Jakarta, CNN Indonesia -- Kalau saja bunga dapat bicara maka ia akan mengatakan, aku cinta pada semua di mana pun berada. Berbagi menuju tujuan merapatkan barisan menanam sejuta pohon atau sebanyak pohon aku bisa. Berguna atau tidak, tak perlu dipikir benar. Sebab kini lembayung sudah tak indah seperti dulu, karena biru telah berlari ke arah ungu. Benarkah begitu? Masih perlukah tanya. Saat semua orang menyingsingkan lengan baju.
Kerjakan saja seperti pernah ada kebersamaan itu. Jangan seperti tetamu di rumah sendiri. Tebarkan saja benih di mana pun kau mau, lalu siramlah sesuka hati di kerianganmu. Benar atau salah tak perlu dipikirkan menjadi kelabu. Tak ada lagi kalau bisa menunggu, semua wajib bersegera, sebelum hijau merajuk tak mau datang lagi. Jangan biarkan katulistiwa menangis lagi, lelah ia oleh tipisnya oksigen dari sebab tak semua orang tahu.
Semaikan saja semua benih agar lahir menjadi kembali warna-warni di pelangi-pelangi. Wahai dikau Adik maupun Kakak bersegeralah ke semua ladang dan sawah-sawah perdu sekalipun. Rumpunan huma-huma tak bisa menunggu lama air dari hujan. Senyumkan saja agar segala ada menjadi bunyi bertalu-talu suara tradisi telah lama berlalu. Tak inginkah kembali? Agar semua lumbung kembali menghidupi dirinya seperti sedia kala.
Jangan cemaskan apapun. Tak guna berpeluk tangan, ini waktunya saling menyapa setelah lama tak bergotong-royong. Adat istiadat telah lama pergi kini ia akan kembali jika semua tak sekadar menulis kata-kata di semua batu. Hijaulah hijaukan rumputan, semua syair menjadi kiasan semu terbang di terpa angin meninggi semakin jauh lalu sirna entah ke mana. Mulailah dengan satu benih cukupkan semua cinta, jika mungkin limpahkanlah.
Berderet-deret sudah waktu menunggu hari. Cuaca berubah tak menunggu siapa pun, di mana pun sebab kini tak mengubah esok jika sebab selalu berlari mencari jawab. Sebab jawab senantiasa ada. Namun makna tak terasa kehadirannya seperti waktu menuju ruang kosong menunggu giliran panggilan di nomor-nomor urut peristiwa seperti angan tak tampak kasat mata, itu sebabnya Waiting for Godot, ditulis Samuel Beckett.
Tak apa, barangkali pertanda hijau bersegera hadir setelah datangnya waktu. Salam Indonesia Hijau.
(ded/ded)