Jakarta, CNN Indonesia -- Terdengar suara langkah bergedebam beradu dengan tanah, seakan seluruh bumi bergetar. Ant terpisah dari keluarganya akibat banjir bandang datang mendadak, memporakporandakan tempat tinggal Ant dan keluarga.
Sekitar Ant bermunculan seperti bintang gemerlapan, dari berbagai arah. Semua tampak terang. Cahaya-cahaya seperti berpijaran di sekitarnya, seakan sedang melihat dirinya lebih dekat. Ant masih belum mengerti di mana ia kini.
Ant mengerjapkan matanya berkali-kali, pandangan matanya tak merubah apapun. Semakin indah di sekitarnya, semakin bercahaya di sekitarnya. Cahaya gemerlap bagai bintang kecil dan bintang besar terus berpedaran, mendekat, sedikit menjauh, berlompatan mendekati, menjauh, berputar cepat, berputar lambat.
Ant merasa pandangan matanya baik-baik saja. Ia hanya melihat hal tak lazim belum pernah ia temui sepanjang hidupnya. “Siapa kalian? Wahai kamu cahaya?” Tak ada suara jawaban keluar dari cahaya itu, tetap bergerak kian kemari, seakan sedang menghibur Ant.
Ant mencoba tersenyum. Cahaya itu bergerak ke berbagai arah. Melompat tinggi, melompat-lompat seperti kegirangan. Ant tak merasakan apapun, tersirat selintas ingin meneguk air, ia merasa haus.
Para cahaya berdatangan membawa berbagai bentuk wadah semacam kaca, bukan, semirip kristal tapi lebih bening lebih gemerlap, berisi air.
Ant meraih wadah salah satunya dengan amat perlahan, meminum air seteguk, terasa sejuk, seteguk lagi dan lagi hingga habis, terasa sejuk hingga keperasaannya, lebih dari mata air di kolam dekat rumahnya.
Para cahaya kembali membawa berbagai buah-buahan, padahal Ant baru akan tersirat keinginannya akan mengupas buah jeruk menikmati rasanya. Ant merasa aneh, gembira tersembunyi di benaknya, namun entah keanehan apa ini.
Suara langkah bergedebam beradu dengan tanah kembali menggetarkan. Ant merasa tangannya tak lagi memegang sesuatu. “Oh! Kalung nenek…” Ant seperti mendengar sesuatu di antara cahaya gemerlap itu, ingatannya melayang-layang, “Ant, ini kalung warisan dari ibu nenek untukmu…” Terbayang waktu nenek mengalungkan benda itu ke leher Ant.
Suara nenek dan wajahnya membayang di ingatan Ant. “Jika kamu terdesak oleh suatu sebab dalam sebuah bencana, genggam liontin permata Blue Eden. Benda ini akan memberi keajaiban untukmu.” Suara bergedabam semakin dekat. Kali ini benar-benar suara kaki makhluk
gigantic melangkah.
“Astaga. Bunda? Ayah? Kakak! Kakaaak…!” Suara Ant dibawa gema menjauh. “Di manakah aku? Aku di mana?” Perasaannya tak dapat di lukiskan dengan kata apapun.
“
Jerry! Where are you…” Ingatan Ant mulai pulih perlahan, meski agak terputus-putus seperti televisi rusak. Gambar di ingatan Ant kadang jelas, kadang buram bergerak cepat, samar-samar, agak jelas, terputus-putus bergerak cepat.
Ant mencoba menenangkan diri, mencoba fokus, tidak bisa, dicoba lagi mengingat-ngingat, tidak bisa juga. “Bum! Bum! Bum!” Suara langkah bergedebam semakin dekat, langkah makhluk
gigantic berkekutan super.
Suara langkah bergedebam lagi dan lagi “Bum! Bum! Bum!” Sungguh membuatnya tak mampu mengerahkan ingatannya. Suara itu seakan sudah di atas kepalanya.
Padahal Ant bukan murid kurang pandai di sekolah, Ant amat berhati-hati dan senantiasa baik kepada semua sesama, Ant berusaha, selalu tak merugikan siapapun, sayang pada bunda, ayah dan tiga kakaknya, teman-teman dan guru-guru di sekolahnya.
Waktu di sekitar Ant terasa berubah perlahan, Ant melihat semua kejadian seperti film di putar ulang. Perasaannya terbawa arus peristiwa, Ant menahan dengan sekuatnnya perasaan berkecamuk di dalam dirinya, ia mencoba mengontrol segala perasaan menuju pikirannya.
Berbagai peristiwa, banyak kenangan terlihat jelas dan semakin jelas, Terlihat peristiwa terakhir ia menyelamatkan Jerry dari kejaran Tom makhluk kartun usil itu.
Terlihat juga ketika Ant protes pada Disney, agar karakter Tom dibuat tak terlalu berlebihan dan segalak itu pada Jerry.
"Ant it is the cartoon world of intelligence to train intelligent the children. What you see is not the way you feel, and vice versa. Try it you see with the dimensions of the imagination in a visual realm that exists with imagination about life." Disney said to Ant. "But I've been testing it. But haven't managed well. " Ant answered, very friendly. "Try it you see on the side of different spaces. There is intelligence in the natural imagination." Said Disney. “Bum!” Suara bergedebam menggelegar bagai gempa super tektonik. Genggaman Ant terlepas dari liontin kalung nenek. “Astaga. Kalung ini… Memberi tanda gambar-gambar peristiwa tadi.” Dalam benak Ant terasa mencair kebekuan pikiran dan perasaannya.
Dengan kesadaran dan doa, Ant kembali menggenggam liontin kalung Nenek.
Flash! Seperti gambar film di putar ulang muncul kembali. Belum pernah Ant melihat keajaiban perubahan dengan kesadaran seperti ini, kembali ia melihat cahaya gemerlapan bagai berjuta bintang, bagai kerlip cahaya kristal.
Benaknya belum selesai tersirat ingin menyatakan keinginannya, sebuah peristiwa mengenaskan muncul di hadapannya. Banjir bandang memporakporandakan Desa subur, makmur, tentram dan damai di pesisir Pasundan Buhun (Kebudayaan Tertua/Klasik), salah satu desa di bawah pemerintahan keluarga besar Aki Tirem, sang bijaksana turun temurun.
Konon beliau datang dari negeri sejuta pegunungan nun jauh di daratan besar Asia Atas, hingga perbatasan negeri jauh menuju Benua Biru. Aki Tirem, menikah dengan anak perempuan petani setempat Desa Pasundan Buhun di juluki Negeri Agraris.
Berawal dari keluarga kecil, keturunan Aki Tirem dan dari pihak keluarga isterinya, terus berkembang menjadi keluarga besar, hingga mereka membentuk desa dalam perkembangan turun temurun trahnya, di tengah Pulau Jawa (kini) terus berkembang menjadi Kota Pesisir. Bahkan berkembang terus menjadi Kerajaan Pasundan Buhun pertama, terbesar dan termakmur di era selanjutnya.
Di masa Kerajaan Pasundan Buhun, tata kelola pemerintahan teratur dalam parlemen damai. Kesantunan dan keramahan penduduknya teramat halus berbudi bahasa. Kesenian dan kebudayaan bertata krama dalam aturan adat istiadat dikisah-kisah susastra lontar.
Kerajaan Pasundan Buhun. Sumber air kehidupan, di antara sawah bersubak-subak, ladang basah dan kering di antaranya, di atur tersusun terus menurun menuju ranting-ranting desa pemerintahannya, dari ujung hingga lereng-lereng pegunungan.
Bahkan konon Kerajaan Pasundan Buhun, lebih makmur, tertata lebih baik dari The Town of Pompey Historical, di dalam kisahnya.
Para pedagang dari berbagai bangsa membarter kebutuhan sandang dan pangan untuk bekal perjalanan mereka ke berbagai negeri tujuan. Emas dan perak pada masa itu menjadi alat tukar termahal.
Bumi kembali terguncang gempa super tektonik oleh langkah makhluk
gigantic, kali ini makhluk itu menguarkan suara menggeram dahsyat. “Haach! Aaant! Aku makan kamu hidup-hidup. Aku telan kamu. Haach!” Suara makhluk
gigantic memecah angkasa.
Petir menggelegar badai menerjang kian kemari, langit menghitam kelam pekat terasa akan runtuh. Mata makhluk
gigantic menyala, menyemburkan api. Ant menggenggam erat liontin kalung Nenek.
Ant berteriak nyaring, membentak suara
gigantic itu. “Makanlah aku! Ini aku di hadapanmu!” Setelah dalam benaknya ia berdoa pada Sang Pencipta Maha Penolong, memohon keselamatan keluarganya dari banjir bandang, telah memisahkan mereka.
Menggenang perasaan Ant di pelupuk matanya. Ia tidak boleh meneteskan air mata. Ia ingat pesan nenek. Jika sesuatu terjadi ia harus kuat, tak boleh meneteskan air mata kesedihan.
“Engkaulah Maha Pengasih dan Penolong kuatkan aku.” Suara Ant lirih bertahan sekuat-kuatnya. Melihat gambaran di hadapannya, di antara gemerlap cahaya. Badai dahsyat dan air bah melebihi dua kali pegunungan, menggulung seisi Desanya. Bumi terus berguncang, dalam gambar-gambar seperti film diputar ulang.
Tangan Ant terus menggenggam liontin kalung nenek. Lagi. Belum selesai ia mengutarakan keinginannya. Secara menakjubkan tubuhnya melesat menembus gua batu, tempat ia bersembunyi dari makhluk
gigantic itu.
Tubuh Ant, melesat tinggi langsung menggempur makhluk
gigantic bermata sembilan itu. Lagi. Belum selesai ia mengutarakan keinginannya. Makhluk
gigantic itu terpukul mundur sedepa. Ant Terus mengenggam liontin kalung nenek seerat mungkin agar tak terlepas lagi dari genggamannya.
Ant sungguh belum pernah melihat makhluk
gigantic dengan bentuk seaneh itu. Matanya sembilan. Kepalanya tiga. Tangannya enam dalam satu tubuh menyala seperti bara api. “Mungkin ini Lucifer.” Dalam benak Ant. Bodok amat. “Hajar!”
Mendadak badai dan petir menyerang makhluk
gigantic itu bertubi-tubi. Menggelegar-gelegar. Celakanya makhluk
gigantic itu bergeming. Tubuh besarnya makin membesar seperti balon Zeppelin.
Pertempuran Ant dengan makhluk
gigantic, bagai kisah para Bushido melawan kekejaman kaum penguasa sakte bangsawan pada zamannya.
Tubuh Ant menjadi terbungkus oleh kostum Satria Bushido. Ant Girang, tapi ia juga ingin seperti Bimasena, bisa membuat tsunami, untuk dapat menenggelamkan makhluk
gigantic itu.
Tubuh Ant, meninggi seperti Bimasena, sejajar dengan ukuran makluk
gigantic itu. “Hei!” Suara Ant memecah angkasa, awan kelam sejak tadi menutup matahari.
Dengan cepat awan kelam hitam pekat terbuka. Cahaya matahari menyilaukan mata makhluk
gigantic, tak dapat melihat gerakan senjata samurai Ant jelmaan dari liontin kalung Nenek. Ant dalam gerakkan teramat cepat menebas leher makhluk
gigantic itu.
Ant berbalik segera akan melanjutkan serangan lanjutannya. Ant terkesiap dari leher makluk
gigantic itu bermunculan kepala baru lebih banyak dengan mata lebih banyak dan tangan lebih banyak.
Tubuh Ant, menjadi terang benderang menjadi transparan. Ant melambung tinggi, awan-awan menggumpal membentuk pusaran angin
twister, menyerbu makhluk
gigantic itu.
Kembali Ant menebas seluruh kepala makhluk
gigantic itu, bahkan tubuh
gigantic itu tersedot oleh pusaran angin
twister raksasa, memisahkan tubuh dan kepala makhluk
gigantic itu.
Ant, lagi-lagi terkejut, kepala makhluk
gigantic itu masih terus mengejarnya. Ant semakin terdesak. Tubuh Ant mengecil dengan cepat berubah menjadi seperti sedia kala. Ant nyaris putus asa.
Suara di nuraninya dalam doa khusuk. “Ini kekuatan terakhir.” Di benak Ant. “Bunda beri aku cintamu. Maafkanlah segala kesalahanku.” Dengan suara lembut di dalam benaknya.
Cahaya-cahaya menjadi berjuta malaikat mengepung makhluk
gigantic. Dengan serta merta makhluk super
gigantic itu mengecil, semakin mengecil, terus mengecil, lalu sirna.
(ded/ded)