Dia yang Hatinya Terpaut Pada Masjid

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Senin, 09 Jan 2017 13:20 WIB
Di zaman teknologi yang semakin canggih ini, tak banyak anak muda yang suka dengan hal yang berbau masjid. Perempuan yang satu ini berbeda.
Foto: dok. pribadi/Facebook
Jakarta, CNN Indonesia -- Di zaman teknologi yang semakin canggih ini, tak banyak anak muda yang suka dengan hal yang berbau masjid. Bisa dibilang masjid hanya ramai ketika bulan ramadhan saja, namun tidak untuk wanita yang satu ini.

Ia dikenalkan dengan dunia muslim oleh sang bunda sejak kecil. Sang bunda selalu mengajaknya untuk wisata masjid ke berbagai daerah. Masjid merupakan rumah ibadah bagi umat muslim. Seringkali masjid disebut sebagai rumahnya Allah. Di dalam masjid kita akan mendapatkan ketenangan dalam beribadah. Sebagai umat muslim kita harus menjaga, mencintai dan menghormati masjid ataupun mushola baik yang ada di Indonesia maupun di dunia.

Metha Magdalena Tenggara wanita kelahiran Jakarta, 14 Juli 1985 ini rela meninggalkan kehidupannya yang hura-hura. Di tahun 2014 ia mulai bergabung bersama YISC (Youth Islamic Study Club) Al-Azhar (Organisasi Kepemudaan Masjid Agung Al-Azhar). Di tempat ini ia ingin mencari lingkungan yang baru untuk memperkuat iman, mencari teman dan sahabat surga yang mengingatkannya ketika ia berbuat salah, serta memperlancar bacaan ayat suci Al-Quran.

Sang bunda pun mendukung kegiatannya di YISC Al-Azhar sebagai ajang pembelajaran dan mendapat teman baru atau bahkan pendamping hidup. Pada awalnya ia sempat merasa aneh dan lucu karena sistem belajarnya seperti di taman kanak-kanak. Tetapi, ia bisa menyesuaikan diri terutama dari segi pakaiannya yang lebih tertutup. “Bukan mengubah tapi menyesuaikan. Perubahan itu pasti, tetapi untuk menjadi pribadi yang lebih baik,” katanya.

Ia pun menjalani kegiatan ini dengan senang hati. Namun pada pertengahan tahun 2014 ia jatuh sakit, yang membuatnya vakum dari kegiatan tersebut. Saat ia dirawat teman-teman dari organisasi YISC ini datang menjenguknya, dari yang ia kenal sampai tak kenal pun turut serta, dan hal ini membuatnya merasa malu dan sungkan. Dan saat itu pula ia sedang menjalani proses ta’aruf (proses pengenalan diri ke lawan jenis menurut agama islam) untuk pertama kalinya.

Sang calon juga mengikuti kegiatan yang sama, maka dari itu ia sempat ingin berhenti dari kegiatan ini, karena takut kebawa perasaan. Kedua faktor itulah yang membuatnya goyah dan ingin meninggalkan organisasi tersebut.

Selepas itu ia kembali bergabung dengan YISC. Pada pertengahan tahun 2015, wanita yang sering disapa Metha ini diangkat sebagai public relation di YISC Al-Azhar.

Setelah ia menduduki jabatan tersebut ia didelegasikan oleh Masjid Agung Al-Azhar ke Malaysia. Dalam rangka ASEAN Mosque Festival yang diadakan setiap tahun. Tidak hanya Masjid Al-Azhar saja yang mewakili Negara Indonesia, tetapi ada berbagai masjid lain yang turut mengikuti acara tersebut seperti: Masjid Agung Cirebon, Salman ITB, Masjid Agung Istiqlal, Jakarta Islamic Center serta beberapa perwakilan yayasan Masjid lainnya.

Wanita lulusan Universitas Esa Unggul ini memang pandai dalam berkomunikasi. Bahkan ia suka menggunakan berbagai macam bahasa yang ia campur-campur layaknya gado-gado. Kepiawaiannya ini merupakan kebiasaan yang ia lakukan sejak kecil. Sebab pada masa itu ia sering bolak-balik Australia-Indonesia. Serta faktor internal di dalam keluarga juga menjadi salah satu alasannya, yang kerap kali menggunakan bahasa tradisional sumatera (Bengkulu) dan bahasa Inggris.

Pada tahun 2009 menuju 2010 wanita keturunan Bengkulu-Jawa ini mendapat panggilan beribadah haji bersama sang bunda. Ibadah haji yang dijalankannya selama 43 hari ini ia jalani dengan khusyuk. “Pengalaman yang sangat-sangat tak terlupakan sampai saya punya anak nanti bahkan meninggal dunia,” tuturnya.

Meskipun usianya sudah kepala tiga, namun ia tetap semangat dan antusias dalam membantu sesama. Ia sangat senang jika bisa berkontribusi untuk orang lain. Ia tak terlalu mementingkan dirinya sendiri. Bahkan saat terkulai lemah dan jatuh sakit. Ia merasa dirinya dilahirkan sebagai seorang relawan yang berjiwa sosial di bidang kreatif.

Forum Fun English Club merupakan sebuah komunitas kecil yang ia bangun bersama teman-temannya yang dimulai dari lingkungan YISC. Komunitas ini terbuka untuk umum. Bagi mereka yang ingin mengikuti Forum Fun English Club ini dapat melatih English basic, melatih public speaking, well pronounce, daily conversation, serta presentasi yang akan dibutuhkan di dunia kerja.

Selain itu wanita yang suka dengan makanan khas Indonesia, asian fusion food (Jepang, peranakan dan Korea) serta italian food ini juga adalah co-founder di sebuah komunitas kecil pecinta kopi yang disebut dengan NGOPROL (Ngopi & Ngobrol). Di sini ia merangkul para alumni serta sahabat di YISC. Bukan hanya sekedar berkumpul bersama sambil meminum secangkir kopi atau kopi darat, namun di sini mereka saling berbagi ilmu serta berdiskusi tentang segala aspek pengetahuan dan kehidupan inspirasi. Saat ini Metha sedang menjalani program kursus beasiswa di Euro Management untuk pendalaman Bahasa Perancis.

Susah memang merangkul anak muda agar mereka tertarik dengan masjid. Tetapi ini menjadi suatu tantangan tersendiri baginya. Bagaimana ia bisa mempackage kampanyenya dengan cara kekinian. Bukan hanya ibu-ibu majelis saja yang meramaikan masjid, ia ingin para remaja sebagai generasi penerus untuk meramaikan masjid dengan cara mereka sendiri dengan ide-idenya yang cemerlang.

Cara yang ia lakukan untuk merangkul kawula muda adalah dengan Go Selfie of your positive activity and environment. Ia selalu mengabadikan foto kegiatan sosialnya dan di-share ke sosial media. Ia juga mengirim broadcast message tentang kegiatannya di YISC Al-Azhar kepada teman-temannya. “Like a robotic message lah pokoknya,” kata Metha.

Alhasil dengan sendirinya mereka mulai tertarik dan mencoba bertanya-tanya dan menghubunginya lalu mulai bergabung dengan komunitas tersebut.

Tak mudah memang mengubah kebiasaan yang buruk menjadi kebiasaan yang baik. Tak sedikit dari mereka yang menyindir perubahannya ini. Namun mereka menyindir secara positif atas prosesnya menuju pribadi yang lebih baik. Adapun mereka yang mulai mejauh, menjaga jarak, dan kurang peduli lagi kepadanya. Tetapi Metha tidak mempermasalahkannya, karena jalan hidup sudah ada yang mengaturnya.

  • Teruslah berpikir kreatif, berpikir kritis, dan teruslah menjadi pribadi yang pemberani untuk sebuah perubahan yang lebih baik.
  • Satu tindakan kebaikan kecil, akan berimpact besar bagi orang lain.
  • Berpikir kritis, jangan mudah dibodohi atas suatu hal, dan jangan mudah diperbudak oleh kemajuan.
  • Kita yang menguasai teknologi, bukan teknologi yang menguasai kita.
  • Berpikir positif, belum tentu apa yang kita lihat itu buruk, dan ternyata bukan seperti itu yang kita maksud.
  • Lihat dan analisa masalah itu dari 2 sisi. Tabayyun (mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas dan benar keadaannya.
Itulah 6 poin harapan yang ia sebutkan bagi generasi penerus bangsa. Bukan berniat menasehati atau menggurui tetapi lebih untuk mengobrol ke dirinya sendiri. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER