Jakarta, CNN Indonesia -- Ada udara ada aturan oksigen dari alam raya sebatas atmosfer. Berbagi dengan makhluk dan pepohonan, danau-danau, desa-desa, sawah ladang, seluruh planet bumi. Membuat langit menjadi biru, antara pandangan matahari dari sisi planet berbeda, tercipta ragam pesona kebesaran Sang Maha Pencipta, dalam kanal gravitasi pengendali semua benda dan makhluk.
Tata cara alam berkehendak, dalam rangkaian puisi langit simbolik membangun kisah, pada setiap tata cara kehidupan di noktah jasad renik sekalipun, naturalis membentangkan wahyu peradaban baik dan benar bermakna kehidupan kebudayaan dasar habitat, kebutuhan binatang, hutan, pegunungan, manusia dan langit pemberi berkat gravitasi di batas atmosfer.
Alam sesungguhnya baik-baik saja. Meski dia punya waktu untuk membuat pernyataan entitas keberadaan kekuatannya bisa marah dan bisa baik, dari sekian juta tahun kesabarannya.
Meski percobaan nuklir bawah laut atau daratan hanya terjadi sepersekian milimikron perdetik setiap hari pada percepatan ledakan di bawah ombak maupun di udara, berpengaruhkah seperti saudara tirinya dentuman rumah kaca salah satu penyebab ozon bolong, konon, berdampak pada peristiwa bencana iklim di muka dunia kelak, akan merubah peradaban berikutnya.
Pohon punya ruh kehidupan, itu sebabnya benih bisa tumbuh, laut punya kehidupan itu sebabnya memberi makna keindahan meski menghadirkan tsunami jika marah, juga pegunungan memiliki kekuatan magma dalam tekanan tak terhingga, ketika Gunung Toba marah puluhan juta tahun silam menggelapkan bumi sekaligus merubah kutubnya.
Oh! Itukan menurut kisah sebuah penelitian. Oh! Tak apa. Percaya atau tidak sila puaskan menggempur alam, ada saatnya alam membalas tanpa kecepatan kedip dan takkan terbendung oleh mantra apapun.
Oh! Itu kan hanya kisah manusia penghayal, suara dari tuan oportunis sekaligus skeptis, bahwa alam bisa marah, eksploitasi korosi akibat dikikis mastodon industri. Oh! Manusia membutuhkan industri. Ahai! Apakah industri cenderung membabi buta. Enggak kan? Lalu mendentumkan bencana kepermukaan? Ho! Ho! Suara nyanyi kurcaci the song of joy dalam sunyi aklamasi.
Pertumbuhan akan baik pada keseimbangan ambang batas, tak perlu target angka jungkir balik dari suatu paksaan pola peningkatan kehendak abstraksi korporasi unit industri sekadar pencapaian target, meski melewati garis merah ambang batas alam sebagaimana mestinya.
Tak ada lahan terbatas tak bermanfaat, jika melihatnya sejernih mata air pemberi makna di batas sesungguhnya kekuatan aturan alam berkesinambungan telah ditetapkan Ibu Natural, akan senantiasa melahirkan harapan pertumbuhan ekosistem geologis maksimal alami.
Maka generasi produktif akan tumbuh dalam pola pembenaran tata laku ruang aturan kebenaran seluasnya global lingkungan. Sesungguhnya lahan terbatas bukan hambatan jika pedoman pada tujuan tak berlebihan.
Aturan berkala mengatur pendapatan logaritma keseimbangan kuadrat kepangkatan kehidupan, ketika arus sungai seakan terhambat batu besar, meski sesungguhnya batu-batu besar itu hadir akibat keseimbangan dari letusan gunung-gunung pada waktu alam berkehendak.
Keindahan sungai dan kejernihan air menjadi terkaca ketika berkaca, akibat batu memaknai pencerapan partikel negatif pada air menyulapnya menjadi arus jernih oksigen pada air, menjadi pas saja, itu sebabnya bening alami.
Berbeda dengan sungai di tengah kota kekeruhannya dan kedangkalannya akibat kesalah pahaman memaknai sungai sebagai penompang arus dari desa ke kota dan sebaliknya, seterusnya, semoga tak merubah lahan serapan menjadi real estate.
Itu sebabnya perlu saling belajar dan saling memahami antar kehidupan manusia dan modernitas gaya hidup, bersma stabilitas perilaku alam.
Semoga pertumbuhan daun secara alami bertumbuh lebih cepat dihembus oksigen bekecukupan, tak perlu replanting dalam triliun angka dipaksakan jika berakibat seakan dampak pembalakan hutan bergerak terus dalam senyapnya kebisuan.
Lestari negeriku. Lestari hutanku. Semoga percepatan reboisasi berjuta pohon menjadi kehendak damai bagi alam dan manusia. Salam Indonesia Lestari.
(ded/ded)