Jakarta, CNN Indonesia -- Mat Baril (55 tahun) atau sering disapa pak Baril adalah sosok yang menopang hidup dengan menjual koran. Dengan keterbatasan fisik yang ia alami tidak membuat dia patah semangat untuk melanjutkan hidup.
Awalnya pada tahun 1983 ia menjadi pengemudi mobil truk. Tapi setelah mengalami sebuah kecelakaan, dia harus berhenti dari pekerjaan yang sudah ditekuninya selama 10 tahun itu.
Pada tahun 1993 ia mengalami kecelakaan di Cirebon yang menyebabkan ia harus kehilangan tangan kanannya. “Saya naik bus, nah bus saya keserempet sama truk, kebetulan saya duduk di belakang sendiri sebelah kanan, nah saya terjepit , dan tangan saya langsung putus di tempat. Di bawa kerumah sakit cuma tinggal ngebersihin saja,” kata pak Baril.
Gara-gara kecelakaan tersebut, pak Baril sempat menganggur di rumah selama empat setengah tahun. Tapi dia berpikir, jika terus menerus di rumah seperti ini bagaimana dengan anak-anaknya nanti karena saat itu salah satu anaknya harus melanjutkan pendidikan di SMP.
Ia bingung harus kerja apa. “Saya habis kecelakaan itu bingung karena harus kehilangan pekerjaan, bingung harus kerja apa,“ ujarnya.
Awalnya pak Baril minder dan risih karena keterbatasan fisik yang ia alami. “Tapi kalo sekarang-sekarang ini udah engga, karena saya berpikir jika terus menerus minder saya tidak bisa usaha, kalo ga usaha ga ada penghasilan. Dulu saya bener-bener minder mau gimana, tangan cuma satu tapi sekarang udah engga, karena yang ada di pikiran saya bagaimana saya mendapatkan rezeki,” kata dia lagi.
Ia pun bangkit dan mencoba membuat usaha di Candi Borobudur dengan membuat usaha topi. Tapi sayangnya usahanya hanya bertahan 1 bulan. Lalu dia bertekad pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Walau dengan keterbatasan fisik yang ia alami sekarang tidak membuat ia pantang menyerah mencari pekerjaan tersebut.
Pada tahun 1998 ia mendapatkan pekerjaan untuk menjual koran. Awalnya ia sedikit kesulitan untuk mengendarai sepeda sambil jualan koran, karena hanya menggunakan 1 tangan. Tapi hal tersebut tidak membuat pak Baril merasa putus asa, ia terus berlatih. “Sekitar satu minggu saya belajar terus,“ ujar pak Baril.
Di Jakarta pak Baril tinggal sendirian. Dia mengontrak di salah satu rumah di Jakarta. Anak istrinya berada di kampung halaman. Ia pulang ke rumah 2 bulan sekali. Ia mempunyai 1 istri dan 3 orang anak.
Anak pertamanya sudah bekerja dan juga kuliah dan ia sudah menikah. Anak terakhir pak Baril yang bernama Tri Rahmawati sedang kuliah di salah satu universitas di Magelang dan sudah semester 5. Anak pak Baril yang kedua tidak mau melanjutkan pedidikan, ia lebih memilih untuk bekerja di salah satu perusahaaan di Bekasi. Padahal, bagi pak Baril pendidikan itu nomor satu.
Walau di umur dia yang sudah tidak muda lagi dan keterbatasan fisik yang ia alami ia masih mempunyai semangat pekerja yang tinggi. “Kalo saya berhenti bekerja untuk biaya anak gimana, kalo anak saya sudah selesai sekolah semuanya baru saya berhenti bekerja,” ujar pak Baril.
(ded/ded)