Bayi Itu Bukan Musa

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Jumat, 13 Jan 2017 16:55 WIB
Jika ibunda Musa memperoleh wahyu, tidaklah demikian dengan para ibu si jabang bayi itu.
Foto: christianabella/Pixabay
Jakarta, CNN Indonesia -- Berita yang saya baca kemarin benar-benar membuat hati saya bergetar sekaligus sedih. Betapa tidak, seorang bayi perempuan ditemukan tergeletak di teras rumah Bidan Endang Pamungkasih di Glagah RT 01 RW 05, Desa Kemiri, Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul, DIY, Selasa (10/1) malam. Bayi perempuan itu diperkirakan berusia 4 hari ( sumber : merdeka.com edisi 12/01/2017 ).

Tentunya nasib malang yang dialami si jabang bayi itu bukanlah yang pertama kali terjadi di negeri kita ini. Peristiwa serupa telah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Bahkan ada bayi yang ditemukan dalam keadaan sudah meninggal.

Seperti yang terjadi di Medan bulan Juni 2016 yang lalu, mayat bayi perempuan ditemukan terbungkus kain sarung di tempat pembuangan sampah. Atau seperti yang terjadi di Tangerang bulan Oktober 2016 yang lalu ( seperti dilansir merdeka.com edisi 02/10/16 ), bayi perempuan ditemukan di kloset RS Siloam Tangerang, beruntung bayi malang itu dalam kondisi sehat. Dan masih banyak lagi.

Saya jadi teringat kisah Nabi Musa Alaihissalam. Ketika bayi beliau pernah dihanyutkan di sungai Nil oleh ibundanya, Yukhabad. Namun bukan tanpa alasan, apa yang dilakukan oleh ibunda Musa adalah atas wahyu Allah.

Tatkala Fir'aun mendapati sebuah mimpi yang mengguncangkan; seorang ahli tafsir mimpi memahami makna mimpi tersebut sebagai pertanda buruk bagi kekuasaan Fir'aun. Bahwa akan ada seorang anak laki-laki dari Bani Israel yang menjadi seorang laki-laki gagah perkasa yang kelak memimpin golongan pengikutnya melawan kekuasaan Mesir serta membawa berbagai kehancuran hebat di negeri Mesir.

Juga para pengikut orang tersebut akan mengangkut harta kekayaan yang berlimpah disertai bantuan kekuatan milik musuh Mesir lalu menumpas seluruh kaum pemuka di bangsa Mesir pula. Fir'aun beserta seluruh pemuka kaumnya merasa ketakutan bahwa penafsiran mimpi itu bermakna bahwa Bani Israel kelak bersekutu dengan musuh Mesir untuk menghancurkan negeri Mesir.

Pada saat bersamaan, jumlah lelaki di Bani Israel bertambah pesat sehingga kaum Fir'aun tidak bisa memperkirakan siapakah anak yang diramalkan itu. Maka diadakan sebuah perintah keji di Mesir bahwa seluruh anak laki-laki yang baru lahir harus dibunuh, sedangkan seluruh anak perempuan yang baru lahir boleh dibiarkan hidup.

Setelah Yukhabad melahirkan Musa, ia merasa sangat bahagia sekaligus tak tega apabila harus menyerahkan putranya kepada kaum Fir'aun. Yukhabad berdoa seraya menangis untuk menentukan nasib anaknya.

Maka Allah mewahyukan kepada Yukhabad, supaya menenangkan diri lalu meletakkan anak tersebut ke dalam sebuah tabut kemudian menempatkan tabut itu menuju sebuah sungai seraya mempercayakan nasib anak tersebut kepada Yang Maha Melindungi. Yukhabad menempatkan sang anak dalam sebuah tabut yang ia temukan lalu melepas tabut itu sambil berdoa supaya Allah selalu menjaga keselamatan anak tersebut agar kembali kepada keluarganya, seraya supaya kelak diperkenan sebagai hamba yang berbakti kepada Allah.

Demikianlah Allah mengabulkan doa Yukhabad. Musa ditemukan oleh istri Fir'aun lalu mengangkatnya sebagai anak. Atas kekuasaan Allah, tidak ada satupun wanita yang bisa menyusui Musa kecil, hingga akhirnya Musa kembali kepada ibundanya, Yukhabad sebagai pengasuhnya.

Namun berbeda dengan yang terjadi sekarang ini. Apakah motivasi seorang ibu membuang bayinya seperti yang terjadi di Gunung Kidul, Tangerang, Medan, atau tempat lainnya? 

Ketidaksiapan memiliki anak sebab faktor ekonomi dan faktor lainnya, buah hasil dari hubungan terlarang, bisa jadi pemicu orang tua tega membuang atau membunuh bayinya. Begitu menurut Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait.

Padahal Allah berfirman dalam surat At Taghabun ayat 15 : "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu  hanyalah cobaan (bagimu), di sisi Allah lah pahala yang besar ". Artinya, harta dan anak-anak kita adalah anugrah yang Allah berikan kepada kita untuk menguji siapakah di antara kita yang paling pantas mendapat predikat hamba terbaik di sisi-Nya.

Jika ibunda Musa memperoleh wahyu, tidaklah demikian dengan para ibu si jabang bayi itu. Jika Musa bisa kembali ke dalam asuhan ibundanya, tidaklah demikian dengan bayi-bayi malang itu.

Mereka terlahir tanpa dosa sekalipun kedua orang tuanya berzina. Bahkan induk kucing akan menjaga, merawat dan membesarkan anak-anak yang dilahirkannya sekalipun tanpa pejantannya. Lalu ada apa dengan kita? Haruskah kita belajar menjadi orang tua dari seekor kucing? (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER