Cerita Pendek tentang Sahabat Cinta

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Sabtu, 01 Okt 2016 14:51 WIB
Mereka terus saling berhubungan dan bersahabat, meskipun sudah berganti pemilik, dijual, dibeli, dijual, dibeli lagi.
Ilustrasi (smalox/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ada sahabat cinta sembunyi di bawah batok kelapa. Mungkinkah? Mungkin. Kenapa tidak? Biarkan saja sembunyi, dia akan jadi fosil membantu atau keropos dimakan waktu.

Loh! Kenapa? Karena pemiliknya takut menyatakan kebenaran sahabat cinta? Meski tak berlaku bagi semua makhluk hidup. Tapi mungkin kan begitu? Aneh, dijawab sendiri. Biarin. Biar aneh seperti pecel lele.

Ini sekadar kisah di balik kisah. Kisah di antara dua sahabat hati. Sebagaimana adanya kiasan cinta monyet, tapi bukan monyet jatuh cinta pada marmut loh.

Kiasan populer itu ada turun-temurun di antara obrolan bahagia riang-gembira. Terbuka, ringan bersukaria di tengah pergaulan remaja. Dewasa bisa juga sih.

Tak ada bermaksud sembunyi batu melempar tangan, xixixi, sengaja dibuat terbalik agar ada humornya dikit. Nah senyumlah. Tak juga mau tersenyum ya sudah. Marahlah. Tak juga mau marah? Tidak boleh ya marah-marah. Marah itu bukan contoh keteladanan cinta kasih.

Jika dikau suatu ketika nanti menjadi seorang pemimpin sahabat cinta, tidak boleh ya marah-marah di depan para sahabatmu, meskipun di antara mereka, salah satunya melakukan kesalahan, misalnya. Ngobrollah berdua di tempat terpisah dari hati ke hati, bisakan. Dicatet ya. Okelah kalau begitu. Lanjut lagi.

Ada kisah sahabat cinta jatuh ke hati masuk ke tas bolong, gitu deh kiasan ceritanya.

Begini kisahnya. Berawal dari kalimat ini nih. “Jarak tak memisahkan sahabat cinta…” Kata sebuah teks di telepon seluler perempuan ayu sedikit gemuk tapi tetap terlihat ayu, lebih banyak cantiknya, jujur parasnya, terlihat di foto bersama keluarganya.

“Akh kamu bagai putri kembang sepatu, tak wangi tapi warnamu membuat lebah menyapa keindahanmu, bagai embun jatuh dari awan ke dalam angan.” Dalam benak lelaki itu.

Dua telepon seluler membangun dialog jarak jauh. Kok bisa ya ada sahabat cinta jarak jauh. Belum pernah saling bertemu. Bagaimana mungkin? Ya dimungkinkan saja, agar soal menyoal sahabat cinta tak menjadi pelik.

Anehnya lagi, kedua telepon seluler itu bisa saling melihat loh. “Kamu lama deh menjawab pertanyaanku. Itu siapa yang ngobrol denganmu.” Teks dikirim dari telepon seluler perempuan ayu.

“Wow! Dari manakah kamu tahu ada teman di sampingku? Aku sendirian. Kemarilah, buktikan sendiri.” Teks jawaban dari telepon seluler lelaki itu. “Kamu kira jarak ke kotamu dari kotaku bisa beli tiket dengan daun.” Teks jawaban dari telepon seluler perempuan ayu.

“Bisa. Kalau mungkin.” Teks jawaban dari telepon seluler lalaki itu.

“Cubit sampai ungu… Hihhh… Kalau kamu sakti maraton aja ke sini.” Teks jawaban dari telepon seluler perempuan ayu. “Aku memang sakti. Bisa melihat nilai matematikamu, selalu A-plus terus kan?” Teks jawaban dari telepon seluler lelaki itu.

Dialektika semacam itu menjadi babak pembuka, setiap kali berkabar dengan teks jarak jauh di telepon seluler keduanya. Biasanya diakhiri perasaan semacam sinyal komunikasi terputus-putus.

Esoknya, selalu sama. Teks dari telepon seluler kembali cerah-ceria, kalimat good morning, have a great day, saling memuji prestasi masing-masing. Berlangsung sebagaimana sering terjadi. Seperti kisah biasanya. Hal itu berlangsung bertahun-tahun. Hingga mereka memasuki usia lanjut, seiring waktu berdetik.

Meskipun mereka tak pernah bertemu sekalipun. Atas kehendak keduanya pula, di masa usia lanjut, kedunya mengisi pengabdian kehidupan di Panti Werda, di kotanya masing-masing.

Komitmen kesetiaan humanis amat langka. Keadaan terus berlangsung sebagaimana adanya. Hingga akhir hayat keduanya di tempat masing-masing secara bersamaan.

Meskipun keduanya telah lama wafat. Kedua telepon seluler itu seperti berjalan sendiri dari toko ke toko, dibeli oleh seseorang dijual lagi, dibeli lagi, dijual lagi, begitu seterusnya berpindah-pindah tangan dan teks di dalam telepon seluler itu masih terus saling mengirim berita, berisi kalimat-kalimat sama persis, seakan keduanya masih hidup. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER