan, asas kolektif kolegial yang melekat akan menumbuhkan gotong royong sesuai dengan dasar negara kita, Pancasila. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER