Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat (AS) ke 44, Barack Obama, meninggalkan Gedung Putih, mengesankan dunia dan rakyat AS, khususnya. Seperti ketika Presiden Republik Indonesia (RI) ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono, meninggalkan Istana Negara, tersenyum simpatik dan optimis.
9 November 2010, Presiden AS, Barack Obama, gelar pertemuan dengan Presiden RI ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono, di Istana Negara, pertemuan tersebut meningkatkan hubungan bilateral lebih luas RI-AS. Sekaligus stimulus bagi hubungan politik-keamanan, ekonomi, pendidikan dan perdagangan negara-negara ASEAN, menuai kehadiran Presiden AS, Barack Obama, di Konferensi Tingkat Tinggi ke 4 AS-ASEAN 2011, Nusa Dua Bali Indonesia.
Mencermati gerakan ‘The Women’s March 2017’ melanda AS, merupakan upaya menyuarakan keadilan, kesetaraan dan cinta negaranya, mengingatkan pemerintahan baru Presiden AS ke 45, Donald J. Trump, kehadirannya sebagai presiden terpilih telah menuai kontroversi akibat penggayaan dari sikap politiknya bagi masa depan AS, (CNN Indonesia).
Setiap pemimpin di negara-negara di dunia, pasti memiliki gaya atau penggayaan kepemimpinan sebuah negeri, hal biasa dan normal saja. Jika menilik, perbedaan kultur merupakan kekayaan peradaban manusia. Tentu berpengaruh pula dalam pemikiran, pengambilan putusan kebijaksanaan negerinya, sebagaimana sistem dan ideologi negara bersangkutan.
Negara sebagai bahtera orang banyak pasti tergantung pada putusan kebijaksanaan pemimpinnya. Masyarakat dunia telah mencapai modernitas daya pikir, mengamati, mengkritisi, akibat mencintai negaranya.
Umumnya kritik publik menyampaikan keinginan, perubahan lebih baik, dari kebijaksanaan pemimpin negaranya demi kemaslahatan bersama. Bukan akibat radikalisme asal protes seperti radio rusak bersuara sumbang.
Kebebasan berpendapat dalam kontrol perilaku tata santun di ranah primadona demokrasi masih amat disadari oleh masyarakat dunia, seperti contoh ‘The Women’s March 2017’ melanda AS dan negara-negara sekutunya di dunia, sehari setelah pelantikan Presiden AS, Donald Trump.
Hal tersebut menunjukkan bahwa orang banyak sangat sayang dan perduli pada negaranya sebagai kontrol kepemimpinan negara bersangkutan.
Itu sebabnya perlu keberanian politik seorang pemimpin, tidak mudah mencurigai suara atau demo orang banyak atau rakyat, sejauh hal tersebut demi kemaslahatan ruang sosial politik, keamanan, ekonomi, pendidikan dan perdamaian bagi rakyat sebuah negeri di manapun. Salam Indonesia Unit, konsisten memberantas korupsi, narkoba dan mafia pemodalnya.
(ded/ded)