Jakarta, CNN Indonesia -- Musim pada tahun ini menurut cuaca yang terasakan tampaknya dunia masih ada perang. Loh kok! Kenapa? Orang itu tidak punya jawaban. Tapi dia harus mengatakan hal itu kepada perasaannya sendiri. Entahlah menurut anda, di benua manapun.
Ada banyak hal yang tidak dia setujui. Semisal kata, ketika mekanisme anarkisme atas nama demokrasi, mengakibatkan luka-luka sejarah, jika demonstrasi terjadi diproses kehendak sistem setara perubahan iklim
the new era, di benua mana saja.
Mendadak akibat perubahan iklim karena hutan gundul dan rumah kaca, berbalik bumi menjadi tak ramah penuh cinta dan kasih sayang. Demo bumi setara gempa dianggap menentang kodrat ekosistem.
Padahal demo itu bertujuan mau ngobrol-ngobrol kangen ketemu makhluk hidup, sekadar mengingatkan pentingnya menjaga bumi lestari, begitu sepertinya selalu, terjadi di benua mana pun atau di planet manapun di jagad raya ini.
Aneh nggak sih? Ini misal loh. Ini cerita fiksi loh, tentang kuping yang telah lama hilang. Menyebabkan kekacauan pada diri orang itu dan mempengaruhi stabilitas dunia pada umumnya. Wah! Gawat kan?
Pada umumnya ketika proses perubahan iklim dimulai di mana pun di jagad raya ini, sebelumnya berbagai unsur elemen pengikat tetap berada di garis edar gravitasi senantiasa saling berpelukan antar unsur-unsur kehidupan.
Demikian pula terjadi pada unsur makhluk hidup terkelompok-kelompok antusias memuja kebanggaan. Menyuarakan kebersamaan seolah-olah lukisan naturalis multi warna, secara seksama dalam irama musik rock, jazz, country, blues, dan lain sebagainya.
Apa sesungguhnya kemauan isme makhluk hidup, sebagai makhluk geososial? Pertanyaan ini tidak ada jawabannya di pikiran orang itu. Hal itu tidak guna juga dipikirkan oleh orang itu barangkali, jika menyoal kupingnya yang telah lama hilang.
Ketika anarkisme konseptual perubahan iklim terus berlangsung. Ditemukan atau tidak jawaban itu, di labirin waktu yang terus berganti filter warna setiap hari per-detik setiap saat setara filosofis di benua-benua. Pertanyaan aneh di pikiran orang itu akan terus ada.
Siapa manusia itu sesungguhnya, di eksistensialis di isme-peradaban. Menurut orang itu mudah sekali manusia mengatakan bahwa ada sejarah kebiadaban dan kebaikan dalam suatu etos heroik menurut kepercayaannya masing-masing, lalu terangkum pada manuskrip filsafat dan isme-isme.
Dari sisi filsafat dan isme, barat atau timur, hal itu menjadi perdebatan, dan tidak menemukan jawabannya. Karena filsafat dan isme, tidak memerlukan jawaban, tapi pencarian makna tanpa henti.
Pertanyaannya sampai kapan? Sampai kematian waktu tak berdetik lagi atau sampai zaman kembali ke nol? Barangkali loh. Sementara itu filsafat dan isme tetap berjalan di waktu dan peradaban tanpa batas. Pusing kan? Hihihi…
Persoalan di atas tadi, barangkali memang persoalan besar, yang berputar di jagad raya. Soal besar atau kecil hal itu bukan persoalan bagi orang itu. Tapi tidak mungkin kalau tidak dia pikirkan. Karena lintasan peristiwa itu, berjalan di kehidupan peradaban manusia di pola kebudayaannya. Ruwet amat sih dia?
Merupakan kecelakaan berpikir bagi manusia, jika diam saja, di tengah semua peristiwa itu. Setidaknya berpikir itu penting, seperti orang itu. Meski dia menghadapi kesulitan untuk berpikir sekalipun, mungkin karena dia hanya bisa mendengar lewat kepala.
Anda bayangkan deh. Anda sekarang ini sedang melihat orang itu. Apa yang terlintas di benak anda, jika melihat dia tak bertelinga, salah satu matanya terbuat dari mesin, dan separuh badannya di cetak seperti kaca, tanpa jantung dan darah. Ngeri nggak sih?
Sedangkan separuh tubuh orang itu normal, sebelah matanya bisa melirik gadis manis di sebelah anda. Bayangkan hal itu. Anda sedang memperhatikan dia. Apakah dia tampak seperti horor di mata anda? Tergantung mencerapan anda kan. Nah loh.
Pasti anda merasa orang itu aneh, manusia setengah kloning atau albino keturunan ular kobra, barangkali. Terserah. Buat dia tidak penting, apapun komentar anda. Justru yang terpenting, dia sedang memikirkan telinganya yang hilang itu.
Dicuri siapakah telinga orang itu? Mengapa dan kenapa, dia tidak tahu. Tapi dia harus secepatnya mencari telinganya. Jika tidak segera dicari. Sangat gawat. Dunia akan kacau. Sebab telinga orang itu sangat berharga bagi dunia. Bayangkanlah…
Korea Utara akan protes jika telinga orang itu ditemukan di perbatasan antara dua negara yang tak habis juga terus berseteru seperti di gelanggang sepak bola. Korea Selatan vs Korea Utara. Prediksi nilai gol sulit ditentukan meski wasit tetap memegang pluit.
Orang itu dianggap penyusup atau mata-mata, misalnya. Jepang akan mengirim pasukan anti teror untuk menangkap dia, jika telinganya ditemukan di kepulauan Senkaku, misalnya. Amerika Serikat akan mengirim pasukan Seal untuk menangkap dia, jika telinga orang itu ditemukan di gurun Nevada, misalnya. Waduh! Gawat
bro and sis, padahal dia cuma kenek loh.
Rusia akan marah dan mengirim ribuan pasukan untuk menangkap dia, jika telinga orang itu ditemukan di perbatasan timur wilayahnya, misalnya. Jazirah arab dan sekutunya, akan mengirim ribuan pesawat tempur menyerbu orang itu, jika telinganya ditemukan di gurun Gobi, misalnya. China akan mengirim empat puluh kapal induk untuk menangkap dia, jika telinganya ditemukan di laut China Selatan, misalnya.
Bayangkan itu. Betapa pentingnya telinga orang itu, untuk stabilitas dirinya dan wilayah internasional. Bahkan mungkin, Perserikatan Bangsa Bangsa akan menggelar diplomasi untuk menyelamatkan telinga orang itu. Oh! Ho… Ho… Orang itu sedih sekali.
Sudah berabad-abad telinga orang itu hilang, entah kemana perginya. “Wahai! Malaikat penjaga dunia. Di manakah telinga saya.” Dia menguarkan suara yang sama sekali belum pernah dia suarakan. Apa sesungguhnya dosa kubur orang itu pada kehidupan dunia?
Orang itu terus mencari telinganya. Sepanjang zaman. Hingga dunia kiamat berkali-kali. Anehnya orang itu tak pernah mati. Meski sesungguhnya dia sendiri tidak pernah tahu. Apakah sesungguhnya dia masih hidup atau sudah mati.
Tapi, telinga orang itu maha penting bagi dunia. Mengapa menjadi penting? Tanyalah pada orang itu. Meski akhirnya orang itu juga akan bertanya lagi pada setiap orang di mana pun setiap kali dia menjumpai siapa saja.
(ded/ded)