Memahami Toleransi dengan Merasakan Langsung

Hafshah Fakhrin | CNN Indonesia
Kamis, 25 Agu 2016 18:26 WIB
Nilai toleransi dan kekeluargaan bisa diresapi dengan merasakannya langsung. Itulah yang ingin dicapai melalui program SabangMerauke.
Iseh Mohamad Asnawi saat konferensi pers program SabangMerauke 2016. (Hafshah Fakhrin/CNN Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai toleransi dan kekeluargaan bisa lho diresapi saat kamu bergaul setiap hari dengan orang yang berbeda latar belakang. Apalagi kalau tinggal serumah.

Itulah yang terjadi kalau kamu mengikuti program SabangMerauke atau singkatan dari Seribu Anak Bangsa Merantau Untuk Kembali. Tahun ini program ini digelar selama 3 pekan, melibatkan 15 pelajar Sekolah Menengah Pertama dan 15 mahasiswa.

Jadi, ke-15 pelajar itu disebut Adik SabangMerauke. Sedangkan 15 mahasiswa tadi disebut Kakak SabangMerauke. Ke-15 pelajar diseleksi dari 1.137 pendaftar. Sedangkan 15 mahasiswa dipilih dari 33 keluarga yang mendaftar menjadi Famili SabangMerauke.

“Kami berharap, dengan perpanjangan waktu program interaksi antara FSM, KSM, dan ASM, akan lebih kuat diresapi oleh adik-adik SabangMerauke,” kata Irma Sela Karlina, Managing Director SabangMerauke 2016, di Jakarta, Kamis (25/8).

“Sehingga ketika para Adik SabangMerauke kembali ke daerahnya bisa menanamkan dan menyebarkan nilai-nilai tersebut,” kata Irma lagi.

Kesan mendalam disampaikan oleh Iseh Mohamad Asnawi, yang akrab dipanggil Asnawi, seorang pelajar SMP dari Kabupaten Kudus. Begitu juga yang dirasakan oleh Fajar Selawati, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta.

Asnawi bilang banyak belajar soal toleransi, pendidikan, dan ke-Indonesiaan. Tidak hanya diperbincangkan tapi juga melakukan arti dari toleransi itu sendiri, sebab dia tinggal selama 3 pekan di rumah Pak Aldrim, sang Famili SabangMerauke (FMS), yang beragama Kristen.

Asnawi sangat taat dan rajin beribadah. Sampai-sampai Pak Aldrim mencarikan kiblat di rumahnya untuk Asnawi. Pak Aldrim bangga dengan semangat Asnawi yang ingin meraih cita-citanya menjadi ustadz, dokter, dan ingin punya rumah sakit sendiri.

Keduanya pun sangat merasakan adanya perbedaan. Namun perbedaan tersebut tidak menjadi masalah justru sebaliknya, menjadikan Pak Aldrim dan Asnawi sama-sama belajar.

Begitu juga Fajar. Semula dia tidak percaya adanya toleransi antar agama. Sekarang dia menyadari adanya hal tersebut dan merasa toleransi antar suku dan juga budaya itu sangat diperlukan.

"Karena Indonesia itu indah. Saya bisa bertemu dengan adik-adik yang berbeda suku dan agama senang sekali, banyak manfaat, kita bisa sharing daerah kita, dan saya menjadi KSM di sini salah satu alasannya karena saya tersentuh dengan tagline-nya yang mengatakan ‘karena toleransi tidak bisa hanya diajarkan, toleransi harus dialami dan dirasakan’,” katanya lagi. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER